NovelToon NovelToon
Istriku Berubah Setelah Hilang Ingatan

Istriku Berubah Setelah Hilang Ingatan

Status: tamat
Genre:Selingkuh / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Crazy Rich/Konglomerat / CEO Amnesia / Cinta Seiring Waktu / Gadis Amnesia / Pelakor jahat / Tamat
Popularitas:356.4k
Nilai: 5
Nama Author: Itha Sulfiana

Edward terkejut saat istrinya yang hilang ingatan tiba-tiba mengajukan gugatan cerai kepadanya.

Perempuan yang selama empat tahun ini selalu menjadikan Edward prioritas, kini berubah menjadi sosok yang benar-benar cuek terhadap apapun urusan Edward.

Perempuan itu bahkan tak peduli lagi meski Edward membawa mantan kekasihnya pulang ke rumah. Padahal, dulunya sang istri selalu mengancam akan bunuh diri jika Edward ketahuan sedang bersama mantan kekasihnya itu.

Semua kini terasa berbeda. Dan, Edward baru menyadari bahwa cintanya ternyata perlahan telah tumbuh terhadap sang istri ketika perempuan itu kini hampir lepas dari genggaman.

Kini, sanggupkah Edward mempertahankan sang istri ketika cinta masa kecil perempuan itu juga turut ikut campur dalam kehidupan mereka?

*Sedang dalam tahap revisi

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Itha Sulfiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Perhatian kecil

Usai memarkirkan mobil di depan rumah, Edward langsung menggendong Silva masuk ke dalam kamar. Dibaringkannya perempuan itu ke atas tempat tidur dengan hati-hati.

Kemudian, Edward memasangkan selimut untuk menutupi tubuh wanita itu hingga bagian dada.

"Istirahatlah! Aku mau kembali ke rumah sakit dulu."

Edward mengusap puncak kepala Silva lalu berdiri hendak pergi dari sana.

"Ed, jangan pergi!" cegah Silva. Dia tiba-tiba bangun kemudian memeluk lengan kiri Edward dengan erat.

"Tapi, aku sudah janji ke Nana kalau aku akan kembali ke rumah sakit untuk menemaninya, Sil."

"Tapi, kepalaku pusing sekali, Ed," ujar Silva beralasan. "Kamu di sini saja, ya! Toh, Nana juga sudah ada yang menemani."

Silva sengaja memegang kepalanya sambil berakting menahan rasa sakit.

"Berbaringlah!" Edward membantu Silva untuk merebahkan kepalanya diatas bantal.

Dan, perempuan itu tentu saja tak mau menyia-nyiakan kesempatan. Dia langsung mengalungkan lengannya di leher pria itu dengan erat.

"Sil, lepas! Apa yang kamu lakukan?"

"Tolong jangan pergi! Kamu tahu kalau aku takut sendirian, kan?"

Air mata Silva mulai menetes. Ia menangis dengan ekspresi yang benar-benar menyedihkan.

Dan, seperti biasa, Edward pasti akan langsung luluh jika Silva menunjukkan sisi lemahnya.

"Baiklah. Aku nggak akan kemana-mana. Aku akan temani kamu di sini," ujar Edward yang akhirnya mengalah.

Mendengar keputusan Edward, Silva langsung tersenyum lebar. Ia memeluk pria itu erat-erat. Sementara, Edward sendiri diam-diam mengirimkan pesan kepada Nana.

Edward yakin, Nana pasti akan mengerti.

[Na, kondisi Silva sedang nggak baik-baik saja. Dia nggak bisa ditinggal. Jadi, aku nggak bisa kembali ke rumah sakit untuk menemani kamu. Kamu sama Rossa dulu, ya! Besok, aku janji akan temani kamu selama 24 jam penuh.]

Terkirim.

*

Ting!

Kening Nana tampak berkerut saat mendengar bunyi dari ponselnya. Dia yang sedang berbincang ringan bersama Dylan dan Rossa sontak mengecek pesan yang masuk.

Seketika, Nana langsung tersenyum miring saat membaca pesan yang dikirimkan oleh Edward.

"Pesan dari siapa, Na?" tanya Rossa.

"Dari Edward," jawab Nana.

"Dia bilang apa?"

Nana lalu menunjukkan isi pesan Edward kepada sang sahabat.

"See? Dia beneran nggak balik ke sini, kan?"

Rossa menggeram kesal. Ternyata, Edward tidak serius dalam memperjuangkan Nana. Tetap saja, Edward menempatkan Nana di prioritas kedua setelah Silva.

"Gimana proses perceraian kamu, Na? Apa sudah ada kemajuan?" tanya Rossa kemudian.

"Mungkin, surat panggilan sidang sebentar lagi akan datang."

"Aku sudah nggak sabar untuk melihat laki-laki plin-plan itu menangis, Na."

"Aku juga," sahut Nana tersenyum.

Nana tidak berharap bahwa Edward akan menangis karena kehilangan dirinya. Namun, Edward pasti akan menangis karena pria itu akan kehilangan banyak uang setelah bercerai dengan Nana.

"Na, apa kamu lapar? Mau aku pesankan sesuatu?" tanya Dylan.

"Aku mau cake stroberi dari Heaven's Cake," jawab Nana.

"Oke. Aku pesan sekarang."

Pria itu melangkah sedikit menjauh dari Nana dan Rossa. Ia menelepon sang asisten pribadi untuk membelikan apa yang Nana minta.

"Ekhem!" Rossa berdehem sambil menyenggol lengan sang sahabat.

"Belum cerai saja, sudah ada yang perhatian. Gimana kalau sudah cerai? Pasti, yang antri mau jadi pacar kamu jauh lebih banyak, Na," bisik Rossa ditelinga Nana.

Mata Nana langsung mendelik. Dia mencubit perut Rossa hingga sang sahabat langsung meringis kesakitan.

"Sakit, Na!" protes Rossa.

"Jangan bicara sembarangan, Ros! Aku dan Dylan cuma sahabat masa kecil."

"Jangan bohong!" sahut Rossa. "Aku tahu kalau diantara kalian ada cerita yang belum selesai. Jujur saja! Dylan cinta pertama kamu, kan?"

"Rossa!" Mata Nana melotot. Dia memperingatkan Rossa untuk berhenti menggodanya.

"Apa, Na?" sahut Rossa tertawa. "Kalau aku jadi kamu sih, pasti Dylan sudah ku pepet. Secara, dia jauh lebih tampan dan muda dibanding Edward. Belum lagi, dia juga putra tunggal dari salah satu orang terkaya di negara kita."

Nana kehilangan kata-kata. Mendadak, pipinya memerah karena merasa malu. Sepasang matanya tampak memperhatikan wajah Dylan yang masih fokus menelepon dengan seksama.

Ya, sahabat masa kecilnya itu memang sangat tampan. Selain itu, Dylan memiliki kepribadian yang begitu hangat dan baik.

Memang sulit bagi setiap wanita untuk menahan diri agar tak jatuh cinta pada putra mahkota keluarga Ferrel tersebut.

Tiba-tiba, terbersit sebuah pertanyaan dalam benak Nana.

Andai dulu Dylan tidak pindah ke luar negeri, akankah kisah mereka akan berbeda?

*

*

*

"Ed, ada yang mau aku bicarakan," ucap Silva dengan suara lembutnya.

"Ada apa, Silva?"

Silva bangkit dari posisi tidurnya. Punggungnya yang tampak rapuh, ia sandarkan pada kepala ranjang.

"Apa aku boleh pinjam uang?" tanya Silva dengan nada memelas.

"Pinjam uang? Untuk apa?" selidik Edward dengan nada curiga.

"Rumahku yang ada di kampung halaman sedang direnovasi, Ed. Tapi, ditengah-tengah jalan, aku tiba-tiba kehabisan biaya. Ehmm... Apa kamu bisa memberikan uang supaya renovasinya bisa dilanjutkan kembali?" tanya Silva dengan perasaan deg-degan.

"Berapa banyak yang kamu butuhkan?"

"500 juta."

"Apa!? 500 juta?" pekik Edward kaget.

Renovasi apa yang membutuhkan uang sebanyak itu? Itu sama saja dengan membeli rumah baru. Padahal, seingat Edward, rumah Silva dikampung halamannya sangatlah kecil.

Mustahil, anggarannya bisa sebesar itu.

"Iya, Ed. Kamu mau kan, meminjamkan uang itu untuk aku?"

"Aku hanya bisa meminjamkan setengahnya saja, Silva. 250 juta. Kamu mau?"

"Tapi, aku butuhnya 500 juta, Ed!"

"Maaf! Kalau sebanyak itu nggak bisa. Aku juga harus mengirim uang untuk Mama dan juga adikku bulan ini."

Tiba-tiba, Edward teringat kembali kepada Nana. Nana mana pernah meminta uang sebanyak itu kepadanya? Malah, Nana yang selalu mengajarinya untuk menabung uangnya saja. Padahal, ujung-ujungnya, uang itu malah Edward bagi-bagikan kepada Silva, sang Ibu, dan juga adiknya tanpa sepengetahuan Nana setiap bulannya.

"Oke. Nggak apa-apa. Aku akan cari tambahannya dengan cara lain."

Meski nominalnya masih sangat jauh, namun Silva harus bisa menerima. Daripada tidak ada sama sekali, kan?

Kekurangannya, nanti akan Silva cari dengan jalan menjual seluruh perhiasan miliknya. Agak berat memang. Namun, nama baiknya tetap lebih berharga dibanding semua perhiasan yang dia miliki.

"Untung saja, perhiasan-perhiasan yang diberikan Edward harganya cukup lumayan. Setidaknya, bisa untuk membungkam mulut laki-laki sialan itu."

Silva menghela napas kasar. Setelah uangnya terkumpul, dia pun kembali membuat janji dengan sang mantan suami.

"Uangnya sudah terkumpul. Berikan nomor rekeningmu!" ucap Silva melalui sambungan telepon.

"Aku ingin uang itu secara cash. Datang ke hotel Marriott dua hari lagi, tepat pukul 8 malam. Terlambat sedikit saja, maka videomu akan sampai kepada laki-laki kesayanganmu itu!"

"Jangan main-main denganku, Brengsek! Aku bisa..."

Tut.

Panggilan diputus secara sepihak. Silva nyaris membanting ponselnya saking kesalnya. Mantan suaminya benar-benar mempermainkan dirinya.

1
Sulati Cus
cerita yg bagus walaupun ada typo dikit
Memyr 67
𝗀𝗂𝗌𝖾𝗅𝗅𝖾 𝗅𝖺𝗀𝗂. 𝗌𝗂𝖺𝗉𝖺 𝗌𝗂𝗁 𝗀𝗂𝗌𝖾𝗅𝗅𝖾?
Memyr 67
𝖺𝗅𝗂𝗄𝖺 𝗂𝗇𝗀𝗂𝗇 𝗆𝖾𝗇𝗂𝗄𝖺𝗁𝗂 𝖽𝗒𝗅𝖺𝗇 𝖺𝗍𝖺𝗎 "𝗆𝖾𝗇𝗀𝗎𝗋𝖺𝗌" 𝗁𝖺𝗋𝗍𝖺 𝗄𝖾𝗅𝗎𝖺𝗋𝗀𝖺 𝖽𝗒𝗅𝖺𝗇?
Memyr 67
𝖾𝖽𝗐𝖺𝗋𝖽 𝗀𝗈𝖻𝗅𝗈𝗀𝗇𝗒𝖺 𝗇𝗀𝗀𝖺𝗄 𝖺𝖽𝖺 𝗈𝖻𝖺𝗍. 𝗌𝖾𝖻𝖾𝗅𝗎𝗆 𝗌𝖾𝖻𝖾𝗅𝗎𝗆𝗇𝗒𝖺 𝗌𝗎𝖽𝖺𝗁 𝗌𝖾𝗋𝗂𝗇𝗀 𝖽𝗂𝖻𝗈𝗁𝗈𝗇𝗀𝗂 𝗌𝗂𝗅𝗏𝖺 𝗍𝖺𝗉𝗂 𝗌𝖾𝗅𝖺𝗅𝗎 𝗆𝖾𝗆𝖻𝖾𝗅𝖺 𝗌𝗂𝗅𝗏𝖺 𝖽𝖺𝗇 𝗆𝖾𝗇𝗒𝖺𝗅𝖺𝗁𝗄𝖺𝗇 𝗇𝖺𝗇𝖺. 𝗍𝖾𝗋𝗎𝗌 𝗄𝖾𝗇𝖺𝗉𝖺 𝗌𝖾𝗄𝖺𝗋𝖺𝗇𝗀 𝗆𝖺𝗋𝖺𝗁 𝗆𝖺𝗋𝖺𝗁? 𝗀𝗈𝖻𝗅𝗈𝗀 𝖺𝗐𝖾𝗍 𝖻𝖾𝗇𝖾𝗋 𝖾𝖽𝗐𝖺𝗋𝖽
Memyr 67
𝗄𝖾𝗇𝖺𝗉𝖺 𝗃𝗎𝗀𝖺 𝖽𝖺𝗇𝗂 𝗆𝖺𝗋𝖺𝗁? 𝖽𝗂𝖺 𝖽𝖺𝗇 𝖺𝗇𝖺𝗄𝗇𝗒𝖺, 𝗌𝖺𝗆𝖺 𝗌𝖺𝗆𝖺 𝗀𝗈𝖻𝗅𝗈𝗀
Memyr 67
𝖼𝖾𝗐𝖾𝗄 𝗌𝖾𝗀𝗈𝖻𝗅𝗈𝗀 𝗌𝗂𝗅𝗏𝖺, 𝗇𝗀𝗀𝖺𝗄 𝖺𝗄𝖺𝗇 𝗍𝖺𝗎 𝗄𝖾𝗅𝖾𝖻𝗂𝗁𝖺𝗇 𝖼𝖾𝗐𝖾𝗄 𝗅𝖺𝗂𝗇 𝖽𝗂𝖻𝖺𝗇𝖽𝗂𝗇𝗀𝗄𝖺𝗇 𝖽𝗂𝖺.
Memyr 67
𝗂𝗇𝗂 𝗅𝖺𝗀𝗂. 𝗄𝖾𝗇𝖺𝗉𝖺 𝖾𝖽𝗐𝖺𝗋𝖽 𝗍𝗂𝖻𝖺 𝗍𝗂𝖻𝖺 𝗂𝗄𝗎𝗍?
Memyr 67
𝗌𝗂𝖺𝗉𝖺 𝗂𝗍𝗎 𝗀𝗂𝗌𝖾𝗅𝖾? 𝖺𝖽𝖺 𝗁𝗎𝖻𝗎𝗇𝗀𝖺𝗇 𝖺𝗉𝖺 𝗀𝗂𝗌𝖾𝗅𝖾 𝖽𝖺𝗇 𝖾𝖽𝗐𝖺𝗋𝖽?
Memyr 67
𝖾𝖽𝗐𝖺𝗋𝖽 𝗃𝗎𝗀𝖺 𝗀𝗈𝖻𝗅𝗈𝗀𝗇𝗒𝖺 𝗇𝗀𝗀𝖺𝗄 𝗌𝖾𝗆𝖻𝗎𝗁 𝗌𝖾𝗆𝖻𝗎𝗁. 𝗂𝗇𝗀𝗂𝗇 𝗆𝖾𝗋𝖾𝖻𝗎𝗍 𝖼𝗂𝗇𝗍𝖺 𝗇𝖺𝗇𝖺, 𝗍𝖺𝗉𝗂 𝗍𝖾𝗋𝗎𝗌 𝖻𝖾𝗋𝗌𝗂𝗄𝖺𝗉 𝗆𝖾𝗆𝖻𝖾𝗅𝖺 𝗌𝗂𝗅𝗏𝖺.
Memyr 67
𝗌𝗂𝗅𝗏𝖺 𝗀𝗈𝖻𝗅𝗈𝗀𝗇𝗒𝖺 𝗇𝗀𝗀𝖺𝗄 𝗌𝖾𝗆𝖻𝗎𝗁 𝗌𝖾𝗆𝖻𝗎𝗁. 𝗎𝖺𝗇𝗀 𝖾𝖽𝗐𝖺𝗋𝖽 𝗂𝗍𝗎 𝖽𝖺𝗋𝗂 𝖺𝗒𝖺𝗁𝗇𝗒𝖺 𝗇𝖺𝗇𝖺. 𝗍𝖺𝗇𝗉𝖺 𝖻𝖺𝗇𝗍𝗎𝖺𝗇 𝗎𝖺𝗇𝗀 𝗍𝗋𝗂𝗅𝗂𝗎𝗇𝖺𝗇 𝖽𝖺𝗋𝗂 𝖺𝗒𝖺𝗁𝗇𝗒𝖺 𝗇𝖺𝗇𝖺, 𝖾𝖽𝗐𝖺𝗋𝖽 𝗂𝗍𝗎 𝖼𝗈𝗐𝗈𝗄 𝗆𝗂𝗌𝗄𝗂𝗇.
Memyr 67
𝗌𝖾𝗍𝗎𝗃𝗎 𝖺𝗄𝗎, 𝖼𝗈𝗐𝗈𝗄 𝗌𝖾𝗀𝗈𝖻𝗅𝗈𝗀 𝖾𝖽𝗐𝖺𝗋𝖽 𝖽𝗂𝗍𝗎𝗋𝗎𝗇𝗄𝖺𝗇 𝖽𝖺𝗋𝗂 𝗉𝗈𝗌𝗂𝗌𝗂 𝗍𝖾𝗋𝗍𝗂𝗇𝗀𝗀𝗂 𝖽𝗂 𝗉𝖾𝗋𝗎𝗌𝖺𝗁𝖺𝖺𝗇.
Memyr 67
𝖾𝖽𝗐𝖺𝗋𝖽 𝖻𝖺𝗋𝗎 𝗌𝖺𝖽𝖺𝗋 𝗄𝖺𝗅𝖺𝗎 𝖽𝗂𝖺 𝖻𝗈𝖿𝗈𝗁?
Memyr 67
𝖾𝖽𝗐𝖺𝗋𝖽 𝗆𝖾𝗇𝗀𝖺𝗄𝗎𝗂 𝗇𝖺𝗇𝖺 𝗒𝗀 𝗍𝖾𝗋𝗁𝖾𝖻𝖺𝗍, 𝗍𝖾𝗋𝗎𝗌 𝗌𝗂𝗅𝗏𝖺 𝗒𝖺𝗇𝗀 𝗍𝖾𝗋𝖼𝗂𝗇𝗍𝖺? 𝖻𝖾𝗇𝖾𝗋𝖺𝗇 𝗆𝗈𝖽𝖾𝗅 𝖼𝗈𝗐𝗈𝗄 𝗀𝗈𝖻𝗅𝗈𝗀
Memyr 67
𝖻𝖺𝗇𝗒𝖺𝗄 𝗍𝗈𝗄𝗈𝗁 𝗍𝗈𝗄𝗈𝗁 𝗒𝗀 𝗀𝗈𝖻𝗅𝗈𝗀 𝖽𝗂 𝖼𝖾𝗋𝗂𝗍𝖺 𝗂𝗇𝗂 𝗒𝖺? 𝖾𝖽𝗐𝖺𝗋𝖽, 𝖼𝗈𝗐𝗈𝗄 𝗀𝗈𝖻𝗅𝗈𝗀, 𝗒𝖺𝗇𝖺, 𝖼𝖾𝗐𝖾𝗄 𝗁𝗈𝖻𝗅𝗈𝗀, 𝗍𝖾𝗋𝗎𝗌 𝗇𝖺𝗇𝗍𝗂 𝗆𝖺𝗌𝗂𝗁 𝖺𝖽𝖺 𝗒𝗀 𝗅𝖺𝗂𝗇𝗇𝗒𝖺?
Memyr 67
𝗌𝗂𝖺𝗅 𝖻𝖾𝗇𝖾𝗋 𝗇𝖺𝗇𝖺. 𝗆𝖾𝗇𝗂𝗄𝖺𝗁𝗂 𝖼𝗈𝗐𝗈𝗄 𝗌𝖾𝗀𝗈𝖻𝗅𝗈𝗀 𝖾𝖽𝗐𝖺𝗋𝖽. 𝖼𝗎𝗆𝖺 𝗄𝖺𝗋𝖾𝗇𝖺 𝗆𝖺𝗌𝖺 𝗅𝖺𝗅𝗎, 𝗆𝖾𝗆𝖻𝗎𝖺𝗇𝗀 𝖻𝖾𝗋𝗅𝗂𝖺𝗇 𝖽𝖺𝗇 𝗆𝖾𝗋𝖺𝗐𝖺𝗍 𝖻𝖺𝗍𝗎 𝗄𝖺𝗅𝗂.
Evy
Dapat ATM zonk...emang enak?
Evy
Teman yang tidak tahu diri memang harus digituin...
Evy
Apa Silva pura pura hamil ya...
Evy
Pasti ketemu mantan tuh...
Evy
Uang yang sudah dipinjam Samuel... mungkin tak akan dikembalikan... yang ada. cuma capek nagihnya...
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!