Karena sebidang tanah, Emilia harus berurusan dengan pemilik salah satu peternakan terbesar di Oxfordshire, yaitu Hardin Rogers. Dia rela melakukan apa pun, agar ibu mertuanya dapat mempertahankan tanah tersebut dari incaran Hardin.
Hardin yang merupakan pengusaha cerdas, menawarkan kesepakatan kepada Emilia, setelah mengetahui sisi kelam wanita itu. Hardin mengambil kesempatan agar bisa menguasai keadaan.
Kesepakatan seperti apakah yang Hardin tawarkan? Apakah itu akan membuat Emilia luluh dan mengalah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Komalasari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 25 : Pecundang
Grayson tampak ragu. Itu terlihat jelas dari sorot matanya, saat menatap Gerald. “Aku tidak tahu apa urusanmu dalam masalah ini, Tuan,” ucapnya, seraya mengalihkan perhatian kepada Hardin.
“Urusanku adalah dengan Nyonya Meredith. Mencari tahu tentang keberadaanmu, merupakan salah satu dari bentuk kerja sama kami,” balas Hardin, dengan tatapan lekat terhadap Grayson.
“Kenapa dengan ibuku? Maksudku, dia tinggal di pedesaan, sedangkan kau terlihat seperti pria dari kota besar ...." Grayson menjeda kalimatnya. Dia menatap Hardin dengan sorot tak dapat diartikan. "Aku merasa pernah melihatmu. Tapi, di mana?” gumamnya.
“Ini adalah pertemuan pertama kita,” bantah Hardin datar.
Grayson manggut-manggut. Namun, raut wajahnya masih menyiratkan ada sesuatu yang janggal.
“Hardin Rogers,” sebut Grayson, beberapa saat kemudian. “Aku tahu siapa kau, Tuan.”
Hardin menatap lekat Grayson. “Jangan mengalihkan pembicaraan.”
Embusan napas berat bernada keluhan, meluncur dari bibir Grayson. Dia memilih duduk karena tak kuat berdiri terlalu lama. “Apa yang harus kuceritakan?”
“Bodoh sekali jika kau bertanya padaku,” ujar Hardin dingin.
“Aku tidak punya pilihan, Tuan,” elak Grayson.
“Grayson terpaksa melakukan semua ini, Tuan,” timpal Gerald, membela sang adik.
“Apa pun alasanmu, kau telah membuat hati seorang ibu berada dalam kegelisahan selama bertahun-tahun. Apakah itu bisa dibenarkan? Sungguh konyol, Grayson. Kau bahkan tidak mengetahui telah memiliki seorang putri. Kebodohan macam apa lagi itu?” ucap Hardin sinis.
“Aku tidak tahu Emilia sedang hamil,” bantah Grayson.
“Lalu, kenapa kau pergi dan menghilang selama lebih dari empat tahun?” Tatapan Hardin teramat dingin, menandakan rasa jengkel yang berusaha ditahan agar tidak meledak dan menimbulkan kemarahan.
“Sudah kukatakan tadi. Aku tidak berniat melakukan itu,” elak Grayson lagi, dengan bahasa tubuh yang diliputi kegelisahan.
“Sebenarnya, aku tidak berhak memarahimu. Namun, aku sangat kasihan melihat ibu, istri, dan putrimu. Kau telah mengabaikan mereka selama bertahun-tahun.”
“Dulu, Emilia sering kemari untuk mencari Grayson, Tuan. Namun, aku juga tidak tahu bahwa dia sedang mengandung,” tutur Gerald.
“Kau tidak pernah datang ke Oxfordshire sekalipun?” Hardin mengalihkan perhatian kepada Gerald.
Gerald menggeleng. “Tidak, Tuan. Ibu tidak akan menyukainya.”
“Maksudmu?” Hardin menatap tak mengerti.
Gerald yang awalnya berdiri, kembali duduk bersamaan dengan Hardin. Dia terlihat tak nyaman. “Aku …. Seperti yang Anda dengar tadi, Tuan. Aku hanyalah anak angkat di Keluarga Olsen. Ayah sangat baik dan menyayangiku. Namun, itu membuat ibu selalu berpikir bahwa aku adalah anak dari hasil perselingkuhan antara ayah dengan wanita lain.”
Penuturan Gerald membuat Hardin tersenyum tipis. Namun, dia tak menanggapi. Hardin memilih hanya menyimak apa yang pria itu ceritakan.
“Aku tidak ingin membuat citra ibuku jelek di mata siapa pun. Namun, Grayson pun tahu seperti apa sikap ibu selama ini, bahkan setelah aku menikah. Sikap ibu tidak berubah. Dia tidak menyukai istri dan kedua putriku.”
“Apa yang Tuan Olsen lakukan sehingga Nyonya Olsen berpikir begitu?” tanya Hardin penasaran.
“Entahlah, Tuan. Aku ataupun Grayson tidak pernah tahu. Mereka selalu terlihat harmonis. Ibu dan ayah pandai menutupi konflik dari kami berdua.”
“Lalu, apa hubungannya dengan yang Grayson lakukan?” tanya Hardin lagi.
Gerald menatap Grayson sesaat, sebelum kembali memfokuskan perhatian kepada Hardin. “Seperti yang telah kukatakan, Tuan. Istriku sakit-sakitan. Grayson membantuku secara finansial. Namun, dia tidak ingin mengambil dari jatah yang biasa diberikan kepada Emilia. Oleh karena itulah, Grayson mencari pekerjaan sampingan.”
“Emilia dan Nyonya Meredith tidak mengetahui itu,” terka Hardin.
Gerald menggangguk. “Ibu pasti melarang, bila mengetahui apa yang Grayson lakukan.”
“Lalu?”
Gerald menatap sang adik, seakan memberi isyarat kepada suami Emilia tersebut.
“Aku mencari pekerjaan sampingan sebagai pengantar barang, Tuan. Sore itu, aku berpamitan pada ibu dan Emilia untuk pergi melaut. Padahal, aku baru sehari berada di rumah.”
“Apakah Emilia tahu jadwal kelompokmu?” tanya Hardin penuh wibawa.
Grayson langsung mengangguk. “Ya, Tuan. Aku beralasan menggantikan salah seorang teman yang sakit. Dia percaya. Itulah Emilia. Dia sangat penurut.”
“Tidak juga,” gumam Hardin tanpa sadar. Membuat Gerald dan Grayson langsung menatap tak mengerti.
Hardin yang sadar sudah kelepasan bicara, segera menutupi kebodohannya dengan bersikap tenang. Dia tersenyum kalem, diiringi gelengan samar. “Lupakan. Itu tidak ada kaitannya dengan yang kau katakan barusan.”
Meskipun masih terlihat keheranan, Grayson akhirnya mengabaikan ucapan Hardin tadi, dengan kembali bersikap wajar. “Seperti itulah, Tuan,” ucapnya. “Malam itu, aku pergi mengantar barang ke London. Namun, sebelum tiba di sana, aku menghadapi masalah besar.”
Hardin memicingkan mata, mendengar penuturan Grayson. Dia seperti tengah menebak seberapa besar kejujuran dalam diri pria itu.
“Aku mengalami kecelakaan saat melewati Birmingham dan langsung mendapatkan perawatan di sana. Namun, Anda dapat membayangkan sendiri. Tidak ada keluarga atau siapa pun yang kukenal. Aku tidak bisa menghubungi Emilia atau ibu.”
“Kau tahu apa yang terjadi pada Grayson?” tanya Hardin kepada Gerald.
Gerald mengangguk.
“Aku tidak bisa meminta Gerald datang ke Birmingham, Tuan. Dia harus menjaga Norah dan kedua putrinya,” ujar Grayson.
“Lalu, bagaimana denganmu?” Hardin kembali mengalihkan perhatian kepada Grayson.
“Seluruh biaya pengobatan ditanggung oleh perusahaan tempatku bekerja. Namun, aku tidak mungkin pulang dalam keadaan yang …. Emilia pasti akan bertanya macam-macam. Begitu juga dengan ibu. Aku tidak tahu harus menjelaskan apa. Ibu pasti tak akan suka melihat keadaanku. Apalagi, jika dia tahu aku memiliki pekerjaan sampingan demi membantu Gerald.”
“Beberapa hari setelah itu, aku mendapat kabar tentang kecelakaan yang menimpa kelompok tiga. Dugaanku benar. Emilia dan ibu mengira bahwa aku juga tewas dalam tragedi tersebut.”
Grayson menggeleng samar. “Kebodohan yang paling kusesali adalah karena aku terlalu pengecut. Entah setan apa yang sudah mengacaukan pikiranku.”
“Maksudmu?” Hardin menatap lekat Grayson, yang memperlihatkan raut penuh penyesalan.
“Aku justru merasa lega karena Emilia dan ibu berpikir demikian. Dengan begitu, aku tidak perlu memberikan penjelasan apa pun. Kupikir, aku bisa menghasilkan uang dan mengirimkan secara diam-diam. Namun, ternyata ibu dan Emilia justru pergi ke Oxfordshire, mengikuti ayah yang lebih dulu pindah ke sana,” tutur Grayson.
“Kau tidak melakukan kewajibanmu?”
“Aku membantu Gerald hingga istrinya meninggal, Tuan.”
“Kau pikir itu keputusan yang benar?”
“Aku tidak tahu Emilia sedang hamil.”
"Hamil atau tidak, tapi kau tetap memiliki tanggung jawab atas kebahagiaan istrimu!” tegas Hardin. “Pergilah ke Oxfordshire dan lihat Emilia! Dia jadi tulang punggung, dan harus bertanggung jawab atas kehidupan ibumu juga.” Hardin menggeleng tak mengerti. “Aku sama sekali tidak memahami ke mana arah pikiranmu.”
“Lalu, aku harus bagaimana?”
“Kau seorang pecundang!”
Aku mikirnya jauh ya
upss..kok cacingan sih..