Irene Larasati seorang polisi wanita yang ditugaskan menyamar sebagai karyawan di perusahaan ekspor impor guna mengumpulkan informasi dan bukti sindikat penyeludupan barang-barang mewah seperti emas, berlian dan barang lainnya yang bernilai miliaran. Namun, bukannya menangkap sindikat tersebut, ia malah jatuh cinta kepada pria bernama Alex William, mafia yang biasa menyeludupkan barang-barang mewah dari luar negri dan menyebabkan kerugian negara. Alex memiliki perusahaan ekspor impor bernama PT Mandiri Global Trade (MGT) yang ia gunakan sebagai kedok guna menutupi bisnis ilegalnya juga mengelabui petugas kepolisian.
Antara tugas dan perasaan, Irene terjerat cinta sang Mafia yang mematikan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reni t, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19
Ckiiit!
Mobil Lamborghini berwarna kuning sontak menginjak pedal gas saat melihat seorang anak kecil berlari ke tengah jalan tanpa pengawasan orang dewasa. Beruntung, mobil mewah itu tidak sempat menyentuh tubuh mungil anak laki-laki berusia tujuh tahun tersebut, tapi tetap saja, karena terkejut tubuh mungilnya terjatuh di aspal.
"Astaga!" decak sang pengendara mobil, terkejut sekaligus kesal, bergegas membuka pintu lalu berlari menghampiri anak tersebut. "Kamu gak apa-apa, Dek? Kenapa kamu nyebrang sendiri? Di mana orang tua kamu?"
"William!" seru Wilona, berlari menghampiri Willi dengan perasaan khawatir sekaligus kesal. "Kamu gak apa-apa, 'kan? Kenapa lari ke tengah jalan, hah? Untung kamu gak ketabrak. Kalau kamu sampe ketabrak, bisa mati kamu!"
"Huaaa! Sakit, Kak Wilo! Sakit bangat, haaaa!" teriak William, menangis histeris menatap lututnya yang terluka dan mengeluarkan darah segar.
Laki-laki berusia pertengahan 40 itu berjongkok tepat di depan William. "Lutut kamu terluka, Dek. Kita ke Rumah Sakit, ya."
Wilona memandang wajah pria itu dengan tajam. "Anda juga, kenapa Anda kebut-kebutan di jalan? Untung kembaran aku gak ketabrak, kalau dia sampe ketabrak, emangnya Anda mau tanggung jawab, hah? Mentang-mentang orang kaya."
Pria itu terdiam, memandang wajah Wilona dengan kening dikerutkan. Ucapan anak itu mengingatkannya kepada seseorang dan kejadian di depan matanya kembali membangkitkan memori beberapa tahun silam. Apa yang baru saja diucapkan oleh anak perempuan berambut panjang itu sama persis seperti apa yang pernah ia dengar, bahkan raut wajahnya pun menunjukkan ekspresi yang sama dengan seseorang yang ia kenal di masa lalu.
"Kalian kembar?" tanyanya, memandang wajah William dan Wilona secara bergantian.
Meskipun tengah kesakitan, William tetap menganggukkan kepala, menyeka air mata yang membasahi kedua sisi wajahnya. "Ia, kami kembar, aku William dan ini kakakku, namanya Wilona," jawabnya dengan dada naik turun menahan isakan.
"William?"
Willi menganggukkan kepala.
"Waah, nama kita hampir sama. Nama Om, Alex William. Ko bisa kebetulan gini, ya," ucap Alex, dengan senyum lebar.
Wilona mendengus kesal, seraya berkancah pinggang. "Ko Anda malah ketawa gitu sih? Cepat bawa kembaran aku ke Rumah Sakit!" pintanya dengan suara lantang khas anak kecil.
"O iya Om lupa. Kita ke Rumah Sakit sekarang, ya. Luka kamu harus diobati," jawab Alex, meraih tubuh mungil William lalu berjalan menuju mobil.
Sementara Wilona hanya berdiri di tempatnya dengan helaan napas panjang. Bagaimana jika ibunya tahu apa yang menimpa sang adik? Ia akan disalahkan dan dicap sebagai kakak yang tidak mampu menjaga adiknya sendiri. Meskipun mereka kembar, tapi sebagai seorang kakak ia merasa harus bertanggung jawab atas keselamatan adiknya sendiri.
Alex menghentikan langkahnya tepat di depan pintu mobil, menoleh dan memandang wajah Wilona dengan senyum kecil. "Kenapa kamu masih disitu? Kamu gak mau ikut sama kami?"
Lagi-lagi Wilona mendengus kesal, melangkah menghampiri dengan wajah masam. "Ya ikutlah, masa nggak. Kalau kembaran aku diculik sama Om, gimana?" jawabnya dengan sinis, membuka pintu mobil bahkan sebelum Alex memintanya.
Alex mendudukan William di jok yang sama dengan Wilona, memasangkan sabuk pengaman di tubuh mereka berdua. Matanya memandang lekat wajah keduanya, sesuatu yang aneh tiba-tiba mengusik relung hatinya yang paling dalam.
"Wilona mengingatkan saya sama Irene. Wajahnya pun hampir mirip sama dia, tapi rasanya gak mungkin kalau si kembar beneran anaknya. Dunia gak sesempit itu, Alex," batinnya, berbicara kepada diri sendiri.
***
Dua jam kemudian di Rumah Sakit. Kedua lutut William dibalut menggunakan perban berwarna putih, berbaring di ruang UGD usai mendapatkan perawatan dari Dokter. Wilona senantiasa mendampingi kembarannya, berdiri di samping ranjang seraya menggenggam telapak tangan sang adik.
"Lain kali jangan kayak gitu lagi, Willi. Kalau kamu sampe kenapa-napa, Ibu pasti sedih," ucap Wilona, memandang perban di kedua lutut William.
"Iya, Kak. Aku minta maaf," rengek Willi dengan suara lemah. "Aku janji gak akan kayak gitu lagi, tapi kakak jangan bilang sama Ibu, ya."
Wilona menghela napas panjang. "Jangan bilang gimana? Lutut kamu diperban, gak bilang pun Ibu pasti taulah."
Alex yang baru saja menebus resep obat yang diberikan Dokter, melangkah memasuki ruangan, memandang wajah si kembar secara bergantian. "Rumah kalian di mana? Om anterin, ya."
"Ya harus dong, emangnya bisa kita pulang sendiri?" ketusnya dengan sinis.
Alex tersenyum ringan, sikap Wilona bahkan raut wajahnya terlihat lucu dan menggemaskan. "Kalian mau makan di restoran dulu? Om yakin kalian pasti lapar," ucapnya.
"Nggak usah, kami gak lapar!" jawab Wilona dengan ketus.
Akan tetapi, apa yang ia ucapkan tidak sejalan dengan cacing diperutnya yang tiba-tiba berbunyi seolah memprotes pernyataan Wilona. Anak itu memegangi perutnya sendiri dengan wajah memerah menahan malu. Sedangkan Alex, tersenyum lebar, memandang perut mungil anak berusia tujuh tahun itu.
"Yakin, kamu gak lapar?" tanyanya.
"Kakak bohong, tadi waktu di jalan, Kakak bilang pengen cepet pulang karena laper, 'kan?" tanya Willi yang juga menyunggingkan senyuman yang sama seperti Alex.
"Ya ... ya ... e-emang tadi Kakak laper, tapi sekarang--"
"Ya udah, Om bakalan traktir kalian makan di restoran. Katakan, kalian mau makan apa? Pokoknya, kalian bebas milih mau makan di mana," sela Alex, memandang keduanya secara bergantian. "Anggap aja, ini sebagai bentuk permohonan maaf Om sama kalian, oke?"
Wilona tidak memiliki pilihan selain menganggukkan kepala, membiarkan William memilih sendiri ingin makan apa. Lagi pula, perutnya benar-benar tidak dapat lagi di kompromi dan terus saja mengeluarkan bunyi berisik karena sudah menahan lapar sedari tadi.
***
Atas permintaan William sendiri, Alex membawa si kembar ke restoran Padang yang berada di kota tersebut, kota kecil yang terkenal dengan gunung tertinggi di Jawa Barat, yaitu gunung Ciremai yang terletak di kota Kuningan.
Si kembar makan dengan lahap, memakan hampir seluruh lauk yang ia pesan. Alex memandang wajah keduanya, menopang dagu menggunakan kepalan tangan. Rasanya pasti senang apabila ia memiliki sepasang anak kembar, meskipun hal tersebut mustahil terjadi karena hingga detik ini pun ia masih melajang. Ya, sejak ditinggalkan oleh Irene Larasati, Alex seolah tidak tertarik kepada wanita. Lebih memilih melanjutkan bisnis ilegalnya dan memperkaya diri sendiri.
"Makannya pelan-pelan, Willi, Wilo, nanti keselek lho," ucap Alex dengan senyum kecil.
William hendak menimpali ucapan Alex, tapi suara ponsel yang berdering nyaring membuatnya menahan keinginan tersebut. Anak itu menoleh dan memandang wajah sang kakak.
"Hp Kakak bunyi. Itu pasti Ibu," ucapnya dengan mulut yang penuh dengan makanan.
Wilona yang tengah mengunyah makanan, segera merogoh tas sekolah miliknya lalu meraih ponsel canggih dari dalam sana.
"Beneran, ini Ibu," ucapnya, memandang layar ponsel.
"Ya udah, angkat," pinta William.
"Sini, biar Om yang angkat, Ibu kalian past khawatir karena kalian belum pulang," pinta Alex, merasa harus bertanggung jawab atas si kembar.
Tanpa berpikir panjang, Wilona menyerahkan ponsel miliknya yang masih berdering kepada Alex. "Nih, Om bilang sendiri sama Ibu. Jelasin sama Ibu, kenapa kita pulang terlambat."
Bersambung ....
mampus kau david,habis ni kau akan liat kemurkaan dan kemarahan bang alex 🤭😅😅