Lin Muwan terkubur di makam kuno Permaisuri Qing dari Era Jingyuan yang tidak dikenal ketika menjalankan misi mencari jejak sejarah.
Namun, dia kemudian terbangun di tubuh selir Pangeran Kesembilan Dinasti Jing yang dibenci karena merupakan keturunan pemberontak. Lin Muwan kemudian menyadari bahwa dia datang ke masa saat Permaisuri Qing hidup.
Plum dan aprikot yang mekar di taman adalah kesukaannya, namun kehidupan yang bagus bukan miliknya. Hidupnya di ujung tanduk karena harus menghadapi sikap suaminya yang sangat membencinya dan masih mencintai cinta pertamanya. Dia juga mau tidak mau terlibat dalam persaingan takhta antara putra Kaisar Jing.
Pangeran Kedua yang lemah lembut, Pangeran Keempat yang penuh siasat, Pangeran Kesembilan yang dingin, siapakah di antara mereka yang akan menjadikannya Permaisuri? Dapatkah dia kembali ke kehidupan asalnya setelah hidupnya di Dinasti Jing berakhir?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zhuzhu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
EPISODE 1: MAKAM PERMAISURI QING
“Hati-hati!”
Suara halus Lin Muwan menggema memenuhi lorong gua yang panjang dan dingin. Meski di atas sana adalah gurun pasir, tetapi udara di bawah sini cukup dingin. Lin Muwan bahkan harus menggosok telapak tangannya berkali-kali meski telapak tangannya sudah dibungkus sarung tangan.
Beberapa orang di depannya memimpin jalan. Di antara sepuluh orang yang ada di gua tersebut, Lin Muwan adalah satu-satunya wanita di antara mereka.
Baru-baru ini mereka mendapat misi. Seorang pencari makam berhasil menemukan komplek pemakaman kuno di gurun pasir yang belum terjamah oleh tim peneliti dan sejarawan negara. Lin Muwan ditugaskan memimpin operasi ini dan harus kembali membawa hasil temuan ke markas.
Dia berpenampilan halus dan tenang. Jangan tertipu dengan wajah cantik dan suara halusnya. Meski dia berpenampilan feminim dan suaranya halus seperti wanita kebanyakan, dia adalah singa betina yang ganas di balik itu.
Selain seorang arkeolog, Lin Muwan juga seorang penembak jitu nomor satu dalam kelas penembak di markas. Kemampuan bela dirinya yang paling bagus. Otaknya sangat cerdas dibandingkan anggota lain.
Selain itu, dia mahir menggunakan banyak senjata. Dia juga menempati posisi teratas sebagai anggota yang prestasinya paling banyak dan pencapaiannya paling tinggi.
Dalam hidupnya, dia hanya mementingkan misi dan solidaritas antar rekan. Di luar itu, dia tidak terlibat hubungan apapun, termasuk hubungan asmara.
Lin Muwan tidak pernah menjalin hubungan dengan pria manapun. Mereka di markas menyebutnya sebagai biksuni palsu, yang menjauhkan diri dari asmara tetapi sangat menggilai ketenaran duniawi.
Lin Muwan terus berjalan menyusuri lorong gua mengikuti rekan-rekannya. Senter di kepala dan peralatan di tas punggung membuat tubuhnya terbiasa mengangkat beban berat. Ini seperti pencarian yang penuh tantangan, karena selain bergelut dengan hawa dingin, dia juga bertarung dengan waktu.
“Ketua Lin, sebelah sini!” seru salah satu rekannya.
Lin Muwan segera menghampiri mereka. Di ujung gua tersebut, terdapat sebuah aula besar berdinding batu yang di dalamnya terdapat banyak harta benda.
Guci emas, porselen ratusan tahun, perhiasan emas dan perak, patung-patung batu tua, dan banyak benda lainnya membuat mata Lin Muwan berbinar.
Tempat ini benar-benar tempat yang penuh dengan harta karun!
“Catat dengan baik! Aku akan menghukum kalian jika ada detail yang terlewat!”
Ketika rekan-rekannya sibuk mencatat temuan harta benda, Lin Muwan tanpa sadar berjalan mengitari aula tersebut dengan langkah pelan.
Tangannya terulur menyentuh relief-relief batu yang diukir di dinding aula. Meski bentuknya tidak terlalu jelas, itu menujukkan bahwa relief-relief ini dibuat untuk mengenang sebuah kisah.
Pada sudut aula, dia menemukan pecahan pembakar dupa yang sudah berdebu. Ketika dia memungutnya, dia menemukan serpihan sisa kelopak bunga yang sudah mengering dan menghitam. Mungkin karena tidak terkena pelapukan, sisa kelopak bunga ini masih utuh.
“Aprikot?”
Lin Muwan tanpa sadar bergumam setelah mencium bau samar dari sisa kelopak bunga tersebut. Penciumannya tidak mungkin salah.
Sisa bunga yang sudah mengering selama ratusan tahun ini adalah aprikot. Tangannya refleks mengambil potongan sisa bunga lainnya.
“Pembangun makam ini benar-benar punya selera unik.”
Selain aprikot, sisa bunga kering lainnya adalah plum dan botan. Di zaman ini, hanya ada sedikit perempuan muda yang menaruh minat pada bunga-bunga seperti ini.
Lin Muwan menyukai aprikot, plum, dan botan, sehingga dia bisa mengenali jenis itu meski sudah menjadi kelopak kering ratusan tahun.
Jika ketiga bunga itu disimpan di sini ratusan tahun lalu, maka apakah mungkin pembangun atau pemilik makam ini adalah seorang wanita?
Lin Muwan membuang sisa bunga kering tersebut ke tanah dan lanjut berkeliling. Pada satu titik, dia menemukan sebuah kotak persegi kecil terkubur di tanah. Entah kenapa dia merasakan sebuah ketertarikan asing yang membuatnya mengambil kotak tersebut dengan tangan kosong.
Dia meniup debunya. Isi kotak kecil tersebut adalah pecahan giok putih yang sudah tidak berbentuk dan sebuah tusuk konde berbentuk phoenix yang terbuat dari emas.
Jika direkonstruksi, kemungkinan pecahan giok itu adalah sebuah liontin yang hancur karena dilempar atau jatuh. Dia tanpa sadar mengambil serpihan giok tersebut dan merasakan keterikatan yang tidak asing.
“Perasaan apa ini? Mengapa aku merasa pernah melihatnya di suatu tempat?”
Lin Muwan tidak tahu berapa lama dia menatap giok tersebut. Dia tiba-tiba tersadar saat teriakan salah satu rekannya mengejutkannya.
“Ketua Lin, ada sebuah ruangan lagi di sini!”
Lin Muwan segera meletakkan serpihan giok tersebut di tempatnya dan mengantongi kotak tersebut. Dia berlari menghampiri tempat yang disebutkan oleh rekannya.
Di dinding aula, sebuah pintu batu bergeser dengan pahatan berbentuk rangkaian bunga melingkar, memperlihatkan sebuah ruangan sunyi yang menguarkan aura magis.
Lin Muwan tanpa sadar melangkah tanpa menghiraukan peringatan rekan-rekannya. Ruangan itu tidak terlalu besar, tetapi bahkan jauh lebih indah dan megah dari ruang sebelumnya.
Tidak ada benda berharga di ruangan itu kecuali sebuah peti mati batu di tengah ruangan dan beberapa rak berisi pakaian yang sudah lapuk termakan usia. Di atas rak-rak itu terdapat banyak tempat lilin dengan sisa lelehan berserakan di mana-mana.
Aroma dupa samar-samar tercium. Lin Muwan mengernyitkan dahinya. Komplek makam kuno ini sudah berusia ratusan tahun dan terkubur di bawah gurun pasir. Namun, mengapa masih menyisakan aroma seolah-olah makam ini baru dibangun puluhan tahun lalu?
Lin Muwan melangkah mendekati peti mati batu di tengah aula. Peti itu dibuat dengan ukiran yang sangat indah, seolah-olah mayat ratusan tahun di dalamnya adalah orang penting yang sangat berharga bagi seseorang.
Dari ukiran mewahnya dia bisa menebak bahwa si pembangun makam menghabiskan banyak biaya untuk membangun makam dan peti mati.
Ketika dia semakin dekat dengan peti mati, dia tiba-tiba merasakan perasaan sedih yang tiba-tiba saja muncul di hatinya.
Lin Muwan tiba-tiba merasakan kepedihan dan kesunyian yang menyeruak dari peti mati tersebut, membawanya kepada suatu perasaan yang belum pernah ia rasakan.
Komplek makam ini megah, terutama ruangan yang ini, tetapi mengapa Lin Muwan justru merasa sangat kesepian?
Rasanya seolah-olah dia telah terkubur di tempat ini selama ratusan tahun tanpa ada yang tahu. Rasanya seperti jenazah di dalam peti mati batu tersebut ingin dia menemaninya di sini dengan menularkan kesepian yang dirasakannya.
Di depan peti mati batu tersebut terdapat sebuah nisan dari batu. Nisan tersebut terletak di atas sebuah meja kecil yang di sisi kiri dan kananya terdapat tempat dupa dan persembahan.
Tangannya terulur menyentuh batu nisan tersebut, jarinya membersihkan debu yang menumpuk menutupi tulisan di depannya.
Rangkaian tulisan kuno berjejer membentuk sebuah kalimat setelah debu-debunya tersingkir. Lin Muwan seketika mengernyitkan dahi saat dia membaca tulisan di batu nisan tersebut.
Hawa dingin seketika menyeruak, aroma aprikot dan plum yang samar dari serpihan sisa bunga kering tiba-tiba tercium.
Makam istri tercinta, Qing Huanghou (Permaisuri Qing), Lin Muwan. Ditulis pada awal musim semi tahun pertama Jingyuan.
“Lin Muwan?”
Lin Muwan bergumam tanpa sadar. Mengapa tulisan di batu nisan itu malah berisi namanya? Lin Muwan tiba-tiba tertawa canggung.
“Sungguh suatu kebetulan.”
Ternyata, ini adalah makam seorang permaisuri. Tidak heran kompleknya begitu megah dan banyak harta benda jika yang dimakamkan di sini adalah seorang permaisuri dari Era Jingyuan.
Era Jingyuan?
Lin Muwan belum pernah mendengar tentang kerajaan itu sebelumnya. Mungkin saja itu sebuah kerajaan yang belum ditemukan catatannya dalam sejarah. Jika berhasil, itu akan menambah koleksi benda sejarang dari dinasti yang baru tercatat.
Suara gemuruh tiba-tiba terdengar saat hawa dingin semakin menjadi. Lin Muwan melihat dengan bingung ketika komplek makam tersebut tiba-tiba bergetar.
Debu-debu dari atas makam berjatuhan dan tanah bergetar seperti ada gempa bumi. Ruangan terguncang dan benda-benda berjatuhan.
Lin Muwan berusaha melarikan diri, tapi kakinya tidak bisa digerakkan. Sesuatu seperti mengikat kakinya dan memakunya di sini.
Ketika pintu batu yang menyambungkan ruangan ini dengan aula besar tiba-tiba tertutup, getaran di area tersebut semakin hebat.
Apakah dia akan mati terkubur… seperti permaisuri yang dimakamkan di sini?
Lin Muwan hanya tahu bahwa tubuhnya tidak bisa digerakkan. Ketika makam itu runtuh dan bebatuan menimpanya, dia hanya dapat mendengar secara samar suara rekan-rekannya meneriakkan namanya…
pengen getok aja tu kepala si changfeng
pada akhirnya jadi fatner yg sangat cocok karna tujuan yg sama