Bacin Haris seseorang mencari ibunya yang hilang di dunia lain yang disebut sebagai Black World. Dunia itu penuh dengan kengerian entitas yang sangat jahat dan berbahaya. Disana Bacin mengetahui bahwa dia adalah seorang Disgrace, orang hina yang memiliki kekuatan keabadian. Bagaimana Perjalanan Bacin didunia mengerikan ini?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon GrayDarkness, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Cegil
Dengan napas yang masih tersengal, Bacin mencoba berbicara.
"Rain… mari kita hentikan ini," katanya, suaranya terdengar tenang, meski tubuhnya sudah penuh luka.
Namun, Rain hanya terkikik kecil. Matanya yang merah berkilauan dalam kegilaan yang tak terbendung. Napasnya semakin berat, dan senyumnya melebar, memperlihatkan giginya yang runcing sempurna.
"Tidak bisa… Aku sudah tidak bisa menahan diriku lagi, Bacin."
Dalam sekejap mata, Rain bergerak.
Bacin bahkan tidak punya waktu untuk bereaksi.
Seketika, tubuhnya terpotong menjadi ratusan bagian!
Darah beterbangan di udara.
Potongan tubuhnya jatuh berserakan ke lantai, menciptakan suara basah yang mengerikan. Darah mengalir, membentuk genangan merah yang pekat di bawahnya.
Rain berdiri di tengah-tengahnya, matanya menatap potongan tubuh Bacin dengan ekspresi puas. Ia mengangkat tangannya yang berlumuran darah, lalu menjilatnya dengan penuh kenikmatan.
"Ahh… sekarang aku sudah puas," katanya dengan suara lembut namun mengerikan.
Namun, kesenangan itu hanya berlangsung sesaat.
Tiba-tiba, potongan-potongan tubuh Bacin mulai bergerak.
Perlahan-lahan, mereka menyatu kembali, seperti kepingan puzzle yang tersusun secara ajaib.
Dalam hitungan detik, Bacin kembali berdiri di hadapan Rain, tanpa satu pun luka tersisa.
Ia menghela napas panjang, menatap Rain dengan ekspresi kesal.
"Dasar cewek gila," gumamnya.
Rain, yang awalnya masih tersenyum puas, tiba-tiba membeku. Matanya melebar, pupilnya bergetar.
Seolah-olah ada sesuatu dalam dirinya yang meledak.
Hening.
Lalu…
"Kau bilang apa?"
Suara Rain terdengar datar, namun penuh ancaman. Senyumnya menghilang, napasnya yang sebelumnya berat kini terdengar lebih gelap.
Bacin mengangkat bahu. "Dasar cewek gila," ulangnya.
Dalam sekejap, tubuhnya kembali terpotong menjadi ratusan bagian!
Darah kembali menyembur ke segala arah, memenuhi lantai hotel yang sudah penuh genangan merah.
Rain berdiri di sana, bahunya naik turun, napasnya terdengar semakin tak terkontrol. Tangannya bergetar—bukan karena takut, tapi karena kegembiraan yang terlalu besar.
Bacin, tentu saja, kembali menyatu lagi.
Ia berdiri, menatap Rain dengan wajah datar. Rain kembali tersenyum, kali ini lebih lebar, lebih gila.
"Lakukan lagi," katanya dengan nada manja yang berbahaya.
Bacin mulai menyadari sesuatu: Rain tidak akan pernah berhenti sampai dia benar-benar puas.
Dan itu… bisa berlangsung selamanya.
Bacin mencengkeram gagang kapaknya dengan erat, matanya penuh determinasi saat menatap Rain yang masih tersenyum lebar, matanya berkilat dengan kegilaan. Sepuluh kuku panjang di jari tangan Rain berkilauan di bawah cahaya lampu hotel yang suram, seakan menunggu untuk mencabik tubuhnya lagi.
Tanpa ragu, Bacin melompat ke depan, mengayunkan kapaknya dengan kecepatan tinggi, membidik leher Rain. Namun, Rain hanya tertawa dan bergerak dengan kecepatan yang sulit dipahami.
"Kau terlalu lambat, Bacin!"
Dalam satu gerakan, kukunya bergerak seperti bilah pedang yang tak terlihat.
SLASH!
Tubuh Bacin terpotong-potong menjadi kubus-kubus kecil, seperti kue yang dipotong dengan pisau tajam. Potongan tubuhnya jatuh ke lantai, berhamburan, mengeluarkan darah yang mengalir ke segala arah.
Rain menyeringai, menikmati pemandangan itu. Ia berjalan mendekati salah satu potongan tubuh Bacin, berjongkok, lalu menyentuhnya dengan jemari kurusnya yang berlumuran darah.
"Ahh… aku ingin melakukan ini berulang kali… Kau benar-benar mainan yang menyenangkan, Bacin."
Namun, kesenangan Rain tidak bertahan lama.
Potongan-potongan tubuh itu kembali bergerak!
Menyatu kembali, perlahan tapi pasti, membentuk tubuh Bacin yang utuh seperti sebelumnya.
Bacin berdiri, mengusap lehernya, lalu menyeringai menatap Rain.
"Aku tidak akan kalah semudah itu, cewek gila."
Rain tertawa semakin keras. "Menarik! Menarik sekali! Kau benar-benar bisa membuatku bersemangat!"
Kali ini, Bacin tidak hanya bertahan. Ia mengayunkan kapaknya dengan kecepatan yang lebih tinggi, serangannya semakin sulit untuk dihindari. Setiap tebasan membawa kekuatan yang bisa membelah baja, membuat udara bergetar.
Rain masih bisa menangkis sebagian besar serangannya, tapi kali ini—
"UGH!"
Sebuah luka tergores di bahunya. Darah hitam menetes dari lukanya.
Namun, bukannya marah atau kesal, Rain justru tertawa histeris.
"Hahaha! Kau luar biasa, Bacin! Aku semakin menyukaimu!"
Tapi sebelum Bacin bisa menyerang lagi—
"Hentikan, Rain."
Suara berat dan dingin bergema di seluruh ruangan.
Rain tiba-tiba terdiam. Wajahnya yang penuh kegilaan berubah kaku.
Bacin menoleh dan melihat seorang pria bertubuh kekar, berkepala botak, berdiri di ambang pintu dengan tangan terlipat di dadanya. Tatapan matanya tajam dan penuh wibawa, meski ia tampak tenang.
Rain memutar tubuhnya perlahan, matanya menatap pria itu dengan ekspresi penuh protes.
"Zein… kau merusak kesenanganku."
Si botak, yang ternyata bernama Zein, mendekat beberapa langkah.
"Cukup, Rain. Kau sudah bermain cukup lama."
Rain mendengus kesal, lalu melirik kembali ke arah Bacin. Namun, kali ini ekspresinya berbeda. Ada sesuatu yang lebih dalam di matanya—sesuatu yang lebih dari sekadar kegilaan.
"Baiklah, kalau Zein yang bilang… Aku akan berhenti untuk sekarang."
Bacin masih dalam posisi siap menyerang, menatap Rain dan Zein dengan waspada.
Bacin menghela napas lega saat melihat Zein, pria bertubuh kekar dengan kepala botak yang tampak mengintimidasi. Satu matanya tajam menatapnya, sementara mata lainnya tertutup oleh penutup seperti milik bajak laut, menambah kesan misterius pada sosoknya.
Rain berdiri di sampingnya dengan ekspresi kesal, jelas tidak senang karena permainannya dengan Bacin telah dihentikan.
Zein menatap Bacin dengan tenang, lalu bertanya dengan suara beratnya, "Bagaimana perjalananmu sejauh ini?"
Bacin menyandarkan kapaknya di pundak, napasnya masih sedikit tersengal setelah pertarungannya dengan Rain. Ia memandang Zein dengan mata serius dan berkata, "Aku bertemu Viktor Lenz. Kekuatan orang itu sangat luar biasa. Dia bukanlah seorang Disgrace biasa."
Ekspresi Zein berubah dalam sekejap. Mata satu itu menatap Bacin dengan penuh keterkejutan.
"Kau… benar-benar bertemu dengan Viktor Lenz?" Suaranya terdengar lebih dalam dari sebelumnya.
Bacin mengangguk, lalu menambahkan, "Dia berada di level yang berbeda. Kupikir orang sepertinya selalu sibuk dan tidak pernah berada di Rotten Club. Tapi aku benar-benar sial karena bertemu dengannya."
Zein menghela napas berat, lalu menyilangkan tangannya di dada. "Kau tidak hanya sial, Bacin… Kau benar-benar hampir mati. Viktor Lenz bukan hanya sekadar kuat—dia berada di tingkatan yang tidak bisa dibandingkan dengan kebanyakan Disgrace lain. Orang-orang seperti kita seharusnya menghindarinya sejauh mungkin."
Bacin mengangguk, setuju dengan apa yang dikatakan Zein. "Ya, aku memang sial… Tapi di sisi lain, aku juga cukup beruntung."
Zein mengangkat alisnya. "Beruntung? Apa maksudmu?"
"Dia tiba-tiba pergi bersama seseorang. Seorang pria misterius yang muncul entah dari mana," jawab Bacin.
Rain, yang sejak tadi diam, tertawa kecil. "Oh? Sepertinya kau memang mendapatkan pertunjukan menarik, ya, Bacin?"
Zein tidak menanggapi candaan Rain. Ekspresinya justru semakin serius.
"Pria misterius itu…" Zein terdiam sejenak, lalu menggelengkan kepalanya. "Kau tidak perlu tahu tentang dia, Bacin. Semakin sedikit kau tahu, semakin baik untukmu."
Bacin tidak menyukai jawaban itu. Tapi ia bisa merasakan dari nada suara Zein bahwa ini bukan sesuatu yang bisa didiskusikan lebih lanjut.