Rania Alesha— gadis biasa yang bercita-cita hidup bebas, bekerja di kedai kopi kecil, punya mimpi sederhana: bahagia tanpa drama.
Tapi semuanya hancur saat Arzandra Adrasta — pewaris keluarga politikus ternama — menyeretnya dalam pernikahan kontrak.
Kenapa? Karena Adrasta menyimpan rahasia tersembunyi jauh sebelum Rania mengenalnya.
Awalnya Rania pikir ini cuma pernikahan transaksi 1 tahun. Tapi ternyata, Adrasta bukan sekedar pria dingin & arogan. Dia manipulatif, licik, kadang menyebalkan — tapi diam-diam protektif, cuek tapi perhatian, keras tapi nggak pernah nyakitin fisik.
Yang bikin susah?
Semakin Rania ingin bebas... semakin Adrasta membuatnya terikat.
"Kamu nggak suka aku, aku ngerti. Tapi jangan pernah lupa, kamu istriku. Milik aku. Sampai aku yang bilang selesai."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sylvia Rosyta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PCTA 25
Mentari pagi merambat perlahan di balik tirai tipis kamar itu. Suara ombak dari kejauhan seharusnya memberi ketenangan. Tapi tidak untuk Rania. Gadis itu terbangun perlahan, matanya mengerjap, menyadari satu hal yang membuat dadanya terasa aneh.
Adrasta tertidur di tepi ranjangnya. Dengan posisi duduk, kepala bersandar di tepian kasur, seolah semalam ia tak bergeser sedikit pun dari sisinya. Ada perasaan asing menyusup. Hangat. Tapi juga getir. Rania diam memandangi wajah laki-laki itu. Dingin, keras, misterius... tapi ternyata juga bisa serapuh ini dalam diam.
Namun seketika ingatannya semalam kembali berputar. Percakapan lirih Adrasta di telepon. Kata-katanya. Kenyataan bahwa Adrasta selama ini memata-matai Rey. Bahwa Adrasta tahu Rey berniat menyakitinya sejak awal tapi membiarkan semuanya berjalan hanya demi bisa dekat dengannya.
Sebenarnya... siapa kamu, Adrasta? Musuhku? Atau pelindungku diam-diam? Jarak itu mulai terasa nyata di hati Rania. la bangkit pelan, tidak ingin membangunkan Adrasta. Ada kegelisahan yang menuntunnya... rasa ingin tahu yang terlalu besar untuk diabaikan.
Dan langkahnya pun membawanya ke salah satu sudut vila itu sebuah ruangan yang semalam pernah ia dengar samar dari percakapan Adrasta.
"Ruang memorinya..." batin Rania.
Pintu itu tidak terkunci. Dan saat ia mendorongnya perlahan... matanya membelalak. Seluruh dinding ruangan itu masih dipenuhi foto-foto Alina. Gadis yang sangat mirip dirinya. Senyum Alina terpampang di mana-mana, namun tidak ada satupun yang bisa menyamai tatapan luka yang tertinggal di mata Adrasta.
Ada satu benda yang membuat langkah Rania membeku. Sebuah perangkat kecil... voice recorder. Tangannya gemetar meraihnya. Ada label kecil di sana "Rekaman Terakhir - Alina."
Tanpa pikir panjang, Rania menekan tombol play. Dan suara Alina yang lembut namun bergetar karena ketakutan pun terdengar memenuhi ruangan.
"Adrasta... kalau suatu hari kamu dengar ini... mungkin aku sudah nggak ada. Aku tahu Rey makin gila. Dia marah karena aku menolaknya. Dia ancam aku... dia bilang kalau aku nggak bisa jadi miliknya, aku nggak boleh jadi milik siapa pun... bahkan bukan milikmu, Adrasta. Hati-hati sama Rey... dia bukan cuma berbahaya buat aku. Tapi juga buat orang-orang yang kamu sayangi nanti..."
Rekaman itu berhenti. Rania terpaku. Dadanya terasa kosong. Tangannya lemas memegang alat itu. Jadi... semua yang Adrasta katakan tentang Rey... benar adanya? Rey... lelaki yang selama ini ia kenal sebagai sosok penyelamatnya di masa lalu... ternyata adalah mimpi buruk dalam hidup Adrasta.
Dan sekarang, mimpi buruk itu sedang mengincarnya juga. Air mata Rania menetes tanpa sadar. Perlahan, kakinya melemah. la bersandar di dinding ruangan itu... bingung... kacau... terluka... dan takut.
Namun sebelum ia bisa menenangkan pikirannya, suara berat dan dalam itu tiba-tiba terdengar dari belakangnya. "Kamu nggak seharusnya ada di sini, Rania"
Suara Adrasta.
Suara yang entah kenapa, kali ini terdengar lebih... patah.
Rania membalikan tubuhnya dengan wajah penuh air mata. Dan untuk pertama kalinya, pandangan mereka bertemu dalam luka masing-masing.
Pagi itu... vila terasa sunyi. Tapi tidak untuk hati Rania. Ada badai yang berkecamuk di dalam dadanya. Pertanyaan-pertanyaan yang selama ini ia pendam... akhirnya pecah juga.
Dan orang itu - Adrasta pria paling misterius sekaligus paling membingungkannya... justru berdiri di hadapannya, diam, menatap tanpa berkedip.