Bagaimana jadinya saat tiba - tiba ibumu menanyakan saat ini berapa umurmu dan menawari hadiah ulang tahunmu yang ke 21 dengan hadiah jodoh?.
"Nis, Nisa sekarang umurmu berapa?." Tanya Dewi tiba-tiba saat masuk kamar putrinya. Nisa yang ditanya sang ibu pun langsung menjawab tanpa menaruh kecurigaan sedikitpun karena memang sang ibu terkadang sangat random. " Dua puluh tahun sebelas bulan ".
" Berarti sudah boleh menikah, hadiah ulang tahunnya jodoh mau? "Jawab sang ibu yang membuat Nisa kaget dan langsung tertawa.
Nisa yang sudah hafal betul tentang kerandoman ibunya pun berniat meladeni pembicaraan ini yang dia kira adalah candaan seperti yang sudah sudah.
" Boleh... Asal syarat dan ketentuan berlaku, yang pertama seiman, yang kedu-".Belum selesai Nisa bicara dia mendengar ibunya sudah tertawa lepas yang membuat Nisa juga ikut tertawa dan langsung pergi dari kamar putrinya.
Tanpa Nisa ketahui bahwa yang ia anggap candaan itu adalah sesuatu yang serius.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon PERMATABERLIAN, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
25.
Mentari yang masuk ke dalam kamar langsung menerpa wajah Yuda yang saat itu masih nyenyak dengan tidurnya, hingga silaunya membuatnya mulai terjaga dari tidurnya.
Yuda kesiangan pagi ini karena dirinya baru saja tidur tadi malam sekitar pukul empat pagi. Yuda terkejut saat bangun karena mendapati dirinya hanya memakai selembar selimut yang menutupi tubuhnya yang polos.
Untuk sekejap ia melupakan apa yang telah terjadi semalam hingga saat ia melihat sebuah noda di ranjang yang ia tempati barulah ingatannya tentang kejadian tadi malam kembali menghampirinya.
"Ami ... " gumam Yuda setelah mengingat semuanya.
Yuda segera bangun dari ranjang yang ia tempati karena mengira bahwa Ami masih berada di rumahnya. Dengan bertelanjang dada dan hanya mengenakan celana yang dipakainya tadi malam Yuda menyusuri rumahnya dengan harapan masih ada Ami disana.
Nihil rumah itu kosong dan hanya dirinya seorang di dalam rumahnya, bahkan istrinya yang sangat ia tubuhnya tadi malam hingga pagi sudah menyapa belum juga pulang ke rumah.
Ada sedikit perasaan untuk menyalahkan istrinya Rita sebenarnya atas apa yang terjadi tadi malam pada dirinya dan Ami.
Yuda berandai jika saja istrinya ada di rumah pasti ia tidak akan sampai menyalurkan hasratnya kepada Ami.
Yuda sampai di kantornya saat hari sudah menjelang siang dan hari ini auranya sedikit berbeda dari biasanya hingga membuat para karyawannya tidak berani untuk sekedar menyapanya.
Yuda langsung menuju keruangan dan memanggil Dio untuk menghadapnya karena kebetulan hari ini dirinya sudah mulai masuk kembali.
"Suruh Ami menghadap saya," perintah Yuda kepada Dio.
"Maaf Pak hari ini Ami tidak berangkat karena sakit."
"Kalo begitu besok bila sudah masuk suruh segera menghadap saya."
"Baik Pak ... tapi apakah Ami melakukan kesalahan selama saya tidak ada hingga Bapak menyuruhnya menghadap langsung kepada Anda?"
"Bukan Ami yang melakukan kesalahan tapi saya," jawab Yuda tapi hanya dalam benaknya saja.
"Tidak ada hanya saja saya ada perlu dengannya."
Dio hanya menganggukkan kepalanya mendengar jawaban sang atasan dan langsung undur diri setelahnya.
"Apa aku terlalu kasar tadi malam hingga membuatnya sakit," gumam Yuda setelah kepergian Dio.
Hari itu Yuda tidak dapat fokus dalam bekerja karena pikirannya terus tertuju pada Ami, gadis yang sudah ia ubah menjadi seorang wanita dalam semalam.
Yuda juga terus memikirkan bagaimana kedepannya ia harus bersikap kepada Ami setelah apa yang terjadi kepada mereka berdua.
*
*
Keesokan harinya Ami sudah mulai kembali bekerja dan baru saja ia sampai di mejanya Dio mengatakan jika Yuda atasannya mereka itu telah menunggunya untuk menghadap.
"Ami sudah ditunggu bos, kamu disuruh menghadap kepadanya segera."
Ami tahu cepat atau lambat ia pasti akan bertatap muka langsung dengan atasannya itu, tetapi walaupun sudah tahu akan berada di posisi ini nyatanya ia tetap saja belum siap.
Memangnya siapa yang akan siap untuk bertatap muka kembali bahkan secara langsung dengan orang yang sudah memperkosanya, pasti tidak akan ada yang siap dan mau berada di posisinya saat ini.
Baru saja berada didepan pintu ruangan Yuda nyatanya sudah membuat tangan dan kakinya menjadi dingin.Ami membutuhkan waktu beberapa saat untuk menenangkan dirinya sebelum ia mengetuk pintu itu agar mendapat izin untuk masuk.
Mendengar pintu yang diketuk dari luar, Yuda langsung mempersilakan orang yang telah ditunggu nya sejak kemarin untuk masuk kedalam ruangannya.
"Bapak memanggil saya?" tanya Ami setelah sampai di hadapan Yuda.
"Ya, ada banyak hal yang perlu kita bicarakan," jawab Yuda yang terus memperhatikan reaksi Ami yang memperlihatkan sikap yang tenang, tidak meledak-ledak saat berhadapan langsung dengannya padahal dirinya sudah melakukan kesalahan yang sangat besar kepadanya.
"Jika ini menyangkut kejadian malam itu, lebih baik lupakan saja. Bukannya Bapak sendiri yang mengatakan bahwa saya tidak akan hamil, jadi apa lagi yang perlu kita bicarakan," jawab Ami yang memiliki untuk melupakan apa yang terjadi karena mana mungkin ia meminta pertanggungjawaban sedangkan pria di depannya ini sudah beristri.
Yuda bangkit dari duduknya untuk menghampiri Ami tapi baru saja beberapa langkah ia langsung berhenti saat melihat reaksi Ami.
"Jangan mendekat!"
Yuda kaget sebenarnya dengan respon Ami yang langsung takut kepadanya padahal ia hanya mendekatinya, bahkan Ami langsung memundurkan dirinya untuk tetap menjaga jarak aman dengannya.
"Jika Anda merasa bersalah kepada saya ... tolong bersikap seperti biasanya saja, seperti atasan dan bawahan karena itu sudah sangat membantu saya."
"Tapi saya ingin bertanggungjawab."
"Dengan status Anda yang sudah beristri? jangan bercanda Pak!"
"Setidaknya biarkan saya memberimu sesuatu sebagai tanda permintaan maaf saya."
"Sesuatu? uang? Kalo begitu berikan saja apa yang telah Anda ambil dari saya!"
Yuda hanya diam karena mana mungkin dirinya dapat mengembangkan kegadisan Ami yang telah ia ambil.
"Tidak bisa kan? kalo begitu lupakan saja dan bersikaplah seperti biasanya agar saya bisa lebih mudah menjalaninya."
Setelah mengatakan itu Ami langsung berbalik dan pergi begitu saja dari ruangan Yuda. Memang terkesan tidak sopan tapi jika lebih lama lagi Ami berada diruangan yang sama dengan Yuda maka rasanya ia bisa gila.
Ami tidak melakukan bunuh diri saja kemarin sebenarnya sudah termasuk beruntung. Ia masih punya akal sehat untuk tidak melakukan hal-hal konyol seperti itu.
Bagi Ami persetan jika ia sampai kapanpun tidak ada pernah menikah karena keadaannya yang sudah tidak gadis ini, sebab sebuah pernikahan menurutnya bukan akhir dari perjalanan hidup seseorang.
Hari berganti hari dan Yuda memenuhi keinginan Ami untuk bersikap seperti layaknya atasan dan bawahan, tetapi walaupun sudah seperti itu nyatanya Ami lah yang tidak bisa bersikap seperti semula.
Ya sejak kejadian itu sikap Ami kepada lawan jenis menjadi berbeda, bahkan yang awalnya ia sering bercanda dengan Dio dan rekan kerja lainnya menjadi sangat membatasi diri dengan lawan jenis.
Ami hanya akan bicara jika ia ditanya dan jawabannya pun hanya singkat dan seperlunya. Padahal dulu ia adalah gadis yang ceria.
Yuda dan Dio pastinya merasakan perubahan sikap Ami yang signifikan itu, walaupun kinerja Ami tidak berubah nyatanya sikapnya yang demikian mengganggu ketenangan Yuda.
Yuda merasa bahwa sikap Ami yang sekarang bagaikan bom waktu, senyap tapi siap meledak kapan saja. Yuda tahu bahwa diamnya Ami adalah caranya memendam segala yang ia rasakan, tapi dengan bersikap demikian nyatanya semakin memupuk rasa bersalah yang Yuda rasakan.