Calia Averie Katarina, seorang model berbakat yang selalu disebut sebagai figuran.
Pengkhianatan yang ia terima dari sang kekasih membuat Calia terikat dalam sebuah pernikahan bersama pria yang baru saja ia kenal, Ronan Lysander. Pria sederhana berprofesi sebagai kurir yang mendapatkan pengkhinatan yang sama dari tunangannya.
Namun siapa sangka, pria yang selalu melakukan pekerjaan sebagai kurir itu menyimpan rahasia besar.
Ketika Calia menunjukkan kepada publik bahwa ia bisa menjadi model sesungguhnya, Ronan menunjukkan identitas aslinya dan membuat rahasia dibalik pernikahan mereka terungkap. Lalu, bagaimana dengan nasib pernikahan mereka?
Ikuti kisah mereka....!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon FT.Zira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
30. Menghilangkan Kecurigaan
Semua pertanyaan yang semula ingin Calia lontarkan menghilang dari kepalanya saat Ronan menahan tengkuk Calia dan memperdalam ciuman yang pria itu berikan. Usaha Calia dalam mendorong dada suaminya untuk menjauh berakhir gagal ketika dirinya telah larut dalam ciuman panas.
Ronan begitu pandai memainkan titik sensitif Calia hingga wanita itu memejamkan mata menikmati tangan suaminya yang mulai menjelajah dan menjamah. Ia bahkan tidak menyadari sejak kapan suaminya melepaskan t-shirt yang pria itu kenakan, termasuk gaun tidur yang sebelumnya Calia pakai telah hilang entah kemana.
"Ro,,,"
Ronan menarik diri sejenak, memberikan Calia waktu untuk bernapas, lalu menggeser tubuh istrinya hingga kini Calia berada di bawah kungkungannya.
"Kamu sangat cantik, Cariño (sayang),,,"
Rambut Calia yang berantakan, tatapan sayu serta bibir yang sedikit membengkak akibat ulahnya justru membuat Calia terlihat lebih menggoda di matanya.
Ronan kembali menemukan bibir istrinya yang semanis madu serta membuat dirinya candu, memberikan sentuhan basah pada leher dan bahu istrinya yang terbuka, mengacaukan pikiran istrinya guna menghilangkan kecurigaan yang kembali Calia rasakan tentang identitas yang ia sembunyikan.
"Nghhh,,,"
Calia tak kuasa menahan lenguhan, Ronan terus membelai, memainkan jemarinya di lembah yang mulai basah, sementara bibirnya terus menyapu serta menghisap aset berharga kedua miliknya.
"Aku menginginkanmu, Cariño (sayang),,,"
Calia tersenyum, memahami kebiasaan suaminya setiap kali pulang berkerja di malam hari dan meminta apa yang sudah seharusnya ia berikan. Sekalipun hasrat Ronan sudah sampai di ubun-ubun, ia tidak akan melakukan penyatuan jika istrinya tidak mengijinkan.
"Lakukanlah, Ro,,, aku milikmu seutuhnya,"
Jawaban Calia membuat Ronan tersenyum gembira, menjalinkan jemari tangan mereka serta memberikan remasan lembut, mendorong dengan hati-hati seolah itu baru pertama kali ia lakukan hingga tanpa sadar Ronan mengerang.
Ronan menghembuskan napas panjang setelah tujuannya tercapai, menjatuhkan tubuhnya di samping istrinya seraya menarik selimut untuk menutupi tubuh polos mereka, menarik istrinya ke dalam dekapan sembari berbisik lembut.
"Terima kasih, Cariño (sayang),"
"Padahal kamu baru saja pulang setelah bekerja seharian," kata Calia pelan di dalam dekapan suaminya.
"Apakah kamu tidak lelah?"
"Apakah aku membuatmu lelah?" Ronan balas bertanya, sedikit merasa bersalah karena meminta sang istri untuk melayaninya disaat ia tahu Calia lelah bekerja.
Calia mengangkat wajah, mengunci pandangan suaminya yang kini menatapnya, menggelengkan kepala seraya mengecup lembut bibir Ronan.
"Kamu sudah bekerja keras untukku, memprioritaskan aku di atas keinginanmu sendiri, dan membantu kantor yang baru saja aku bangun disela kesibukanmu. Aku juga tahu kamu perlu melepaskan hasratmu, dan aku selalu ada untukmu,"
Ronan memandang Calia, terpesona akan paras ayu yang bisa ia sentuh sesuka hati.
"Terima kasih, kamu memang wanitaku yang sangat istimewa, dan hanya kamu satu-satunya,"
Selesai dengan jawaban itu, Ronan kembali mengecup lembut bibir Calia, tangannya kembali menjelajah seakan lupa apa ia katakan beberapa saat lalu. Melakukannya lagi tanpa rasa bosan sampai Calia tertidur karena kelelahan.
Ronan memandang wajah istrinya yang kini terlelap dalam dekapannya, membelai lembut wajah itu lalu tersenyum. Dengan gerakan hati-hati, Ronan menggeser kakinya, turun dari tempat tidur untuk mengambil laptop yang sebelumnya ia rebut dari sang istri, dan kembali ke tempat tidur dengan duduk bersandar pada headboard.
Senyum lebar terukir di bibir Ronan saat ia melihat pekerjaan istrinya, merasa takjub dengan betapa cepat istrinya belajar tentang pemasaran yang diajarkan Bas padanya.
Disela kesibukan Ronan menyelesaikan pekerjaan sang istri, Ronan mengirim pesan pada beberapa perusahaan berbeda yang menjalin kerjasama dengan Silvester Group, lalu beralih pandang pada istrinya yang terlelap.
"Maafkan aku, Silvester Group harus ku tutup secepatnya,"
...>>>><<<...
.
.
.
"Sh*it!!!"
Max menghempaskan kasar berkas yang baru saja ia baca. Berkas yang menyatakan bahwa perusahaan yang menjalin kerjasama dengan Silvester Group memutuskan untuk mengakhiri kerjasama mereka. Parahnya, bukan hanya satu perusahaan saja, tetapi beberapa perusahaan sekaligus termasuk Kyler Corp yang tiba-tiba menghentikan suntikan dana secara sepihak setelah sebelumnya hanya menurunkan jumlah dari dana yang biasa diberikan.
Mengajukan protes pun tidak bisa ia lakukan mengingat dirinya pernah melakukan pergantian model secara sepihak tanpa mendapatkan protes, hal yang membuat dirinya merasa mendapatkan bumerang dari apa yang sudah ia lakukan.
"Mereka memutuskan mundur dengan satu alasan yang sama. Apakah mereka sengaja?" Max berdecih.
"Disaat aku membutuhkan dana untuk fashion show, mereka memutuskan kerjasama yang sudah terjalin begitu saja, sekarang bagaimana aku mendapatkan dana untuk fashion show nanti?"
Max menekan jari tangan pada pelipisnya disertai hembusan napas panjang. Sejak kepergian Calia dari agensi yang ia pimpin, segalanya berubah begitu cepat. Terutama setelah berita tentang pernikahan Calia menyebar.
Netra Max tertuju pada berkas di atas meja, memikirkan jalan keluar dari masalah yang tengah ia hadapi, lalu meraih telepon yang ada di mejanya, menekan tombol dengan kombinasi angka sebelum menempelkan gagang telepon ke telinga dan meminta seseorang untuk datang ke ruangannya.
"Anda memanggil saya, Tuan?" seorang pria bertanya begitu ia tiba di dalam ruangan Max.
"Ya, hubungi semua perusahaan yang terlibat kerjasama, kita adakan rapat darurat!" titah Max.
"Baik," jawabnya patuh.
"Ah,,, saya ingin menyampaikan sesuatu kepada Anda, Tuan,"
"Apa?" sambut Max.
"Ada seseorang yang ingin bertemu dengan, Anda. Dia menunggu di luar,"
"Biarkan dia masuk," jawab Max.
"Baik,"
Pria itu sekali lagi membungkukkan badan, lalu berbalik dan membuka pintu. Sesaat kemudian pintu kembali terbuka diikuti seseorang yang membungkus seluruh tubuhnya.
Jaket hitam dengan hodie yang menutupi kepala serta wajah yang tertutup masker membuat wajah itu tidak bisa dikenali. Akan tetapi hal itu tidak berlaku bagi Max yang menyambut kedatangannya dengan senyuman tipis.
"Aku sudah melakukan apa yang kau mau, sekarang tepati janjimu," ujarnya.
"Tidak secepat itu, manis." sambut Max seraya berdiri dari duduknya.
"Aku sudah mengacaukan hubungan mereka, sekarang semua orang termasuk Calia melemparkan kesalahan pada Adele. Apa lagi yang kau mau?"
Max tertawa renyah, memasukan tangannya ke dalam saku celana seraya menyandarkan tubuhnya pada meja. Pandangannya terkunci pada wanita yang membungkus tubuhnya tanpa celah.
"Biaya operasi adikmu tidaklah murah, hanya mengacaukan hubungan Calia dan tim-nya, apakah menurutmu itu sepadan?" kata Max.
"Apa yang kau inginkan?"
Max kembali tersenyum, mengamati wanita di depannya dengan sebuah pemikiran untuk kembali memanfaatkan wanita itu, terpikirkan cara yang akan membuat Calia datang padanya tanpa diminta.
"Berikan sketsa si desainer yang akan digunakan untuk fashion show nanti padaku! Setelah itu aku akan melepaskanmu," ujar Max santai.
"Kau gila! Kau ingin aku mengkhianati tim ku sendiri?" dia berkata kesal.
"Sejak awal kau sudah mengkhianati Calia. Menurutmu, jika aku mengatakan apa yang kau lakukan pada Calia, apa yang akan terjadi?"
Dia terdiam, merasa telah tersudut dengan keadaan yang tengah ia hadapi. Hatinya bimbang, akan tetapi janji yang Max berikan bahwa pria itu akan melunasi biaya operasi adiknya di rumah sakit membuat ia tidak memiliki pilihan lain.
Aku ingin adikku tetap hidup.
"Baiklah,"
. . .
... .
To be continued...
🌹Hallo sahabat pembaca🥰... Salam Hangat🤗🤗...🌹
Mohon maaf karena dua hari ini Author tidak bisa up, dan hari ini hanya bisa up 1 bab saja. Selain karena ada masalah pribadi, kesehatan Author juga sedang menurun, jadi waktu untuk menulis tersita banyak.
Bukan sakit yang parah-parah amat kok😅. Hanya tekanan darah rendah dan gula rendah, tapi sekali menyerang rasanya luar biasa😅.
Terima kasih Author ucapkan sebesar-besarnya pada para sahabat pembaca yang masih tetap setia menantikan up cerita ini, semoga setelah ini bisa kembali up secara rutin seperti biasa.
Terima kasih semua🥰🥰🥰