NovelToon NovelToon
Sumpah Gadis Di Tepi Sungai

Sumpah Gadis Di Tepi Sungai

Status: sedang berlangsung
Genre:Lari Saat Hamil / Dikelilingi wanita cantik / Identitas Tersembunyi / Bullying dan Balas Dendam
Popularitas:8.3k
Nilai: 5
Nama Author: Syarifah Hanum

Gadis cantik selesai mandi, pulang ke gubugnya di tepi sungai. Tubuh mulus putih ramping dan berdada padat, hanya berbalut kain jarik, membuat mata Rangga melotot lebar. Dari tempatnya berada, Rangga bergerak cepat.
Mendorong tubuh gadis itu ke dalam gubug lalu mengunci pintu.
"Tolong, jangan!"
Sret, sret, kain jarik terlepas, mulut gadis itu dibekap, lalu selesai! Mahkota terengut sudah dengan tetesan darah perawan.
Namun gadis itu adalah seorang petugas kesehatan, dengan cepat tangannya meraih alat suntik yang berisikan cairan obat, entah apa.
Cross! Ia tusuk alat vital milik pria bejad itu.
"Seumur hidup kau akan mandul dan loyo!" sumpahnya penuh dendam.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Syarifah Hanum, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 25

"Aku dimana ini?", tanya Rangga bingung.

Tak ada siapa siapa di sekitarnya. Hanya tembok kokoh yang mengurungnya di ruangan sempit ini, ruangan yang sangat jauh berbeda dengan kamarnya.

" Mengapa tanganku diinfus?"

Rasa sakit tiba tiba menyerang kepalanya, ia tidak ingat apa pun juga. Dan kebingungan mengapa ia bisa berada di tempat ini.

Untuk mengurangi rasa sakit kepalanya, Rangga memijat mijat pelipisnya.

Ia terus meningat dann mencari jawaban, atas pertanyaannya, mengapa ia berada si tempat yang sama sekali asing ini.

Saat menggerakan kakinya karena bermaksud untuk turun dari ranjangnya, ia terkesiap.

"Apa apaan ini? Mengapa kakiku di ikat ke besi ranjang?"

Untuk berteriak, Rangga tidak berani, ia belum paham keadaan yang sedang menimpanya. Takut teriakannya malah makin menyusahkannya.

Beruntung, ada ponselnya di saku baju kokonya. Saku itu tertutup oleh sebuah kancing.

Sedikit kesulitan Rangga mengambil ponselnya dan menekan nomor Masitha.

"Ibu, mengapa aku ada di tempat aneh ini?", keluh Rangga saat ibunya mengangkat panggilannya.

" Sudah bangun kau nak?", jerit Masitha panik sekaligus senang.

"Ck, ibu, kalau sudah menghubungi ibu ya sudah bangun! Bagaimana sih ibu ini? Terus mengapa aku bisa di tempat ini?", teriak Rangga emosi.

Teriakan Rangga mengundang seorang perawat pria untuk datang ke kamar Rangga.

" Ada yang bisa kami bantu?", tanya perawat bername tag Satria.

"Tempat apa ini? Mengapa aku di sini?", tanya Rangga dengan suara kencang.

Ceklek..!

Suara pintu dibuka kemudian diikuti oleh suara derit besi beradu, lalu Satria masuk mendekati ranjang Rangga.

" Selamat sore pak Rangga! Anda sekarang sedang dirawat di ruang kelas satu, rumah sakit Bina Jiwa".

"Hei, memangnya aku sudah gila? Sehingga perlu dirawat di rumah sakit jiwa?", bentak Rangga dengan suara melengking tak terima.

" Anda tidak gila, tapi anda mengalami depresi yang cukup hebat, makanya keluarga anda membawa anda kemari".

Suara Satria begitu tenang, saat bicara ia menatap mata Rangga dengan tajam, seolah ia sedang mengintimidasi pasiennya.

"Anda mengamuk, melempari jendela dan juga ingin menghabisi adik perempuan anda", ujar Satria, kemudian ia memperlihatkan rekaman cctv dari rumah Rangga yang ia dapat dari ayahnya Rangga.

" Bukankah itu anda? Sebenarnya apa yang sudah terjadi sehingga anda mengamuk demikian hebat?"

Satria yakin Rangga tidak sedang mengalami gangguan jiwa atau gila.

Pria itu sebenarnya masih waras, namun pukulan telak yang menghantam mentalnya membuatnya mengalami stres yang parah.

"Kamu boleh menceritakan semuanya pada saya!"

Sambil berkata, tangan Satria menepuk pelan bahu Rangga. Ajaib, Rangga seperti orang linglung dan menceritakan semua apa yang sudah ia alami, termasuk tentang 'senjatanya', yang sudah cacat dan layu.

Betapa Satria terkejut batin mendengar kalimat demi kalimat yang keluar dari mulut Rangga.

Apa lagi air muka Rangga berubah ubah mengikuti emosi yang mengikuti setiap kata katanya.

Saat Rangga menceritakan kekagumannya pada tubuh molek gadis yang hanya berbalut kain jarik batik, wajah Rangga begitu berbinar dengan jakunnya yang turun naik.

Juga ketika ia sudah tiba di puncak nikmat hasratnya yang terlepas, Rangga juga melenguh puas.

Namun emosinya mendadak berubah, ia panik dan mengadu kesakitan sambil memegangi pusakanya, berteriak teriak lalu diam dan pingsan.

Sama persis seperti yang ia rasakan saat ia sedang di gubug Nadira.

Kening Satria berkedut, heran ia, mengapa Rangga berhenti cerita dan pingsan? Apa sebenarnya yang terjadi?

"Bangun!"

Pundak Rangga ditepuk sedikit keras oleh Satria, ia menyadarkan Rangga setelah tadi ia hipnotis.

"Hu hu hu...!", Rangga menangis tersedu sedu, air matanya jatuh berderai di pipinya.

" Mengapa kamu menangis?", tanya Satria.

"Gadis itu, jalang!", ucap Rangga emosi, wajahnya merah padam karena amarahnya yang memuncak.

" Apa yang telah ia lakukan padamu?", tanya Satria.

"Gadis sialan itu merusak aset masa depanku! Aku cacat! Aku tidak berguna sebagai pria dewasa!"

"Maksudmu apa?", tanya Satria benar benar bingung.

Orang tua Rangga membawa Rangga ke tempat ini hanya mengatakan jika Rangga mengalami depresi parah sehingga mengamuk membabi buta dan membahayakan orang lain.

Tanpa mengatakan apa penyebab anaknya menjadi seperti itu.

" Lihat ini!"

Dengan kasar Rangga menarik celananya yang berpinggang karet dengan tangannya yang bebas sambil mengangkat bokongnya.

Sejak dilakukan pengobatan, Rangga memang tidak pernah memakai celana dalam.

"Hei, ada apa dengan 'milikmu' itu?", tanya Satria sambil memundurkan tubuhnya.

Ia terkejut setengah mati melihat bentuk alat kelamin yang aneh dan mengerikan itu.

Seumur umur ia belum pernah melihat hal seperti itu, baru kali ini benda aneh itu terlihat nyata di depan matanya. Berkerut dengan bentuk tak karuan.

Tanpa sadar Satria meringis ngilu, namun beberapa detik kemudian, ekpresi wajahnya kembali normal.

Sebagai tenaga medis khusus kejiwaan, ia tidak boleh menampilkan raut muka yang bisa membuat pasien tersinggung.

" Asal kau tahu, gadis jalang itu menusuk 'milikku' dengan jarum suntik yang berisi obat entah apa, sehingga menyebabkan itu ku bengkak dan sakit sekali.

Oleh dokter aku dioperasi sehingga menjadi jelek begini bentuknya dan tidak bisa lagi digunakan!"

Bicara Rangga terputus putus dengan nafas tersengal sengal dan matanya juga berkaca kaca.

Satria cuma bisa mengelus dada, sebagai sesama pria dewasa, ia bisa merasakan betapa hancur hati pasiennya ini.

Rangga tidak gila, dia tidak perlu dirawat di rumah sakit jiwa. Dengan pendekatan secara manusiawi dan rangkulan penuh kasih sayang, Satria yakin Rangga bisa menerima takdirnya.

Apa lagi jika disertai dengan pemahaman agama yang kuat, tentu Rangga bisa menerima takdirnya dengan lapang dada.

"Jika aku boleh tanya, mengapa kamu nekat memperkosa gadis itu? Maaf jika aku katakan, gadis itu menyerangmu karena kamulah yang menyerang duluan.

Ia gadis baik baik, ia hanya membela dirinya. Aku yakin gadis itu pasti masih perawankan?"

Mendengar pertanyaan Satria, Rangga tidak.marah, ia juga mengakui jika kesalahan itu sebenarnya ada pada dia, bukan pada gadis itu.

"Andai aku bisa menahan nafsuku dan tidak tergoda untuk menodainya, pasti saat ini aku akan baik baik baik saja", keluh Rangga disertai rasa sesal yang begitu dalam.

Tarikan nafas berat terdengar dari lenguhan Satria.

" Sekali lagi maafkan saya, jika pertanyaan selanjutnya mungkin tidak mengenakan hatimu!

Apakah kamu sudah terbiasa melakukan hubungan badan dengan bebas? Dan sejak kapan pertama kali kau melakukan itu?"

Rangga mendengkus, namun entah mengapa ia bisa nyaman mengeluarkan semua uneg unegnya pada Satria, orang yang baru ia kenal.

Maka dengan lancar Rangga bercerita tentang tante Rosna janda cantik tetangga sebelah rumah. Bahkan dengan bangga Rangga mengatakan ia sudah memiliki anak laki laki dengan wanita itu.

"Jadi kau melakukan itu pertama kali dengan wanita dewasa, saat umurmu belum genap tujuh belas tahun?", tanya Satria heran.

" Iya, dari dialah makanya aku jadi kecanduan seks bebas. Dan aku berganti ganti pasangan!", jawab Rangga bangga. Saking bangganya, lubang hidungnya sampai kembang kempis.

Lagi lagi Satria mengelus dadanya berulang ulang. Ia sangat prihatin mendengar cerita Rangga. Dan heran, apakah orang tuanya tahu akan kelakuan buruk anaknya itu?

Menyadari sikap Satria yang seperti itu, mendadak rasa bangga di dada Rangga lenyap tak berbekas.

Dan ada rasa malu, sedih, putus asa, saat Rangga juga menyadari, jika yang ia bangga banggakan di hadapan Satria, sudah berubah menjadi benda buruk rupa yang tidak bisa apa apa.

Bahkan jika dihadapkan dengan wanita cantik dan seksi sekali pun.

1
Afri Nilawati
alur yg berbeda
Afri Nilawati
lanjut kk
Syarifah Hanum: Terimakasih sudah mampir 🙏
total 1 replies
kagome
Lumayan
kagome: sama-sama Kak🤗
Syarifah Hanum: Terimakasih,🙏
total 3 replies
emi_sunflower_skr
Terima kasih sudah bikin hari-hariku lebih berwarna 🌈
Syarifah Hanum: Terimakasih, sudah mampir🙏
Syarifah Hanum: Sama sama!
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!