Aku hidup kembali dengan kemampuan tangan Dewa. Kemampuan yang bisa mewujudkan segala hal yang ada di dalam kepalaku.
Bukan hanya itu, banyak hal yang terjadi kepadaku di dunia lain yang penuh dengan fantasi itu.
Hingga akhirnya aku memiliki banyak wanita, dan menjadi Raja Harem yang membuat semua pria di dunia ini merasa iri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Karma-Kun, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Latihan
Hat!
Hat!
Hat!
Bam!
Bam!
Bam!
“Huh ... Huh ... Huh ....”
“Huh ... Huh ... Huh ....”
“Huh ... Huh ... Huh ....”
“Huh ... Huh ... Huh ....”
Aku kini sedang berlatih bersama Mama Laura di halaman kastil, tak kusangka wanita rubah itu ternyata memiliki kekuatan fisik yang sangat hebat. Kekuatan tangan sakti saja tak mampu mengimbangai kekuatan Mama Laura, membuatku harus berusaha keras untuk bertahan dari serangannya.
“Jurus bola api,” teriak Mama Laura seraya melompat-lompat ke segala arah, bola api kecil datang menyerangku pada saat bersamaan.
“Belah semuanya, tebasan memutar,” balasku sembari membuat gerakan memutar untuk melawan bola api.
Dar!
Dar!
Dar!
Ledakan kecil pun tercipta di sekelilingku, hawa panas juga mulai terasa di sekujur tubuhku hingga aku mengeluarkan keringat cukup banyak.
“Itu sudah cukup bagus, Brian. Tapi kamu harus coba menahan serangan yang satu ini,” ujar Mama Laura masih belum berhenti melompat-lompat.
“Jurus sihir pemikat,” lanjut Mama Laura, lalu mengeluarkan sebuah gelombang serangan berbentuk hati.
Aku spontan menebas ke arah serangan itu, berpikir akan bisa membelahnya seperti bola api barusan. Tapi, sayangnya aku tak bisa membelahnya sama sekali, dan jurus itu melesat tepat menuju dadaku.
“Argghhh,” aku reflek berteriak, mengira jurus mama Laura akan melukaiku.
“Eh ... Apa yang terjadi? Kenapa tubuhku bergerak sendiri? Eh, Eh, Eh ....” aku berteriak lagi begitu tubuhku tertarik ke arah Mama Laura.
“Kesinilah, pria tampan. Biarkan rubah cantik ini menikmatimu,” ucap Mama Laura tampak sangat menggoda, ia juga mejilat bibirnya sendiri dengan lidahnya.
Entah apa yang akan dilakukan ibu tiri si Brian itu, yang pasti aku samar-samar merasakan sesuatu yang buruk dari arah burungku. Ia sepertinya sudah tak tahan lagi dan ingin segera menikmati tubuhku layaknya makanan enak.
Hap!
Dan benar saja, Mama Laura langsung mendaratkan gigitan manja di leherku begitu aku sampai di depan matanya, tangannya juga begerak ke arah burungku tapi aku masih bisa menahannya pakai kekuatan tangan sakti.
“Serius dong Ma. Masa Mama mau cabulin aku di sini? Apa Mama nggak malu dilihatin sama Catrine?” protesku atas gelagat mesum Mama Laura.
“Hehehe, ini efek samping dari jurus penggoda barusan. Mama biasanya akan menggigit leher musuh sampai berdarah-darah sembari mencengkram burungnya hingga patah,” jelas Mama Laura tanpa merasa berdosa sama sekali.
“Tapi aku anakmu, Ma. Masa Mama punya ....”
“Mama memang punya nafsu sama kamu, Brian. Salahkan dirimu sendiri karena terlalu menggoda bagi wanita dewasa seperti Mama,” bisik Mama Laura menyela ucapanku.
Aku langsung tersentak di tempat usai mendengarnya, lama-lama aku bisa kehilangan akal sehat bila Mama Laura terus bersikap seperti ini. Aku juga seorang pria normal dan akan naif rasanya bila aku selalu mengabaikan rayuan dari wanita cantik di depanku.
“A-Ayo kita lanjutkan dulu latihannya, Ma. Aku masih belum belajar jurus sihir apapun dari Mama,” pintaku sembari beringsut mundur dari Mama Laura.
“Kamu benar sekali, Brian. Mama terlalu asik bertarung sama kamu sampai lupa mengajari kamu ilmu sihir,” sahut Mama Laura.
“Ya sudah, sekarang kamu berdiri di sana dan biarkan Mama mengajari kamu dari belakang,” lanjut Mama Laura, kini bergegas lagi ke belakangku.
‘Astaga, mau ngapain lagi wanita rubah ini? Aku tak akan bisa fokus bila dada montoknya terlalu menempel di punggungku. Dia sebenarnya mau ngajarin aku sihir atau mau ngajak aku bercinta sih?’ batinku protes akan gelagat Mama Laura.
“Tunggu sebentar, Brian. Kenapa Mama tak bisa merasakan kekuatan sihir apapun dari tubuhmu? Apa yang sudah terjadi?” tanya Mama Laura, sepertinya ia baru sadar aku tak punya kekuatan sihir.
“Ini ... Aku ...” suaraku mandek, bingung harus menjelaskan apa kepada Mama Laura.
“Biar Mama periksa dulu,” ucap Mama Laura, tiba-tiba tangannya berusaha masuk ke dalam celanaku.
“Ma ... Mama mau ngapain? Astaga ... Kenapa Mama mainin punya ku ... Aduh ... Ma, itu geli sekali ....” Aku hanya bisa berdiri di tempat sembari menahan rasa geli luar biasa.
“Sssst ... Kamu jangan banyak merengek, Brian. Ini cara Mama untuk mengetahui kapasitas sihir seseorang, tapi cuman kamu saja sih yang pernah Mama perlakukan seperti ini, soalnya Mama tak mau melakukannya kepada orang lain,” ujar Mama Laura, semakin gencar saja mengocok batang kulitku.
“Tapi, aku bisa keluar sesuatu jika kita terus seperti itu.” Aku masih protes.
Sebenarnya perbuatan dari tangan Mama Laura terasa sangat nikmat, rasanya sungguh berbeda sekali dari tangan Anggie atau Catrine.
Wanita rubah itu mungkin punya banyak pengalaman tentang hal semacam ini, makanya ia terlihat sangat lihai saat menangani seorang pria.
Beruntung sekali ayah si Brian bisa menemukan wanita seperti itu, cuman sayang sekali dia malah keburu meninggal tanpa bisa menikmatinya lebih lama.
Kalau aku jadi ayah si Brian, aku pasti akan melakukannya dengan Mama Laura setiap hari, tak akan pernah ku sia-sia kan wanita yang selalu haus akan gairah ini.
“Justru Mama ingin kamu mengeluarkannya, biar Mama bisa menikmati cairan cinta punya kamu. Lagi pula, cairan punya kamu memiliki kekuatan sihir spesial, makanya Mama sangat candu.”
“Maaf ya, Brian. Mama bukannya bermaksud berbuat tak senonoh lagi sama kamu, tapi ini benar-benar diperlukan untuk memastikan kekuatan sihir pada tubuhmu.”
Mama Laura menjelaskan semuanya padaku dengan suara meyakinkan, aku terpaksa percaya kalau sudah begini dan membiarkan Mama Laura mengeluarkan cairan cintaku.
Untung saja, posisi kami membelakangi Catrine sehingga ia tak bisa melihat perbuatan kami di sini. Kalau tidak, aku pasti akan merasa sangat malu karena sudah melakukan hal-hal cabul bersama Mama Laura.
“Ini ... Ini sudah tak bisa di tahan lagi ... Ma ....” Aku keenakan.
“Tahan dulu, kamu keluarkan saja di dalam mulutku,” cegah Mama Laura, bergegas berjongkok di depanku.
“Gi-Gimana kalau Catrine melihatnya? Aduh ... Jangan begitu ... Aku sudah tak tahan lagi ... Tolong menjauh dari punyaku ....”
Sayangnya Mama Laura sudah tak peduli dengan semua ucapanku, ia terus saja mempermainkan benda pusakaku yang sangat besar dan panjang ini pakai tangan kanan, sementara mulutnya sudah melahap habis bagian kepalanya.
‘Sial, aku sudah tak bisa menahannya lagi. Tolong maafkan aku. Kamu sendiri yang sudah buat aku jadi seperti ini,’ lirihku di dalam hati, lalu kutarik saja kepala Mama Laura sekuat tenaga agar benda pusaka masuk ke mulutnya, penuh.
Sembari digoyangkan dengan kasar, aku akhirnya mendapatkan pelepasan yang sangat nikmat di mulut wanita rubah itu.
Cairan cinta pun menyembur sangat banyak, rasanya sungguh nikmat sekali sampai-sampai sekujur tubuhku gemetar tak karuan.
Dan ternyata kenikmatan yang aku rasakan belum selesai sampai di sini, kulihat Mama Laura bergegas menjilati sisanya, bahkan ia terlihat sangat menikmati sekali.
“Terima kasih, Brian. Cairan kamu sungguh nikmat sekali, jiwa Mama seakan sudah disucikan oleh air Nirwana,” ucap Mama Laura usai memasukan kembali si benda pusaka ke dalam celana.
“I-Iya, Ma. Syukurlah kalau Mama menyukainya,” sahutku sekenanya.
Jujur saja aku bingung antara harus senang atau sedih, sebab perbuatan Mama Laura barusan benar-benar di luar dugaanku.
Spontan ku tengok Catrine di belakangku, kulihat wajahnya sangat memerah bagai tomat dengan telapak tangan yang menutupi mulutnya.
‘Sial! Catrine pasti sudah melihat perbuatanku dan Mama Laura barusan. Aduh, aku sepertinya harus memberikan penjelasan dengan benar biar Catrine tak salah paham,’ pikirku.
“Kamu tak usah pikirkan Catrine dulu, dia pasti tak akan keberatan bila Mama meminta sedikit jatah darimu. Lagi pula, sudah menjadi hal lumrah bagi wanita setengah hewan ketika melihat hal-hal semacam ini. Selain itu, Mama ingin kamu ngasih tahu dengan jujur tentang kondisi tubuhmu sekarang,” ucap Mama Laura menyela pikiranku.
Aku tak bisa memberikan jawaban apapun kepada Mama Laura, karena aku tak mungkin mengakui kalau aku berasal dari dunia lain. Takutnya Mama Laura tak terima dengan keberadaanku dan akan langsung mengusirku dari kastil ini.
“Kamu tinggal bilang saja, Brian. Mama pasti akan terima semua kondisimu, dan tak akan pernah membencimu. Tolong jangan merahasiakannya lagi dari Mama ya, biar kita cari solusinya bersama-sama nanti,” ucap Mama Laura sembari membawaku ke dalam pelukannya.
“Maaf, Mama baru menyadarinya sekarang, Brian. Kamu seharusnya merasa sangat putus asa karena sudah tidak memiliki kekuatan sihir, kan? Makanya kamu memutuskan mengakhiri hidupmu menggunakan racun,” lanjut Mama Laura.
“HAH?!” Aku memekik tak percaya, ternyata ini yang ada di dalam benak Mama Laura. Tapi, aku merasa sangat beruntung karena masih bisa menyembunyikan identitas asliku dari Mama Laura untuk sementara waktu.
Pasalnya, akan sangat gawat jadinya bila Mama Laura tahu aku bukan Brian yang asli, bisa saja Mama Laura akan semakin liar merayuku dan ingin memiliki tubuhku seutuhnya.
...