NovelToon NovelToon
Tidak Pernah Ada Kata Perpisahan Antara Kita

Tidak Pernah Ada Kata Perpisahan Antara Kita

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Poligami / Lari dari Pernikahan / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati
Popularitas:8.2k
Nilai: 5
Nama Author: jnxdoe

Selama 2 tahun menjalin mahligai rumah tangga, tidak sekali pun Meilany mengucapkan kata 'tidak' dan 'tidak mau' pada suaminya. Ia hanya ingin menjadi sosok seorang isteri yang sholehah dan dapat membawanya masuk surga, seperti kata bundanya.

Meski jiwanya berontak, tapi Mei berusaha untuk menahan diri, sampai pada akhirnya ia tidak bisa menahan lagi ketika suaminya meminta izinnya untuk menikah lagi.

Permintaan itu tidak membuat Mei marah. Ia sudah tidak bisa marah lagi ketika sudah kehilangan segalanya. Tapi ia juga tidak bisa tinggal di tempat yang sama dengan suaminya dan memilih pergi.

Selama 7 tahun Mei memendam perasaan marah, sampai pada suatu ketika ia menemukan kebenaran di dalamnya. Kebenaran yang sebenarnya ada di depan matanya selama ini, tapi tidak bisa ia lihat.

Bisakah Mei memperbaiki semuanya?

*Spin off dari "I Love You, Pak! Tapi Aku Takut..."

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon jnxdoe, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 23 -

\= Salah satu rumah sakit di kota J. Kamar VIP \=

"Saya yakin ini hanya kecelakaan, Mei. Mungkin Aslan ingin mengambil sesuatu dan terpeleset. Untungnya, saya sedang mengecek CCTV waktu itu."

"Bagaimana pun, terima kasih atas bantuannya pak Hagen. Saya tidak bisa membayangkan kalau tidak ada Anda saat itu... pasti mas Aslan... mas Aslan..."

Senyuman Hagen terlihat kecut dan tidak enak.

"Jangan begitu. Saya yakin Aslan akan menjelaskannya padamu begitu dia sadar nanti. Kau semangatlah."

Pria tinggi itu menepuk ringan bahu Mei. Kepala wanita itu tampak sedikit tertunduk.

Meski sangat banyak hal yang jadi pertanyaan dalam benaknya, tapi pria itu dengan bijaksana tersenyum.

"Tolong jaga suamimu, Mei. Dia sepertinya sangat membutuhkanmu saat ini. Saya akan bilang pada Herman kalau Aslan akan mengambil cuti beberapa hari."

Suara Mei tersendat dan ia mengangguk, "Terima kasih sekali lagi pak Hagen."

Kepala Hagen mengangguk. Pria tampan itu baru akan keluar saat terdengar lagi suara Mei di belakangnya.

"Maaf pak Hagen, kalau saya lancang. Tapi apa boleh saya melihat CCTV-nya?"

Kepala Hagen menoleh dan ia mengerutkan alisnya. "Untuk apa? Saya sudah bilang itu kecelakaan."

Raut wanita itu perlahan terlihat mengeras. Tatapannya tajam dan bibirnya sedikit menipis.

"Saya perlu memastikannya lagi, pak. Untuk kali ini, saya hanya ingin tahu kebenarannya. Karena selama 9 tahun, saya hidup dalam bayang-bayang dan saya tidak mau mengalaminya lagi. Apapun hasilnya, suka tidak suka, saya akan menghadapinya langsung. Saya ingin agar masalah saya dengan suami bisa terselesaikan sekarang, pak Hagen. Saya tidak mau dan tidak bisa menundanya lagi terlalu lama."

Sejenak, Hagen hanya menatap Mei beberapa saat dan akhirnya menghela nafasnya sedikit panjang.

"Baiklah. Saya akan mengirimnya lewat e-mail. Nanti kau bisa menceknya sendiri."

Menelan ludah, Mei mengangguk kaku. "Terima kasih banyak pak."

Senyuman Hagen perlahan terkembang.

"Tidak. Justru saya yang seharusnya berterima kasih. Saya bersyukur Aslan menikahimu Mei. Dia memang butuh pendamping yang jauh lebih asertif dan mendorongnya dari belakang. Herman pernah bilang kalau Aslan itu terlalu pasif. Tidak percaya diri. Padahal dia punya kemampuan menggantikan atasannya kelak."

Beberapa waktu setelah Hagen pergi, Mei duduk di samping Aslan yang masih tertidur. Pria itu diberi obat penenang, karena katanya sempat meronta saat akan dibawa ke rumah sakit.

Memandang sosok suaminya yang pucat, mata Mei berkaca-kaca. Ia tidak mau berfikir aneh-aneh, tapi kata-kata dokter tadi masih terngiang di benaknya.

'Tolong jaga dia, bu Mei. Kondisinya sepertinya tidak stabil. Saya tidak tahu apa yang akan dilakukannya nanti kalau dia sudah sadar. Bisa saja dia melukai dirinya sendiri atau orang lain. Untuk sementara, jauhkan dia dari benda tajam, atau benda berbahaya lain. Intinya, jangan biarkan dia lepas dari pengawasanmu. Mungkin Anda bisa mempertimbangkan membawa dia ke psikolog atau psikiater untuk konsultasi.'

Pikirannya yang kalut terpecah, saat ia mendapat notifikasi pesan masuk di ponselnya. Tampak ada e-mail baru yang masuk ke e-mail kantornya. Sedikit terburu-buru, ia membukanya.

Apa yang dilihatnya di sana membuat bulir air mata di kelopak Mei perlahan turun.

Ia menatap suaminya beberapa saat dan menggenggam erat tangan pria itu. Ia menunduk dan mulai terisak.

"Mas Aslan... kenapa...? Kenapa mas...?"

***

\= Flashback kejadian sekitar 4 jam lalu \=

Berada di lantai tertinggi gedung TJ Corp., Aslan bisa merasakan hembusan angin yang sangat kuat menerpa wajah dan juga rambutnya. Dasi yang ada di leher terasa mulai menamparnya, membuat pria itu melepas dan membiarkannya terbang terbawa angin.

Terbang terbawa angin... Kalau saja masalahnya bisa terbang dibawa angin, mungkin hidupnya tidak akan semenyedihkan ini...

Mata cokelatnya memandang sekitarnya. Ia bisa melihat tangga menuju lokasi helipad di atas gedung, yang terkadang digunakan para direksi atau pun tamu penting bila mereka datang dan pergi untuk meeting. Kali ini, tidak ada yang menggunakannya, membuat lampu yang biasanya memancar lembut di sana padam.

Berpaling ke arah lain, pria itu mulai berjalan ke salah satu penjuru. Ia bisa melihat pemandangan gedung lain yang diwarnai sinar lampu terang benderang dari beberapa titik.

Hal yang dilihatnya sangat indah, tapi hatinya sudah beku, membuat Aslan tidak lagi mampu membedakan. Tangannya yang memegang railing terasa dingin, juga basah. Ingatannya melayang ke beberapa tahun lalu.

'Mei. Saya mau dikenalkan sama kamu, karena saya tidak mau main-main lagi. Saya sekarang mencari isteri, dan bukan kekasih. Jujur, saya pernah pacaran selama 4 tahun dengan seseorang, tapi gagal. Sekarang, saya hanya ingin mencari perempuan yang bisa menjadi pendamping saya. Saya lihat kita cukup cocok, baik dari segi pendidikan, pola pikir dan juga keyakinan. Saya tidak mempermasalahkan kamu seorang mualaf, karena saya bersedia ngajarin kamu dari awal. Bagaimana dengan kamu sendiri? Kamu mau serius dengan saya?'

Apakah kau telah menjadi imam yang baik untuknya, Ash? Sepertinya tidak.

'Jadi, mas mau nikah lagi? Aku mengerti mas. Tidak perlu mas jelaskan lagi, mas sudah dapat izinku.'

Mengingat kata-kata isterinya, hati Aslan teremas sakit.

Ingatan-ingatan dari masa lalunya perlahan mulai mampir di otaknya.

Ketika bayi yang tidak pernah ia tahu tengah tumbuh di dalam perut isterinya telah tiada, ia tidak sanggup menanyakan kenapa isterinya tidak mengatakan soal itu padanya. Ia tidak bisa mengeluarkan sepatah kata pun. Ia tidak mampu dan tidak tega, saat melihat wajah isterinya pucat dan sedang menangis di tempat tidur.

Saat itu ia tidak menangis. Ia tidak bisa menangis, karena merasakan separuh jiwanya mati bersama bayinya. Anak yang sangat dia harapkan dari isterinya telah tiada, bahkan sebelum sempat ia tahu keberadaannya.

Tapi saat itu kau meninggalkannya, Ash. Bukannya menemani isterimu dan berbagi kesedihan dengannya. Kau terlalu egois dan pengecut untuk mengakui kau sangat hancur waktu itu kan? Lelaki cemen kau ini!

Setetes air turun ke pipi Aslan yang dingin. Ia masih menatap kosong ke depan. Kata-kata terakhir isterinya tujuh tahun lalu sangat membekas di otaknya. Hingga saat ini.

'Engga usah repot mas. Beneran kok, aku ga butuh apa-apa. Aku juga ga pengen apa-apa.'

Benar bukan? Isterimu tidak pernah membutuhkanmu. Kalau saja dia tidak menikahimu, mungkin karirnya waktu itu sudah meningkat pesat. Jauh lebih pesat dari dirimu. Kau yang telah menghambatnya, Aslan!

'Ceraikan Mei, mas. Ceraikan, Mei!! Ceraikan Mei, sekarang juga!!!'

Suara teriakan isterinya seolah menggema di relung kepala Aslan, membuat pria itu memejam erat.

Kepalanya mulai terasa pusing dan ringan. Tubuhnya serasa bergoyang saat ia membuka matanya perlahan. Di tengah kabut air di bola matanya, Aslan dapat melihat dasi yang ia lepas tadi terbang ke arahnya. Benda tipis panjang itu melewatinya dan melayang menuju ke hamparan gedung-gedung di depannya.

Jantung pria itu mulai berdebar keras saat ia mengingat sesuatu.

Dasi itu dari Mei. Isterinya.

"Tidak..."

Tangannya otomatis meraih benda itu dan tanpa sadar, ia membungkukkan badannya di railing. Lupa sama sekali, kalau ia sedang berada dalam situasi yang sangat membahayakan.

Saat tangannya berhasil meraih ujung dasinya, mata Aslan menatap ke depannya. Air matanya tumpah.

"Mei...?"

"ASLAN!!!"

Teriakan serak itulah yang terakhir diingat Aslan, sebelum semuanya menggelap.

1
Sri Mulyati
lanjut Thor ceritanya seru
Anis Rohayati
jujur gua malah jiji klu smpe mei balikan lagi sma si smpah aslan ingat laki2 modelan kya gini ga harus di pertahan kan pantes di buang
Sunaryati
Segera urai kesalahpahaman kalian, mulai dari awal jika sudah kembali bangun komunikasi yang baik jangan ada hal yang harus ditutpi
Harun Gayam
hadeuh muter² tetuss
Sunaryati
Itu akibat tak ada komunikasi yang jelas tujuh tahun yang lalu
Sunaryati
Dobell up Thoot makin menarik ceritanya
Sunaryati
Makin ada kejelasan, tapi tetap saja penyebabnya Ashlan telat menjelaskannya pada Mei sehingga Mei menyimpulkan jika Ashlan bersedia menikahi Cristine apalagi dugaan itu dikuatkan dengan kebersamaan Ashlan dan Cristine di kedai kopi dan terlihat Ashlan memegang tangan Cristine
Sunaryati
Itu sepenuhnya bukan salahmu, karena Ashlan tidak menjelaskan setelah kamu kecelakaan yang menyebabkan keguguran, seharusnya waktu itu mengurai kesalahpahamanmu memergoki Ashlan dan Cristine di kedai, karena sebelumnya Ashlan minta izin menikah
Ma Em
Aku kasihan pada Aslan kalau memang Aslan tdk menikah dan tdk pernah tidur dgn Cristine bilang sama Mei dan buktikan agar Mei percaya
Ma Em
Luar biasa
Sunaryati
Selidiki duli Mei, dan kamu Ashlan jika kamu tidal menikahi Cristine buktikan. Kesalahan kamu dulu minta izin menikahi Cristine, dua kamu ketemuan sama Cristine yang dipergoki Mei sehingga Mri kecelakaan dan keguguran
kesalahau besar Ashlan
Sunaryati
Lanjuut donel up Thoor, ceritanya semakin seru dan menarik
Sunaryati
Jelaskan dulu Ashlan Mei dan pembaca juga penasaran, kamu jadi menikahi Cristine? Jika ya kabulkan permintaan Mei untuk menceraikannya, jika tidakk kejar dan perjuangkan cintami, karena Mei sangat setia padamu
Sunaryati
Ceritanya menarik jika berkenan tolong up tiap hari Thoor
Sunaryati
Jika Ashlan tidak jadi menikah dengan Cristin, kembalilah. Namun jika sudah menikah lebih baik mundur dari pada sakit hati
Sunaryati
suka, jika penasaranku terjawab ttg Cristine tak kasi bintang 5
Sunaryati
Lanjuut fobel up, ya
Sunaryati
Bagaimana pernikahan Ashlan dengan Cristine, Thoor, bukankah kepergian Mei karena Ashlan akan menikahi mantannya itu
Sunaryati
Oh ternyata Mei keguguran ketika kecelakaan saat melihat Ashlan dan Cristin di Cafe, kasihan Mei
jnxdoe: Terima kasih kak buat komentarnya... Tetep baca sampai tamat ya... 🥰🙏
total 1 replies
Sunaryati
Sebelum pergi kan mengabarkan kehamilan Mei pada Ashlan, mana anak Mei?
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!