Wira, pria pemalas yang sering membuat orang tuanya marah. Selain pemalas, Wira juga seorang pengangguran dan hobby menyaksikan film dewasa.
Suatu hari, Wira mengalami peristiwa yang membuatnya tiba-tiba berada di dunia lain dan terjebak dalam masalah tujuh wanita cantik yang menganggap mereka adalah bidadari.
Untuk memecahkan misteri keberadaannya di dunia itu, mau tidak mau Wira harus menjadi pelindung tujuh bidadari tersebut.
Berbagai masalah pun menghampiri Wira, termasuk masalah asmara terlarang antara manusia dan para bidadari.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rcancer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pertarungan Di Pagi Hari
"Kakek Sugi! keluar kamu!" teriak seorang pria di depan salah satu rumah warga, di saat hari belum terlalu siang.
Pria bertubuh besar dengan perut agak buncit itu nampak begitu berang. Dari wajah seramnya, tergambar jelas kalau pria itu sedang dirasuki amarah.
"Kakek Sugi! Kamu mau keluar atau aku dobrak pintu rumah kamu!" suara pria itu kembali menggelegar.
"Iya, iya!" terdengar sahutan dari dalam rumah, sahutan dari pria tua dengan suara agak gemetar.
Pria tua itu membuka pintu lalu keluar rumah dengan wajah terlihat panik dan ketakutan. "Ada apa, Warto? Pagi pagi sekali kamu sudah datang ke rumah saya?" tanya pria tua agak tergagap.
"Ada apa, ada apa! Kamu pura pura lupa apa gimana, hah!" bentak pria yang dipanggil Warto. "Gara-gara kamu, sepagi ini aku harus bangun dan datang kesini! Sekarang, cepat! Mana uang yang kamu janjikan kemarin, hah!"
Pria tua itu agak membungkukkan tubuhnya sembari menangkup kedua tangan dengan gemetar. "Ampuni saya, Warto. Pagi ini uangnya belum ada. Bukankah saya kemarin bilang, uangnya baru ada nanti sore."
"Halah, nggak usah banyak omong!" bentak Kang Warto garang. "Kamu pikir aku tidak tahu kalau di rumah kamu ada tamu yang menginap! Pasti mereka kasih uang sama kamu, kan?"
"Astaga!" pekik Kakek Sugi. "Mereka hanya tamu biasa, Kang. Mereka hanya numpang nginap. Siang ini juga, mereka akan segera pergi dari sini."
"Tidak perlu bohong!" bentak Kang Warto. "Cepat serahkan uangnya, atau senjata ini akan melukai leher kamu!" ancamnya sambil mengacungkan senjata.
"Kakek tidak bohong!" seru istri dari pria tua dari ambang pintu. Wanta tua itu mendekat ke tempat Kakek dengan wajah yang juga sama ketakutannya. "Kami akan usahakan, uangnya ada nanti sore. Tolong, Kang, kasih kami waktu."
"Halah! Kalian pikir aku percaya? Tidak!" pria itu lantas mengacungkan senjata tajam ke arah leher kakek tua. "Cepat serahkan uang kalian sekarang juga. Jika tidak, kalian harus tanggung akibatnya."
"Hentikan!" terdengar suara teriakan lantang yang membuat pria bersenjata tajam langsung menoleh.
Matanya menyipit dengan kening berkerut, saat menatap sosok pria muda yang sudah berdiri di ambang pintu. Pria muda itu langsung melangkah menghampiri sepasang nenek dan kakek.
"Apa kamu tidak malu, pagi pagi buta sudah bikin ribut di rumah orang?" hardik pria muda bernama Wira.
"Apa urusannya sama kamu! Kamu berani sama saya!" Warto tidak terima begitu mendapat sindiran dan hinaan dari pria yang usianya terlihat lebih muda darinya. "Ini bukan urusan kamu! Lebih baik kamu minggir, daripada kamu ..."
"Kamu apa!" Wira memotong ucapan Kang warto dengan tatapan yang menantang. "Paling orang kayak kamu bisanya cuma ngancam doang."
"Apa!" bentak Warto tak terima. "Kamu nantangin aku!"
"Cihh! Pengecut! Beraninya sama orang tua," ejek Wira. Tentu saja ejekan tersebut semakin menyulutkan emosi Kang Warto.
"Lawan aku kalau berani!" teriak Kang Warto lantang dan tanpa pikir panjang dia langsung melayangkan senjata tajam di tangannya ke arah Wira. "Hiyaaat!"
Dak!
Dengan sigap tangan kiri Wira langsung menangkis tangan Warto yang mengayukan senjatanya. Lalu tangan kanan Wira mengepal dan secepatnya melayangkan kepalan tersebut hingga sukses mendarat pada dada lawannya.
Warto berteriak kencang dengan tubuh hampir terhempas ke belakang. Warto semakin tidak terima. Pria itu kembali melakukan penyerangan. Namun lagi lagi Wira berhasil menahan serangan dan juga menyerang balik pria bersenjata tajam. tersebut.
Semakin sering menerima serangan dari Wira, Warto semakin emosi. Namun dia masih tidak mau kalah dari anak yang usianya jelas terlihat jauh lebih muda dari dia.
Warto lantas memberi serangan dengan membabi buta. Namun sayang, usahanya selalu gagal dan dia berkali jali jatuh tersungkur. Beberapa bagian tubuhnya sudah terlihat lebam serta beberapa bagian, juga mengeluarkan darah.
Dakh!
Bugh!
Dezig!
"Akh!" Warto memekik panjang dengan tubuh terhempas ke tanah.
Wira langsung mengambil tindakan. Dia mendekat lalu telapak kakinya dia arahkan ke leher Warto. Pria yang terkapar itu berusaha memberontak, tapi sayang tenaganya yang sudah habis, membuat Warto berusaha menahan injakan kaki Wira.
"Gimana rasanya menjadi manusia tidak berdaya, hah! Masih berani ngasih ancaman lagi!" bentak Wira dengan segala amarah yang dia tahan.
"Ampuni saya, Tuan. Ampun," pria itu memohon dengan suara agak bergetar dan terbata.
"Apa alasannya, aku harus mengampuni kamu? Bukankah kamu tadi juga tidak mau mengampuni Nenek Kakek itu?" balas Wira.
Warto terbungkam dengan segala rasa takut yang semakin mendera.
"Sekarang kamu akan aku lepaskan. Jika kamu masih mengganggu Nenek dan Kakek itu lagi, aku tidak akan segan segan menghabisimu, paham!" ucapnya sambil mengangkat kaki yang menginjak leher Kang Wira.
"Terima kasih, Tuan, terima kasih," dengan segala rasa sakit yang mendera sekujur tubuhnya, Warto berusaha bangkit.
"Pergi dari sini! Dan jangan berani berani kamu mengusik mereka lagi!" bentak Wira. Pria itu langsung pergi dengan segala rasa takut dan juga dendam karena tidak terima dengan kekalahannya.
"Wuihh, kang Wira hebat!" seru salah satu bidadari.
Ketujuh bidadari tadi menyaksikan langsung perkelahian Wira sembari menenangkan Kakek dan Nenek. Mereka semua berada di depan teras dekat pintu saat Wira bertarung melawan penjahat.
"Terima kasih, Den Wira, terima kasih," ucap Nenek dengan mata yang sudah basah. Wanita itu langsung mendekap tubuh Wira begitu pemuda itu berada di hadapannya.
"Udah, nggak apa apa, Nenek tidak perlu takut, mereka sudah pergi," ucap Wira sembari mengusap punggung Nenek agar bisa lebih tenang.
"Tapi dia pasti akan datang lagi, Den. Nenek takut," rintih Nenek masih diiringi dengan isakan.
"Emang orang itu siapa, Nek?" tanya salah satu bidadari.
"Dia adalah Warto, anak buahnya Juragan Suloyo," sang Kakek yang menjawab. "Juragan Suloyo selalu meminta upeti dengan jumlah yang sangat besar."
"Loh, dia kan juragan? Kok malah minta upeti?" tanya Dewi hijau heran.
"Dia bukan hanya juragan, tapi sekaligus menjabat pemimpin kampung, Neng. Sejak dia memimpin kampung ini, warga menjadi sangat menderita, karena permintaan upeti yang sangat mencekik."
"Astaga!" pekik para bidadari. "Lalu, apa sudah ada warga yang berani lapor pada kerajaan?" tanya dewi Ungu.
"Tidak ada yang berani," jawab Kakek. "Kita semua diancam. Jika ada yang berani lapor ke penguasa paling tinggi, kami akan dibunuh."
"Ya ampun!" pekik Wira. "Harusnya kalian bersatu, melawan pemimpin yang kejam seperti itu."
"Kami tidak memiliki keberanian. Jika ada yang berani melawan, maka nyawa akan melayang," ucap Nenek yang masih berada dalam dekapan Wira.
Wira pun menggeleng tidak percaya. Dia tidak menyangka dengan nasib yang menimpa Nenek Kakek tersebut. "Apa sudah pasti, mereka akan kembali lagi kesini?"
"Sudah pasti, Den Wira. Pasti dia akan datang dengan gerombolan lainnya nanti."
"Wah, bisa bahaya ini, kalau mereka ditinggal?" gumam Wira lirih.
berarti masih ada enam bidadari lagi yang mesti di cairkan...hahahhaa...
dengan keahlian jemarimu itu Thor, bisalah di selipkan nama nama pembaca cowok sebagai tokohnya, pastinya kan kami pasti mengagumi karyamu ini Thor..
Moso yoo cuma tokoh Wira saja toohh...hihihiiiiii ngarep banget sih saya yaaaa...🤭🤭🤭
..hemmm
wes, tambah lagi kopinya Thor, gulanya dikiiiiitt aja...
🤭