Bagaimana jadinya jika seseorang kembali ke masa lalu..
Michelina seorang istri yang mencintai Kaisar Jasper dengan sejuta warna. Selama di kehidupannya ia tampil glanmour, seakan dirinya akan membuat Kaisar Jasper terpesona. Namun apa yang ia dapatkan hanyalah sebuah penghinaan. Kaisar Jasper tidak pernah menginginkannya atau lebih tepatnya tidak mencintainya.
Suatu hari Kaisar Jasper membawa seorang gadis dari kalangan biasa,menjadikannya istrinya. Kaisar Jasper sangat mencintai gadis itu. Hingga membuatnya buta dalam kecemburuan. Dia pun mencelakai gadis itu, lalu membuat Kaisar Jasper marah dan menjatuhi hukuman mati padanya.
"Ayah, Ibu maafkan aku. Aku yang bodoh mencintainya. Seharusnya aku tidak mencintainya."
ig:@riiez.kha.37
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sayonk, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jubah
Setibanya di kamarnya. Liera menelan liurnya yang terasa panas. Dia meraih teko yang berisi air di atas nakas, ia menuangkan air di teko itu ke gelas di samping teko itu. Separuh air di gelas itu. Ia teguk dalam sekejap. Masih mengatur nafasnya. Dalam lubuk hatinya yang paling dalam, ia belum siap bersikap dingin yang bukan sifat aslinya.
"Sampai kapan? sampai kapan aku harus berpura-pura."
"Permaisuri, apa Permaisuri ingin menjauh dari Baginda?" Akhirnya pertanyaan di hatinya selama ini terjawab.
"Aku harus apa?" wajahnya terlihat frustasi, ia berusaha meyakinkan keputusannya adalah benar demi keluarganya, Lucilla dan dirinya.
"Permaisuri tidak perlu seperti ini. Saya yakin, Baginda akan mencintai Permaisuri."
"Cukup Lucilla !" Dia mengusap wajahnya, "Aku mohon cukup, ini keputusan ku. Apa kamu kira aku tidak lelah? aku lelah Lucilla. Aku lelah meraihnya. Semakin aku mendekatinya semakin aku jauh. Aku yang mencintainya aku yang mengakhirinya." Michelina ingin keluar mencari udara segar, dia tidak mau bertengkar dengan Lucilla. Dia paham sikap keras kepala Lucilla.
"Permaisuri," Lucilla tidak ingin di kemudian hari. Junjungannya menyesalinya dan lebihnya terluka.
"Cukup Lucilla," Bentak Michelina seraya memutar tubuhnya. "Aku tidak ingin meneruskannya."
Michelia keluar dari kamarnya di ikuti Lucilla dari kejauhan. Meskipun tadi mereka sempat berdebat, tidak mungkin bagi Lucilla meninggalkan junjungannya yang masih tertekan. Michelia menoleh ke belakang, lalu berjalan kembali. "Jangan mengikuti ku." Pekik Michelina, Lucilla sungguh menyesal. Dia ingin meminta maaf. Tapi sekarang bukan waktunya, sepertinya dia hanya bisa mengawasinya dari jarak jauh. Junjungannya sangat butuh udara untuk menyegarkan pikirannya.
Ia duduk di kursi putih, dekat pohon rindang di sampingnya. Ia menyilangkan kedua tangannya di dadanya seraya mengelus lengannya yang terasa dingin. Bulu kuduknya pun merinding, ingin sekali dia kembali. Tetapi ia merasa bersalah telah membentak Lucilla.
Selang beberapa saat, angin kencang menggoyangkan pohon rindang di sampingnya. Sekaligus, daun kuning itu terombang-ambing jatuh ke tubuhnya dan sekitar tempat itu.
tik
tik
tik
"Langit memang tau isi hati ku. Aku tidak ingin mengeluarkan air mata. Dia tau, aku lagi sedih." Dengan langkah malas, dia menuju ke dalam dan jalan menunduk.
Dia pun menghentikan langkahnya, melihat sepasang kaki. Matanya meneliti dari ujung kaki itu sampai ia melihat dengan jelas siapa Pemilik sepasang kaki di depannya. Dia mundur, memberikan hormat dan meneruskan langkahnya.
"Tunggu," Michelia berhenti, ia gugup. Untuk sekian kalinya dia bertemu dengan orang yang ingin dia jauhi.
Tangan kekarnya melepas jubah kebesarannya. Lalu memakaikan jubahnya ke tubuh Michelina. "Hujan malam tidak baik untuk kesehatan." Ujar laki-laki dengan lembut, namun ada kesan datar.
"Terima kasih Baginda, lain kali tidak perlu. Aku bukan wanita lemah, yang langsung saja sakit hanya karena hujan. Dari dulu memang aku sudah sakit." sambungnya di dalam hati. Mengingat sikap dingin Michelina, membuatnya berfikir ribuan kali. Tidak biasanya hatinya tidak tenang, seperti akan terjadi sesuatu yang tidak ia ketahui. Michelina tidak pernah memperlihatkan dinginnya sikap dan wajahnya. Matanya menyimpan seribu kebencian. Ia resah, ada tidak terima di bagian tubuhnya. Sampai dia ekor matanya melihat, Michelina berjalan sendiri. Dan hatinya merasa terdorong ingin menemuinya.
Kenapa aku merasa dia semakin dingin? hah, lalu apa yang harus aku lakukan? aku rasa aku memang tidak seharusnya melakukannya.
Michelina melempar jubah itu di sofanya.
"Permaisuri,"
"Lucilla bawa jubah itu keluar, aku tidak ingin ada sesuatu yang menyakiti mata ku."
"Dan langsung berikan pada Baginda," sambungnya lagi menghentikan Lucilla yang memegang gagang pintu.
"Baik Permaisuri."