Ayla Navara, merupakan seorang aktris ternama di Kota Lexus. Kerap kali mengambil peran jahat, membuatnya mendapat julukan "Queen Of Antagonist".
Meski begitu, ia adalah aktris terbersih sepanjang masa. Tidak pernah terlibat kontroversi membuat citranya selalu berada di puncak.
Namun, suatu hari ia harus terlibat skandal dengan salah seorang putra konglomerat Kota Lexus. Sialnya hari ini skandal terungkap, besoknya pria itu ditemukan tewas di apartemen Ayla.
Kakak pria itu, yang bernama Marvelio Prado berjanji akan membalaskan dendam adiknya. Hingga Ayla harus membayar kesalahan yang tidak diperbuatnya dengan nyawanya sendiri.
Namun, nyatanya Ayla tidak mati. Ia tersadar dalam tubuh seorang gadis cantik berumur 18 tahun, gadis yang samar-samar ia ingat sebagai salah satu tokoh antagonis di dalam novel yang pernah ia baca sewaktu bangku kuliah. Namun, nasib gadis itu buruk.
“Karena kau telah memberikanku kesempatan untuk hidup lagi, maka aku akan mengubah takdirmu!” ~
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Joy Jasmine, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27 ~ Hiduplah Dengan Bahagia
Tawa yang lepas itu tak lepas dari kedua mata tajam Edric, dalam hati ia merasa sedikit cemburu karena bukan dia yang menjadi alasan gadis itu tertawa. Namun tak dapat dipungkiri juga ia terpesona dengan wajah cantik dingin yang sangat berbeda saat tertawa lepas seperti ini.
.
.
.
Keduanya kini telah berada di dalam mobil Edric, sedang dalam perjalanan pulang menuju mansion Lawrence.
"Ada hubungan apa kamu dengan Darier?" tanya Edric memecah keheningan yang tercipta sedari tadi.
"Untuk apa Bapak tahu?" balas Alice acuh tak acuh. Bukan bermaksud untuk tidak sopan, ia memang hanya terbiasa bersikap dingin pada orang lain.
"Tentu saja saya harus tahu," tegas Edric sembari menoleh ke arah gadis itu.
"Bapak kan bukan siapa-siapa saya, memangnya punya hak apa Bapak untuk tahu urusan saya?" balas Alice sarkas, meski ia sedikit terbawa perasaan pada pria ini tapi Alice tidak akan mudah goyah.
Hening.
Edric tidak lagi menjawab perkataan Alice, ia memilih diam dan fokus dengan jalanan di depannya.
Dan diamnya pria itu membuat Alice merasa tidak nyaman, entah kenapa hatinya merasa sedih ketika tidak lagi mendapat tanggapan dari Edric.
'Ah, sudahlah!' batinnya.
Ia pun mengalihkan pandangannya ke arah jendela mobil, matahari yang telah setengah tertidur itu memancarkan cahaya oranye kemerahan. Sangat cantik ketika cahaya itu memancar pada gedung-gedung tinggi menjulang yang Alice pandang.
Saat tiba di depan mansion matahari telah tertidur sepenuhnya, perannya kini digantikan oleh bulan sabit yang indah, ditemani oleh jutaan bintang yang berkelap-kelip memenuhi langit malam yang cerah itu.
Alice tidak bergerak sama sekali, rupanya gadis itu telah tertidur dengan sangat lelap. Edric ingin membangunkannya namun tidak tega, akhirnya ia kembali menghidupkan mesin mobil dan memacu kuda besi itu untuk bergerak kembali.
Ia membawa gadis itu berputar sekali lagi, dalam satu putaran daerah kalangan elit ini membutuhkan waktu kurang lebih dua puluh menit.
Alice mengerjap, perlahan kedua kelopak matanya terbuka. Mata sayu itu menatap keadaan di luar, daerah ini telah ia kenali. Sebentar lagi akan sampai mansion, pikirnya.
Ia lalu beralih menatap pria itu, yang sedari tadi diam entah karena marah atau apa. Alice tidak tahu itu.
Tiba-tiba Edric menoleh, tatapan keduanya bertemu namun tidak lama karena Edric harus kembali fokus pada jalan di depannya.
"Jadilah pacar saya!" ujar Edric yang lebih seperti sebuah perintah.
Alice tergugu, sepertinya telinganya tengah bermasalah. "Bapak bilang apa?" tanyanya memastikan.
"Jadilah pacar saya," ulangi Edric dengan nada datar yang sama. Tidak ada romantisnya sama sekali. Pria itu bahkan tidak menatapnya selagi mengatakan hal itu, ia lebih fokus pada jalan di depannya.
Hening tercipta lagi.
Alice kini seperti tidak bisa berpikir, baru saja ingin membuka mulut untuk menolak.
"Saya tidak menerima penolakan! Dan saya tidak akan mengulangi sebuah kalimat sampai tiga kali."
"Hah?" Entah kenapa Alice merasa aura pria ini menjadi berbeda, seakan seperti orang lain. "Apa maksud Bapak?"
Edric tidak menjawab, ia menghentikan mobil dan melepas seatbelt kemudian menyondongkan tubuhnya ke arah Alice yang masih mematung.
Alice yang melihat sinyal bahaya juga ingin melepas seatbeltnya. Namun tangannya terasa bergetar hingga ia menjadi panik sendiri. Tanpa sadar bahwa tubuh mungilnya telah terperangkap oleh tubuh besar seorang pria.
Edric meniup rambut Alice yang masih menunduk berusaha melepas seatbelt yang tiba-tiba macet itu. Merasa ada angin hangat yang menyapu lembut helaian rambutnya ia mendongak dan seketika terkaget, "Astaga."
Namun ia terpaku, melihat wajah Edric yang mendekat ia tidak tahu harus berbuat apa. Entah kenapa ketika menghadapi pria ini, semua isi kepalanya seakan menjadi kosong. Akhirnya ia refleks memejam kedua netranya dan terdiam dengan wajah yang tegang.
Reaksi yang sangat lucu bagi Edric, ia langsung meraih ponselnya dan mengambil gambar wajah lucu ini. Kemudian tersenyum dengan sangat cerah. Lalu membantu melepas seatbelt gadis itu.
Sedangkan Alice yang tidak merasa di apa-apa kan perlahan membuka kedua matanya. Namun baru saja terbuka ia langsung dibuat melek ketika Edric tiba-tiba melayangkan sebuah kecupan singkat di bibirnya.
"Jangan dekat dengan pria manapun lagi! Kamu adalah gadisku sekarang!" bisik pria itu tepat di samping telinga Alice, membuat tubuh gadis itu seketika meremang.
Ia tidak tahu lagi harus berbuat apa, tubuhnya sungguh terpaku kaku tidak dapat bergerak. Otaknya kosong, jantungnya berdetak dengan sangat kencang. Dalam hati Ayla merutuk, reaksi tubuh ini sungguh berlebihan menurutnya.
Namun tak dapat dipungkiri bahwa ia sedikit menikmati perasaan ini. Perasaan yang telah Ayla matikan di dunianya sejak orang itu pergi.
Apakah ia sudah melupakan kakak Lio nya?
Entahlah perasaan ini gamang untuknya. "Apa kau tidak mau turun? Ini sudah sampai di mansionmu," ujar Edric membuat kesadaran gadis itu kembali.
Buru-buru ia mendorong tubuh pria itu kemudian membuka pintu mobil dan menutupnya dengan bantingan yang keras. Edric tersenyum, lalu membuka jendela mobil dan berteriak, "Mulai sekarang panggil saya KAKAK jika di luar kampus!"
Alice tetap berjalan, memasuki gerbang dan tidak menoleh sedikitpun. Ia sudah terlalu malu untuk menunjukkan wajah kepiting rebus nya.
Masuk ke dalam mansion ia disemprot oleh Lucy yang sudah menunggu di ruang tamu.
"Aku hanya berkunjung ke butik, Cy. Mencari udara segar," jelas Alice cepat. Setelahnya ia berlari masuk ke dalam kamar.
Berbaring dan menatap langit-langit kamar berwarna merah muda itu, warna yang sungguh sinkron dengan suasana hatinya kini.
Lalu terbayang wajah Edric saat tadi menciumnya. "Uh, aku malu sekali," keluhnya sembari menutup wajah dengan kedua tangan.
Ia terlihat seperti remaja yang baru pertama kali jatuh cinta, maklum saja baik itu Ayla maupun Alice memang tidak pernah punya pengalaman berpacaran.
Saat Alice mengejar-ngejar Aldric juga karena tekanan orangtua dan Sylvia. Dan Ayla tahu itu, tapi Ayla tetap membenci tokoh Alice karena perilakunya yang sangat jahat pada pemeran utama.
Bagaimanapun saat membaca sebuah cerita, tentu antagonis adalah tokoh yang tidak disukai, meski dibalik mengapa ia jahat ada alasannya tersendiri.
Gadis itu menutup wajahnya hingga tidak sadar terlelap.
.
.
.
"Kak Lio, tunggu aku!" pekik seorang anak perempuan sembari berlari mengejar seorang anak lelaki di depannya.
"Lala, kenapa kesini? Kan sudah kakak bilang jangan ikutin kakak!" marah sang anak lelaki namun tetap berlari kembali hanya untuk menggandeng tangan gadis kecil itu.
"Kak, kenapa mereka mengobrak-abrik panti?"
"Mereka menginginkan kakak, karena itu kakak harus pergi."
"Tapi aku mau ikut dengan Kakak."
Anak lelaki itu berlutut, mencoba memberi pengertian pada sang gadis kecil.
"Kakak janji akan kembali untuk menjemputmu... Ini, simpan ini baik-baik!" ujar anak lelaki itu sembari memberikan kalung yang ia pakai, kalung dengan liontin bulan dan bintang yang di desain khusus hanya untuknya.
"Mereka di sana, kejar!" teriak seorang pria kemudian segerombol orang mulai mengarah pada mereka.
Dua anak itu kembali berlari, cukup lama hingga gadis kecil itu tak kuat lagi dan jatuh tersungkur, membuat pegangan tangannya seketika terlepas.
"Lala, ayo bangun!" ucap sang anak lelaki sembari membantu gadis kecil itu untuk bangkit.
"Lala sudah capek Kak."
Dari kejauhan, orang-orang tadi telah memantau. Salah satu dari mereka mengeluarkan pistol dan mengarahkannya pada kedua anak itu.
DORRR
Suara pistol menggema, membuat tubuh gadis kecil itu bergetar. "Kak," lirihnya sembari menatap anak lelaki yang sedang memeluknya erat.
"Pergilah!"
"Tidak mau."
"Pergilah Lala!" ujar anak lelaki itu terbata-bata.
"Tidak mau," kekeh gadis kecil itu dengan tangis yang telah pecah.
"Pergi atau kakak tidak akan mau bertemu dengan mu lagi."
"Tapi Kak."
Anak lelaki itu mendorong tubuh sang gadis kecil. Karena ancaman Kakak Lio nya, Akhirnya sang gadis kecil bangkit namun masih enggan berlari.
"Lala, hiduplah dengan bahagia!"
"KAK LIO." Alice memekik bangun dari mimpinya.
Matanya terasa sembab, mungkin terlalu banyak menangis dalam mimpi hingga terbawa ke dunia nyata.
"Kak Lio...."
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Tbc.
🌼🌼🌼🌼🌼
tembak tembak tembak
🤣🤣🤣