Jingga lelah dengan kehidupan rumah tangganya, apalagi sejak mantan dari suaminya kembali.
Ia memilih untuk tidak berjuang dan berusaha mencari kebahagiaannya sendiri. dan kehadiran seorang Pria sederhana semakin membulatkan tekadnya, jika bahagianya mungkin bukan lagi pada sang suami.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Deodoran, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25
Danis hanya bisa mengelus dada ketika sang Ayah sudah kembali menjabat sebagai Direktur Utama dan meminta Ruangan GM sebagai ruangannya.
"Kamu bisa renov ruangan Direktur yang lama......" Bara mengamati setiap detail Kantor putranya yang begitu sempurnya, tidak salah jika ia menginginkan ruangan ini.
"Bahkan ada kamar pribadi, padahal dulu tidak ada.....papi saja yang sering dikunjungi mamimu tidak pernah terfikir buat kamar begini dikantor. Lah kamu baru ditinggal ke Swiss langsung panggil mantanmu kerja dikantor trus dibuatkan ruangan khusus untuk ena...k"
"PAPI CUKUP!!" Danish tanpa sadar membentak Ayahnya. ia tak sanggup jika Bara terus mengungkit kesalahan fatalnya apalagi menuduhnya sembarang.
"Papi tidak tahu apa yang aku lalui selama tujuh tahun ini....tolong jangan terus ungkit kesalahanku! Andai aku bukan seorang Pria mungkin aku mati sejak lama karena digerogoti rasa bersalah." Danish hanya mengambil laptop dan keluar dari ruangan tersebut dengan membanting pintu.
Bara mendes@h pasrah..lalu terkekeh pelan, harusnya sejak dulu ia pulang dan memberi pelajaran pada putranya itu.
"Itu ganjaran pria tidak setia! Dasar suami durhaka" Umpat Bara masih sambil tertawa.
Ah andai ia tidak menerima kabar bahagia yang masih ia rahasiakan dari Danish mungkin sejak pertama kali menginjakkan kaki Di Indonesia ia masih tetap bersikap dingin pada putranya.
Danish pulang ke Apartemennya menenangkan diri, ia hanya menitip pesan pada Sella agar semua kepindahan barang barangnya dari ruang GM yang lama selesai hari ini juga setelah jam makan siang.
Lagi lagi Danish melihat sang ayah diruangan barunya. Namun Danish sama sekali tidak dendam dengan tuduhan tak berdasar yang sempat dilontarkan sang ayah.
Pria tua berusia enam puluh tujuh tahun itu Berdiri didepan lukisan berukuran sedang yang dipajang didinding tepat dihadapan Meja kerja Danish.
Sehingga saat pria itu bekerja pandangannya akan selalu tertuju pada lukisan tersebut.
Lukisan itu baru datang dari Koa Galery, Danish memang membeli satu lukisan saat kunjungan pertamanya.
Semua lukisan disana indah namun ia tertarik dengan lukisan anak perempuan bermata biru yang dilukis dengan aliran kubisme.
Unik menurut Danis .....
"Lembayung Senja Danudara...." Ujar Danish melihat sang ayah hanya terdiam didepan karya seni indah itu.
"Aku suka dengan wajah anak itu yang dilukis layaknya kumpulan kotak kotak."Lanjut Danish lagi.
"Papi tak punya keberanian menatap matanya....." ucap Bara terdengar begitu sendu," Maniknya sebiru lautan yang seakan ingin menenggelamkan Papi." Bara sebenarnya sangat ingin memiliki satu saja lukisan Lembayung Senja. Namun rasa untuk melihat secara langsung anak itu sendiri jauh lebih besar.
Danish tersenyum lalu berujar lirih...."Matanya mirip mami....tapi wajahnya cantik seperti Jingga...aku iri dengan Koa Danudara."
Dan itu sontak Membuat Bara mendecakkan lidah "Beberapa pria memang dikaruniai kebodohan yang hakiki...." Bara tak ingin mengatakan apa yang ia ketahui karena itu bukan kapasitasnya.
"Maksud Papi?" Sepertinya pria tua itu memang gemar mencari masalah sejak kepulangannya! Pikir Danish.
"Kau bilang mencari Jingga? Tapi apa ? tidak ada hasilkan?" cecar Bara, padahal bukan kebodohan dalam hal itu yang dimaksud Bara.
"Bagaimana aku bisa menemukannya jika ia menjelajahi setiap provinsi dengan Campervan, aku hanya fokus dengan transportasi umum...jangankan campervan aku bahkan ragu Jingga akan naik kereta atau kapal laut...." Danish menghela nafas.
"Ternyata bacaanmu sudah sangat jauh ya.....Hemm papi juga iri sama Koa Danudara dia benar benar seorang pria yang sempurna, satu kekurangannya ia tidak kaya meski begitu ia tetap bisa membahagiakan Jingga..." Bara mengambil posisi duduk disofa.
"Aku rasa kau harus berhenti minum obat tidur Danish....bukankah Jingga baik baik saja, tidak ada lagi yang perlu kau cemaskan kini...tidurlah yang nyenyak putraku.." Tatapan Bara terlihat begitu teduh.Meski ia sempat bersikap dingin atau sering mengatai putranya itu bodoh, jauh didalam lubuk hatinya Bara sangat mengasihani putranya.
Danish tersenyum hangat, Ia tahu ayahnya pasti mengamati dirinya selama tujuh tahun ini. Buktinya Bara bahkan tahu kalau ia mengonsumsi obat tidur padahal Yang tahu hal itu hanya dirinya, Sella dan psikiater yang menaganinya.
"Diawal perceraian kufikir Jingga berhasil membuat hidupku bagai di Neraka... Namun setelah merenung ternyata yang menciptakan neraka itu adalah diriku sendiri..." ujar Danish, mungkin ia bisa menerima masukan ayahnya untuk berhenti mengonsumsi obat tidur.
"Syukurlah kau sadar....ah iya Papi ada janji temu diluar mungkin sampai sore....."
.
.
.
"Sayang.....aku pergi dulu ya...." Jingga memeluk erat tubuh Koa seakan tak ingin melepasnya. Dan pria itu hanya tersenyum melepas Istrinya. Jingga sempat melirik beberapa butir obat diatas nakas sebelum keluar dari kamar.
"Iboookkkkkkk......" Sikecil Embun berlarian menaiki anak tangga dan gegas memeluk tubuh Jingga. Yang hari ini terlihat sangat cantik. Wanita itu masih betah dengan gaya rambut sebahunya yang berponi, tak ada aksesoris cukup dengan menyampirkan sebagian rambut disalah satu belakang telinga sudah membuat wanita yang kini berusia Tiga puluh satu tahun itu terlihat begitu manis.
"Anak ibuk cantik sekali...rambutnya diikat sama bibik ya dek?" Tanya Jingga ia menggendong anaknya menuruni tangga.
"Hemm....tantikkan adek Buk?" tanya Embun dengan wajah gemasnya yang bergoyang kekiri dan kekanan sehingga membuat ikat rambut model ekor kuda itu juga ikut bergerak selaras.
Dibawah sudah menunggu Lembayung Senja yang tersenyum begitu dewasa menghampiri sang Ibu.
"Ibu sehatkan?" tanya Senja..
"Sehat sayang....yuk, Opa pasti sudah menunggu kita..."
Jingga berjalan kaki sambil menggandeng dua putri kecilnya menyusuri setapak kecil lorong rumah mereka. Tiba dijalan besar Taxi online pesanan Jingga sudah menunggu dan membawa mereka kesalah satu restoran yang menyediakan privat room.
Kedua bocah kecil itu tak berhenti menatap penuh kekaguman bangunan yang nampak sangat mewah tersebut, sejak tinggal Di Jakarta dua anak itu selalu dimanjakan dengan tempat tempat yang tidak mereka dapatkan ditempat tinggal mereka yang dulu.
"Ibuk......." Panggil Senja lembut, namun saat Jingga menoleh bocah itu hanya tersenyum sambil menggeleng pelan, ia urung untuk menyuarakan isi kepalanya seperti biasanya.
Padahal banyak yang menjadi beban dikepala kecilnya.
Mengapa hidup mereka kini seperti orang kaya? Adalah pertanyaan yang paling ingin ia tanyakan.
"Apa Opa juga punya warna mata biru sama seperti kakak Buk?" tanya Senja pada akhirnya.
"Gak sayang...warna mata...."
"Sama kayak Ayahna kakak ya buuukk? Embun langsung menimpali.
Jingga menatap kedua putrinya dengan perasaan bahagia, Ia senang kedua anaknya bisa dengan mudah menerima kenyataan baru dalam keluarga kecil mereka.
"Bukan ayah dek....tapi papa."Ketus Senja. Ayahnya adalah Koa sedangkan pria baru itu ia sebut papa.
"Oh....papa ya buuuu?"
"Iya sayang papa....tapi hari ini kita cuman mau ketemu opa, papa nanti aja."
Jingga akhirnya membuka Handle pintu dengan tulisan angka dua puluh tiga yang terpampang didepanya. Mantan mertuanya lah yang mengatur tempat pertemuan ini.
Didalam pria tua itu sudah menunggu dengan degup jantung yang tak beraturan. Dan begitu anak kecil dan wanita yang pernah menjadi menantunya itu muncul air matanya tumpah...
Dengan langkah tertatih Bara menghampiri Jingga dan memeluknya erat.
"Jingga anakku."
"Papi...."
Keduanya larut dalam rasa rindu yang begitu mendalam. Meski hanya tiga tahun menjadi menantu namun Jingga sudah mengenal Bara sebagai Sahabat ayahnya yang baik hati sejak ia masih sangat kecil.
Jingga mengurai pelukannya terlebih dahulu dan menarik tangan Senja yang sejak tadi bersembunyi dibelakangnya.
Bara berlutut agar menyamai tinggi badan bocah kelas satu SD didepannya.
"Nak......" Bara mengusap surai panjang Senja yang berwarna hitam kecoklatan , lalu membawa tubuh mungil itu kedalam dekapannya.
"Matanya benar benar sebiru Samudra......Oma mu pasti bangga karena punya cucu yang memiliki manik mata yang sama dengan dirinya...." ujar Bara dengan hati bagai disayat sembilu.
Inilah yang membuat ia kembali ke Indonesia. Bara pernah berjanji akan menemani sang istri sampai kapanpun. Namun beberapa bulan yang lalu Jingga menghubunginya sendiri dan mengatakan ia sudah memiliki cucu.
Tak perlu tes DNA hanya melihat wajahnya saja Bara sangat Yakin Jutaan persen jika Lembayung Senja adalah cucunya.
"Opa....ini adek Senja...." Senja berusaha menarik tangan Embun yang sejak tadi hanya terdiam melihat momen haru dihadapannya. Ia bingung mengapa semua orang dewasa itu menangis.
"Biru Embun Danudara.....ini opa nak...." Saat hendak memeluk embun, bocah kecil itu justru memundurkan tubuhnya.
"Tapi opa ini opanya kakak? Bukan opanya adek. Adek sudah nda punya opa dan oma...iyakan buukkkk?" gadis kecil itu menatap Jingga dan mencari pembenaran. Jingga selalu mengajarinya untuk mendoakan Opa dan omanya yang kini berada disurga. Namun Jingga hanya tersenyum pilu.
"Ini opanya embun juga nak.....Biru embun tidak mau jadi cucu opa? Nanti opa sedih loh." Bara memasang wajah yang memelas.
Embun mengangguk bahagia "Boleh adek panggil opa juga?"
"Boleh sayang....boleh sekali..."
Bara memesan ruangan yang cukup luas, cukup untuk menampung satu keluarga besar.
ia memesan banyak makanan yang disukai anak anak termasuk es krim yang kini dinikmati Senja dan Embun diujung meja yang berdekatan dengan dinding kaca dimana memperlihatkan pemandangan danau buatan.
"Terima kasih nak karena kamu sudah menjadi wanita yang kuat.....terima kasih karena membesarkan anak anak yang lucu itu, terkhusus Lembayung Senja..."
"Kau dan Suamimu benar benar pasangan yang hebat, sayang dia tidak ada disini padahal Papi berharap bisa berterima kasih langsung padanya.....Oh iya kenapa Koa tidak ikut?"
"Ah....dia sedang beristirahat Pi..." Jingga lalu membuang pandangannya pada kedua anaknya yang masih menikmati es krim.
semoga ada karya baru yg seindahhh ini... aamiin
semua karya author yg pernah aku baca keren semua... 👍👍👍
(sedih banyak penulis yang keren yang gak lanjut disini)