Reina, seorang siswi yang meninggal karena menjadi korban buly dari teman temannya.
Di ujung nafasnya dia berdoa, memohon kepada Tuhan untuk memberikan dia kesempatan kedua, agar dia bisa membalas dendam pada orang orang yang telah berbuat jahat padanya.
Siapa sangka ternyata keinginan itu terkabul,
dan pembalasan pun di mulai.
Tetapi ternyata, membalas dendam tidak membuatnya merasa puas.
Tidak membuat hatinya merasa damai.
Lalu apa yang sebenarnya diinginkan oleh hatinya?
Ikuti kisahnya dalam
PEMBALASAN DI KEHIDUPAN KEDUA
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mama Mia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
12
.Jam pulang sekolah tiba. Reina sudah keluar dari ruang kelas bersama Baim.
"Aku punya sesuatu untukmu, sudah aku kirim ke emailmu!" ucap baim sambil berjalan.
"Apa itu?" Reina mengerutkan kening.
"Buka saja namti kalau sampai di rumah. Kau pasti senang. Itu pasti sangat bermanfaat bagimu."
"Ish, kamu sok misterius!" Reina memukul lengan Baim.
“Sini! Jangan jauh-jauh jalannya!” seru Baim sambil menarik tangan Reina agar merapat padanya.
“Lepas, Im, ah…!” seru Reina sambil berusaha melepas tangannya dari genggaman Baim. “Nanti mereka mengira kita pacaran,” lanjut Reina.
Tapi sayang, bukan melepaskan, Baim malah mempererat genggamannya. “Memangnya kenapa kalau mereka berpikir begitu? Kamu malu kalau misalnya punya pacar culun kaya aku…?” tanya Baim yang sudah menghentikan langkahnya, dan menatap Reina dalam. Suara baim yang dingin membuatnya menelan ludah.
Reina tahu, di balik kacamata tebal itu, netra Baim menyorotnya dengan tajam. Tapi sungguh. Demi Tuhan, bukan seperti itu maksud Reina. Dalam hati, Reina sendiri tidak pernah menilai Baim atau siapa pun dari segi tampilan fisiknya. Justru sebenarnya belakangan ini Reina merasa Baim bukanlah cowok culun seperti pandangan teman-temannya.
Dalam hati, Reina sering bertanya-tanya tentang jati diri Baim. Tidak mungkin jika seorang siswa SMA biasa menguasai teknik IT. Dan juga tampilan Baim, walaupun terlihat dari luar tampak culun, Reina selalu merasa ada yang tersembunyi dari diri Baim
“Bukan seperti itu maksudku.” Reina menggelengkan kepalanya. “Tapi bagaimana dengan dirimu? Apa tidak masalah kau berpacaran dengan siswi termiskin di sekolah ini? Dan bahkan sebegitu miskinnya aku hingga sering jadi korban bullying.” Reina mengutarakan maksudnya agar Baim tak salah paham padanya.
“Aku tidak keberatan. Jadi jangan berpikir seperti itu lagi!” Nada bicara Baim telah berubah kembali menjadi hangat, dan itu membuat Reina merasa lega.
“Baiklah, kalau begitu aku tak akan sungkan lagi!” Reina menggenggam tangan Baim sambil tersenyum.
“Ok, kita jalan.” Reina senang karena Baim sudah mau tersenyum. Sungguh, Reina tak pernah menyangka Baim, teman sebangku yang dulu sering dia abaikan, justru bersamanya lah kini Reina merasa nyaman.
Lalu keduanya pun kembali melangkah, dengan jemari yang saling terpaut.
“Reina!!!”
Seorang cowok berteriak memanggil Reina dari arah belakang mereka ketika mereka baru saja beberapa langkah berjalan.
Reina menoleh, dan dilihatnya Sena sedang mengejar mereka. Reina menghentikan langkahnya, kemudian dengan dua tangannya dia bergelayut menggandeng lengan Baim. Seakan sengaja ingin menunjukkan itu pada Sena. Baim merasakan hal itu dan tersenyum.
Sena menghentikan langkahnya ketika mereka sudah berhadapan. Tatapan matanya menatap lekat ke arah tangan Reina yang menggandeng lengan Baim.
Apa-apaan ini? Kenapa ada sisi hatinya yang tidak rela melihat Reina menggandeng tangan Baim? Bukankah dia tak pernah peduli dengan Reina? Bukankah dia sejak dulu tak pernah menyukai Reina? Kedekatannya dengan Reina, sedari dulu tak ada hal lain selain dia yang memang sengaja memanfaatkan otak cerdas Reina. Tak lebih dari itu.
Sejak dulu Sena tahu kalau Reina memang memendam rasa suka padanya. Dan Sena tak pernah ada niat untuk membalas rasa suka itu, tetapi justru dengan sengaja memanfaatkan perasaan Reina padanya agar Reina menurutinya dan selalu dengan sukarela mengerjakan semua tugas-tugas sekolah Sena. Dan berhasil. Sena selalu menduduki peringkat kelas berkat otak cerdas Reina.
“Ada apa?” Nada datar dari suara Reina membuyarkan lamunan Sena. Ini bukan Reina yang dia kenal dulu. Reina yang dulu, jangankan menunggu Sena menghampirinya, justru Reina lah yang selalu mencari kesempatan agar bisa mendapatkan perhatian dari Sena.
“Bisa kita bicara berdua saja? Di kantin seperti biasa, aku akan mentraktirmu!” ucap Sena.
“Mentraktir ya? Seperti biasanya kan? Menu sisa kemarin yang diolah ulang oleh pemilik kantin. Yang itu kan?” Reina bertanya.
Tapi bagi Sena itu seperti bukan pertanyaan. Itu ejekan. Sena terkesiap mendengarnya. Suara Reina bukan hanya datar tapi juga dingin. Dan apa tadi? Reina bahkan sekarang bisa menyuarakan dan mengungkit tentang apa yang pernah diberikan Sena untuknya.
Bukankah dulu Reina menerima apa pun yang dia berikan? Bukankah dulu Reina selalu tampak senang dan gembira dengan apa pun itu asalkan dia yang membelikannya, dan selalu bersyukur bisa makan gratis? Tapi kenapa sekarang berubah?
“Ah, tentu saja tidak. Maaf untuk masa yang telah lalu. Sekarang aku akan mentraktirmu sama dengan apa yang aku makan. Atau kalau kau mau, kau juga bisa memilih sendiri yang kau sukai.” Jawab Sena terbata.
Sena merutuki dirinya sendiri, kenapa dia sampai harus minta maaf. Sena bingung dengan dirinya.
“Tapi sekarang sudah jam pulang sekolah, dan aku sudah harus pulang!”
“Aku akan mengantarmu!” sahut Sena cepat.
“Tidak perlu, aku sudah janjian dengan Baim!” Reina menoleh ke arah Baim. “Kita pulang sekarang?”
Baim menoleh juga ke arah Reina dan tersenyum, "Tentu," jawabnya. Ditepuk ya tangan Reina yang melingkar di lengannya. Menatap kembali ke arah Sena, lalu melangkah tanpa suara terucap dari bibirnya. Reina pun mengikutinya dengan tangan masih menggandeng lengan Baim.
Sena mengiringi kepergian mereka dengan raut tak percaya. Matanya terpaku pada tangan Reina yang yak melepas lengan Baim sedikitpun. Kenapa dia merasa tak rela, Reina melakukan itu pada cowok lain. Harusnya Reina hanya menempel padanya seperti dulu. Kenapa tiba-tiba dadanya terasa sesak?
Sena menggelengkan kepalanya berkali-kali. “Ah tidak pasti mataku ini salah. Reina itu hanya jatuh cinta padaku. Mana mungkin dia menyukai si culun itu. Tapi, apa benar itu Reina? Dan anak culun itu? Kenapa mereka terlihat berbeda? Kenapa aku melihat mereka seperti dua orang asing!” gumam Sena.
Sena mencoba mengingat-ingat kembali beberapa pertemuan antara dia dengan Baim. Seingatnya dulu Baim tidak seperti itu. Baim si kutu buku, Baim si culun, Baim yang juga sering menjadi korban bullying. Tapi kenapa sekarang tiba-tiba berubah?
Penampilannya memang masih sama seperti dulu. Rambut klimis, dan kacamata tebal serta pakaian kedodoran. Tapi cara bicara dan tatapan matanya berbeda. Pembawaannya juga berbeda, tak lagi suka menunduk dan berbicara gugup.
Reina berubah dan Baim pun juga. Kenapa bisa bersamaan? Dan kenapa sepertinya mereka kompak sekali? Banyak hal yang tak dimengerti, dan dia tidak suka itu. Namun, yang paling tidak dia suka adalah kenapa Reina begitu akrab dengan Baim. Kenapa Reina tak lagi menempel padanya, apakah Reina tak lagi tertarik padanya, apakah Reina sudah menyerah mengejarnya, kenapa dia tidak suka Reina menyerah?
baru komen setelah di bab ini✌️✌️. maaf ya kak Author
ini setting murid SMA kan? kalau di sebelah kuliah, apakah kaka author berkolaborasi dalam membuat cerita?
bagaimana ya kira² klo tahu reina ternyata justru anak kandungnya 🤔🫣