NovelToon NovelToon
Belenggu

Belenggu

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / Selingkuh
Popularitas:12.3k
Nilai: 5
Nama Author: nenah adja

Dia terjerat dalam sebatas ingatan dimana sebuah rantai membelenggunya, perlakuan manis yang perlahan menjeratnya semakin dalam dan menyiksa.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nenah adja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Tidak Sepahit Sebelumnya

Valeri tidur dengan gelisah, bukan hanya karena dia yang takut dengan mimpi buruk yang akan muncul. Tapi juga karena perasaan tak enak hatinya atas perlakuannya pada Mario. Dari yang Valeri tahu pria paling tak suka jika di tolak. Tentu saja Valeri tahu kebutuhan biologis pria. Meski ingatannya terpaku di 18 tahun, tapi Valeri sudah mempelajari tentang reproduksi manusia. Jadi dia tahu tentang hubungan suami istri. Apalagi mungkin ini bukan pertama kalinya. Tentu saja mengingat dia sudah menikah dengan Mario. Bukankah dia juga sudah melakukannya dengan pria itu. Tapi dia yang kehilangan ingatannya pun tak bisa disalahkan, bukan? Dia tak ingat apakah benar pria itu suaminya atau bukan.

Sebab Valeri yang tak bisa tidur, dia memutuskan bangun dan mendudukan dirinya.

"Kamu tidak tidur?" Valeri jelas terkejut mendapati Mario disana. Pria itu duduk bersandar di sofa kecil dan memperhatikannya dengan tangan yang saling bertaut dan di topang tepian sofa.

"Kamu pulang?"

"Kamu tidak menjawab pertanyaan," tegasnya.

Valeri mencebik. "Aku udah tidur, tapi baru terbangun."

Pria itu menggeleng, lalu bangkit dari duduknya. "Tidak! Sejak tadi kamu gelisah."

Valeri mengeryit. Kenapa pria ini bisa tahu. Sejak kapan dia ada disana dan memperhatikannya? Valeri jelas tidak tertidur, meski matanya terpejam erat, tapi kenapa dia tak menyadari kedatangan Mario. Lagi, dan lagi?

"Kamu juga gak jawab pertanyaanku."

Mario tersenyum tipis. "Aku sudah pulang sejak tadi." Mario menyangga kedua tangannya di tepi ranjang, dan mencondongkan tubuhnya pada Valeri.

"Hilda bilang kamu tidak akan pulang?"

"Ya, tadinya. Tapi aku justru khawatir padamu." Mario merapikan rambut Valeri dan menyelipkannya ke belakang telinga.

"Khawatir?"

"Hm."

"Apa yang kamu khawatirkan?"

"Istriku baru saja sembuh, tidak mungkin aku meninggalkannya."

Benar saat pertama kali bangun di rumah sakit Valeri juga hanya menemukan Mario, meski wajahnya tak menampakkan wajah berarti, namun dia pasti khawatir padanya.

"Ingin aku temani?" tanya Mario. Matanya masih tajam, tapi Valeri mencoba untuk membiasakan diri. Mungkin beginilah Mario. Pria dingin, namun memperlakukannya dengan lembut.

"Aku, ingin minta maaf tentang tadi ... kau mengerti keadaanku, bukan. Aku tak mengingatmu, jadi bagaimana bisa-"

"Aku mengerti. Seharusnya aku juga tidak memaksamu. Kalau begitu tidurlah!" Mario merapikan selimut Valeri.

Valeri berbaring, namun saat Mario hendak pergi dia mencekal lengannya. "Kau akan kemana?"

"Aku akan tidur di kamar lain."

"Bukankah kau mau menemaniku?" Mario menyeringai.

"Kau tak takut aku melakukannya lagi?"

Wajah Valeri memerah. "Bu- bukannya kau tidak akan memaksaku?"

"Aku berjanji. Tapi sayang, pria mana yang hanya akan membiarkan istrinya terlelap di sebelahnya tanpa menyentuhnya?" Valeri melepas tangannya.

"Tidurlah. Aku akan tidur di sofa," putusnya. Mario berjalan ke arah sofa setelah membuka jasnya. Membuka satu kancing kemejanya lalu membaringkan diri di sofa.

Valeri masih terdiam menatap disana, bahkan saat Mario telah memejamkan matanya, Valeri masih menatap pria itu.

Lama dia terdiam, hingga dia merasa matanya mulai berat lalu terlelap.

Valeri terbangun di pagi hari dengan keringat yang membasahi tubuhnya. Mimpi buruknya muncul lagi. Kali ini Valeri di kurung di sebuah gudang gelap yang kotor, saking kotornya para tikus mengigiti kaki dan tangannya. Valeri melihat tangannya yang nampak baik- baik saja juga kakinya yang juga tak terluka sama sekali.

"Ada apa?" Valeri menoleh dan menemukan Mario berdiri di depan pintu kamar mandi.

Pria itu nampak setengah telanjang dengan hanya mengenakan handuk melingkar di pinggangnya.

Valeri menggeleng, lalu segera turun. "Aku mau ke kamar mandi," katanya lalu berjalan ke arah kamar mandi dengan melewati Mario. Namun karena terlalu terburu-buru Valeri tersandung kakinya sendiri hingga hampir terjatuh andai Mario tak segera menangkapnya.

"Hati- hati!" Valeri mengerjapkan matanya saat kini dia berhadapan dengan dada bidang Mario, kedua tangannya bahkan menyentuh bagian dadanya yang masih basah. Aroma sabun yang menyeruak seolah membuat Valeri semakin tenggelam dalam lamunan yang tak seharusnya.

Permukaan dada keras Mario membuat Valeri berpikir seberapa kuat pria ini. Tangan Valeri merambat ke bagian bawah dada dimana terdapat bekas luka disana. Nampak luka tersebut sepertinya sudah lama hingga hanya menimbulkan bekas di permukaan kulit.

"Kau baik- baik saja?" pertanyaan Mario menarik Valeri kembali dari lamunannya.

Valeri menegakkan tubuhnya. "Terimakasih."

"Jangan ceroboh kalau tidak mau melukai dirimu sendiri." Mario menoyor lembut dahinya, hingga Valeri mengerucutkan bibirnya.

"Memang siapa yang mau jatuh."

"Tapi kamu selalu begitu."

Valeri mengusap tengkuknya. "Kalau gitu aku mandi dulu." Valeri melanjutkan langkahnya menuju kamar mandi lalu menutup pintu.

Saat Valeri keluar dari kamar mandi dia melihat Mario sudah siap dengan stelan kerjanya. Valeri berjalan ke arah walk in closet lalu membuka lemarinya dan meraih sebuah dress untuk dia kenakan. Saat Valeri muncul Mario tengah mengenakan jam tangannya lalu menoleh.

"Sudah selesai?"

"Hm." Valeri berjalan ke arah meja rias untuk menyisir rambutnya yang masih berantakan. Namun baru saja akan melakukannya, tangan Mario mengambil alih sisir di tangannya.

"Aku bisa sendiri." Namun Valeri membiarkan Mario melakukannya. Saat pria itu melakukannya Valeri terus menatapnya dari cermin di depannya.

Mario tak menjawab, dan hanya fokus pada rambut panjang Valeri.

"Aku ingin bertanya." kata Valeri saat Mario masih merapikan rambut basahnya.

"Hm?"

"Kenapa di lemari hanya ada pakaian berwarna putih?"

"Kamu tidak suka?"

"Bukan, hanya merasa aneh."

"Aku yang pilihkan semua itu," ucap Mario.

"Kenapa semua warna putih?"

"Aku suka putih." Valeri merasa genggaman tangan Mario di rambutnya sedikit mengencang. Meski tidak terasa sakit, namun itu membuat Valeri menatap Mario dengan heran.

"Kenapa?" Mario menunduk dan perlahan melepas tangannya yang seolah tanpa sadar meremas rambut Valeri.

"Tidak ada alasan, hanya suka melihat kamu memakai pakaian putih."

"Kenapa? Sebelumnya kamu tidak protes dengan warna?" tanya Mario.

Valeri menggeleng. "Mungkin karena tidak ingat." Valeri tak mengerti dengan kehidupannya sebelumnya. Apakah dia selalu tunduk pada apa yang Mario ucapkan, hingga apapun yang Mario lakukan dia selalu menerimanya.

"Selesai, ayo kita sarapan." Mario mengulurkan tangannya dan di sambut oleh Valeri. Keduanya keluar dari kamar dengan saling bergandengan, hingga tiba di meja makan. Seperti kemarin Valeri harus duduk di pangkuan Mario lalu menyuapi pria itu dari piring dan sendok yang sama. Sebenarnya Valeri cukup risi, sebab dia harus melakukan ini di hadapan para pelayan yang berjejer dan siaga saat mereka membutuhkan sesuatu.

"Bolehkah, aku keluar rumah?" tanya Valeri saa mereka mengakhiri sesi makan.

"Kamu ingin jalan- jalan?" Valeri menggeleng.

"Hanya melihat- lihat sekitar."

Mario mengangguk. "Hilda akan menemanimu."

"Aku bisa sendiri."

"Dengan Hilda, atau tidak sama sekali."

"Baiklah," ucap Valeri dengan pasrah.

"Sekarang minum obatmu." Mario membuka botol obat lalu mengeluarkan satu tablet untuk dia berikan pada Valeri.

"Sampai kapan aku memakannya?" Valeri melihat obat di tangan Mario.

"Sampai kamu sembuh."

"Aku baik- baik saja."

"Kamu masih tidak ingat aku."

"Itu pahit." protesnya.

Mario terkekeh, lalu memasukkan obat tersebut kedalam mulutnya. Dan tanpa di duga Mario mendekat untuk menciumnya.

Valeri tertegun saat lidah Mario mendorong obat tersebut kedalam mulutnya. Tak lama Mario meminum air lalu kembali mendekatkan dirinya untuk memasukkan air di mulutnya dan mengalirkan obat di mulut Valeri.

"Sudah tidak pahit?"

"Tidak sepahit sebelumnya." Wajah Valeri memerah.

1
Erna Wati
semoga nanti Mario akan mencintai valery.bahkan lebih dr yg Valery rasakan..Mario akan bucin akut kn Thor?🤣🤣
Dinda Putri
mario mulai goyah... bikin mario bucin akut Thor🤭
mbu ne
penasaran.. dibagian yg Mario menyesal setelahnya....(eh...ada bagian itu nanti ngga Thor?)..🤭
Agus Tina
Aku lebih suka Valerie dan Mario tidak bersatu ... tetlalu biasa cetitanya klu mrk dibiarkan bersatu dan bahagia selamanya ...
Lia Haeliah
nanti omongan valeri jadi kenyataan mario hidup dalam kesendirian kesedihan meratapi Valerie yang ga mau kembali dan terlanjur benci sama Mario
Dinda Putri
bikin Mario cinta mati sama valerry thor biar kapok tuh Mario greget banget 😤😤😤
Saadah Rangkuti
lanjut thor...
mbu ne
deg2an bacanya
Dinda Putri
semangat up thor
Erna Wati
malang sekali sabib Valery
Debu Nakal
nice
rini apriyanti
bagus banget banget ceritanya,alurnya gak monoton dan gak banyak tokoh, recommended
Saadah Rangkuti
akankah valery bisa lari dari Mario?
Saadah Rangkuti
oh ternyata....😭😭😭
Saadah Rangkuti
dan jangan sampai kau menyesal Mario!! 😶😶
Saadah Rangkuti
semoga berhasil valeri
Myra Myra
pergi jauh dari Mario...kasihan vio
Naila Saputri
bagus cerita
Vay
💜💜
mbu ne
Mario, jangan sampai terlambat menyadari perasaan kamu yg sebenarnya ke Valeri ya...
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!