NovelToon NovelToon
Takdir Cinta Clareance

Takdir Cinta Clareance

Status: sedang berlangsung
Genre:Pengantin Pengganti / Aliansi Pernikahan / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Cinta Seiring Waktu / Angst / Romansa
Popularitas:61.4k
Nilai: 5
Nama Author: Dewi Budi Asih

Sejak kecil Rea seorang anak tunggal terlalu bergantung pada Jayden. Laki-laki sok jagoan yang selalu ingin melindunginya. Meskipun sok jagoan dan kadang menyebalkan, tapi Jayden adalah orang yang tidak pernah meninggalkan Rea dalam keadaan apapun. Jayden selalu ada di kehidupan Rea. Hingga saat Altan Bagaskara tidak datang di hari pernikahannya dengan Rea, Jayden dengan jiwa heroiknya tiba-tiba menawarkan diri untuk menjadi pengganti mempelai pria. Lalu, mampukah mereka berdua mempertahankan biduk rumah tangga, di saat orang-orang dari masa lalu hadir dan mengusik pernikahan mereka?



Selamat Membaca ya!


Semoga suka. 🤩🤩🤩

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewi Budi Asih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Ep 25

Pedro melepaskan cengkeraman di leher Yuta dan mundur beberapa langkah, saat ia melihat istrinya mulai kesulitan bernapas. "Rapikan pakaianmu, jangan sampai membuat orang lain curiga," desisnya sebelum melangkah pergi meninggalkan kamar, dan membanting pintunya sekuat tenaga.

Sementara Yuta masih diam di balik pintu kamar, tubuhnya merosot turun dengan kedua tangan menyentuh dadanya yang terasa sesak. Wanita itu menangis dalam diam, meratapi nasibnya sendiri.

Selama bertahun-tahun Yuta hanya bisa menelan rasa sakit itu sendiri. Saat suaminya mengencani perempuan lain, dan saat suaminya melakukan kekerasan padanya.

Tapi, walau bagaimanapun Yuta tidak bisa pergi. Yang bisa dia lakukan hanyalah bertahan, berpura-pura bahagia di depan semua orang dan juga putranya, Altan Bagaskara.

Dia tak mau Altan tahu kalau suaminya adalah pria yang tidak pantas di sebut sebagai seorang ayah. Sejak kematian Abram kala itu, Pedro perlahan berubah. Rasa sakit dan kehilangan telah merubah sifatnya. Pedro bukanlah pria yang sama lagi. Dia sering melampiaskan kekesalannya pada Altan dan juga Yuta. Pedro selalu menganggap Altan tidak sebanding dengan Abram, bahkan dia pernah berucap bahwa lebih baik dia kehilangan putra seperti Altan dari pada seorang anak laki-laki cerdas dan tangguh seperti Abram, yang sudah ia gadang sebagai penerusnya kelak.

Karna itulah Altan tak pernah pulang ke rumah, dan lebih memilih untuk tinggal di apartemen. Lelaki itu merasa tidak diakui oleh orang tuanya sendiri. Perasaan itulah yang membuat Altan memberontak dan selalu menentang ucapan Pedro.

"Nyonya, tamunya sudah datang," suara asisten rumah tangga dari balik pintu, membuat lamunan Yuta buyar.

Wanita itu perlahan bangkit dan segera mengusap air matanya. Dia tak boleh menunjukkan kesedihan di depan Altan dan Clareance.

###

Sejak keluar dari dalam mobil, Altan tak pernah melepas genggamannya pada tangan Clareance. Meski hati dan pikirannya masih tertuju pada Zika yang menunggu di apartemen, tapi pria itu tak ingin memberikan kesan buruk pada calon istrinya.

Sebisa mungkin dia harus membuat Clareance merasa nyaman berada di dekatnya. Tentu saja karna Altan takut sifatnya berubah, Clareance akan semakin menaruh curiga padanya. Susah payah Altan membujuk calon istrinya itu untuk berbaikan dengannya dan berhenti membahas soal Zika yang ia temui di apartemennya.

Pria itu hanya khawatir kalau Rea menanyakan soal Zika pada kedua orang tuanya, karna waktu itu Altan beralasan kalau kekasih gelapnya itu adalah sepupunya.

"Bagaimana penampilanku apa terlalu mencolok?" Tanya Rea pada Altan, saat kakinya melangkah melewati ambang pintu. Gadis manis itu menghabiskan waktu berjam-jam hanya untuk memilih gaun yang tepat untuk dipakai menemui calon mertuanya.

"Sama sekali enggak. You look gorgeous, as always," puji Altan dengan kedipan sebelah mata, membuat Rea tersipu malu.

Malam itu, Rea hanya mengenakan gaun dengan potongan sederhana. Warnanya yang tidak terlalu mencolok membuatnya terlihat anggun dan tentu saja, mempesona. Hingga saat Pedro muncul di ruang tamu, pria itu sempat terpana sesaat melihat calon menantunya. Dalam hati dia memuji penampilan Clareance, bentuk tubuh dan juga sikapnya yang sangat sopan.

"Mama mana, Pa?" Tanya Altan usai menemani Rea menyapa ayahnya.

"Ada di dalam, tunggu saja di sini," sahut Pedro hendak menggiring putra dan calon menantunya untuk duduk di sofa ruang tamu.

Namun, Altan tampak tak menghiraukan ucapan ayahnya. Pria itu menoleh ke arah Rea sebentar, membisikkan sesuatu pada gadis itu sebelum ia melangkah pergi meninggalkan calon istrinya.

"Altan?"

Lelaki tampan pemilik sorot mata tajam itu langsung menghambur dalam pelukan ibunya. Tubuhnya yang tinggi besar seolah menelan Yuta yang berbadan kurus.

"Mama baik-baik saja, kan?" Lirih Altan sebelum melepaskan pelukannya.

"Kalau kamu khawatir sama Mama, seharusnya kamu sering-sering datang ke sini," sahut Yuta dengan senyum lebar, berusaha menyembunyikan luka hatinya.

Altan hanya diam, menatap wajah ibunya yang tampak lebih tua dari usia yang sebenarnya. Lelaki itu tahu betul bagaimana situasi ibunya. Dia tidak bodoh. Salah satu alasan Altan pergi dari rumah karna dia tak tahan melihat ibunya menderita karna ulah ayahnya sendiri.

Karna itulah Altan bertekat ingin mengambil alih perusahaan ayahnya. Dia ingin membawa ibunya pergi dari rumah yang penuh derita ini.

"Mama sakit, ya?"

Yuta menggeleng, menangkup kedua tangannya yang masih di genggam erat oleh putranya. Rasanya sungguh menyenangkan.

"Ayo kita temui Clareance, jangan biarkan dia menunggu terlalu lama. Kasian."

Altan mengangguk setuju, lalu menggandeng ibunya menuju ruang tamu.

Begitu mereka berdua sampai, Yuta sempat melihat bagaimana cara suaminya menatap Clareance. Pria hidung belang itu tampak sangat tergoda dengan calon menantunya sendiri.

Sungguh menjijikan!

"Ehem!" Yuta berdehem, membuat Pedro sedikit terkejut dan bergeser agak menjauh dari tempat duduk Clareance. "Hai, Rea. Apa kabar, sayang."

Clareance bangkit saat melihat Yuta mendekat dan memeluknya sekilas. "Baik, Tante," jawabnya sopan, sambil membalas pelukan calon ibu mertuanya.

Ini bukanlah pertemuan pertama mereka. Tapi, entah kenapa gadis itu terlihat sangat canggung. Tidak biasanya dia merasa gugup dan berdebar-debar saat bertemu dengan orang tua Altan. Apa mungkin karna pernikahan mereka semakin dekat?

"Ayo kita pindah ke ruang makan, semua hidangannya sudah siap di sana," ujar Yuta sambil melayangkan tatapan sinis pada suaminya, namun ia berhasil menutupinya dengan senyuman manis.

###

"San, jadwal meeting berikutnya jam berapa?" Tanya Jayden pada salah satu stafnya.

Gadis cantik berkacamata itu segera memeriksa laptop di hadapannya untuk melihat jadwal Jayden setelah makan siang nanti.

"Jam satu, Pak. Di hotel L' Amore Park City."

"Oke, saya berangkat sekarang saja, sekalian lunch."

Shanty mengangguk, lalu menyerahkan beberapa berkas yang di perlukan Jayden untuk menemui klien.

Gadis itu sedikit menggigit bibir bawahnya saat melihat Jayden melonggarkan kancing kemeja teratas. Pria di hadapannya ini benar-benar menggoda iman. Diam-diam Shanty jadi penasaran, siapa perempuan beruntung yang akan menjadi istri pria tampan dan menggairahkan itu kelak.

"Ehm, apa saya perlu ikut untuk menemani pak Jayden bertemu klien. Siapa tahu ...."

"Nggak perlu, saya bisa handle sendiri. Ini bukan pertemuan pertama dengan klien itu, kan? Lagi pula setelah itu saya langsung pulang."

"Nggak balik ke kantor lagi, Pak?" Shanty bertanya dengan nada kecewa. Padahal salah satu alasannya masuk kantor setiap hari adalah demi bisa melihat pria tampan bertubuh atletis ini. Ya, selain gaji yang lumayan tinggi tentunya.

"Saya ada urusan penting sepulang kantor," Dusta Jayden dengan wajah datar.

Urusan apa, sih, Jayden? Menata hati untuk persiapan pernikahan Clareance yang sebentar lagi akan di gelar? Sindir hati kecilnya.

Usai bicara dengan stafnya, Jayden merapikan meja dan keluar dari ruangan. Saat ia berdiri di depan lift yang akan membawanya turun ke lantai basement, ia dikejutkan dengan kedatangan Brigita yang keluar dari lift di hadapannya.

"Hai, Mas Jayden. Wah, baru saja aku mau menelpon tadi," sapanya dengan senyum lebar. Sungguh berbanding terbalik dengan ekspresi wajah Jayden yang masih terkejut melihat Brigita muncul di kantornya.

"Kamu ada urusan apa di sini?" Tanya Jayden setelah menyingkir dari depan pintu lift, agar tidak mengganggu pengguna lain yang hendak masuk kotak besi itu.

"Mas Jayden lupa ya kalau masih punya utang sama aku?"

"Utang apa, ya?"

"Waktu itu mas Jayden mau ngajakin aku makan malam, tapi batal gara-gara mas Jayden ada keperluan mendadak. Nah, sekarang aku mau nagih utang."

Jayden tersenyum tipis sambil membuang wajah ke samping. Gadis pemilik lesung pipi itu benar-benar lucu dan menggemaskan. Tingkahnya tak kalah jauh dengan Kaluna, adiknya.

"Oke, tapi aku nggak bisa lama-lama. Ada klien yang harus aku temui setelah makan siang."

Brigita mengangguk setuju, kedua ibu jarinya terangkat naik dengan senyum super lebar. Hingga gigi gingsulnya terlihat jelas, membuat gadis itu tampak begitu cantik.

Tanpa sadar, kedua tangan Jayden terulur menepuk-nepuk kepala Brigita, membuat wajah gadis itu seketika merona kemerahan. Entah apa yang ada di dalam pikiran Jayden saat ini, mungkin dia sedang merindukan Clareance yang beberapa hari ini tak lagi menghubunginya. Setiap kali dia melihat gadis yang tingkahnya manja dan menggemaskan, Jayden selalu teringat pada teman masa kecilnya itu.

"Mas Jayden mau makan apa?" Tanya Brigita saat keduanya sudah masuk ke dalam lift. "Seafood? Nasi goreng? Sushi atau ... Kita coba makanan Korea?"

Jayden hanya tersenyum melihat tingkah Brigita yang begitu bahagia hanya karna bisa makan siang berdua dengannya.

"Mas Jayden, ...."

"Ssstt!" Tiba-tiba Jayden menempelkan jari telunjuknya tepat di bibir Brigita, membuat gadis itu terkesiap dan diam seribu bahasa. "Can you stop calling me, Mas Jayden? Panggil nama saja. Nggak usah pakai Mas, paham?"

Brigita mengangguk, kelopak matanya mengerjap cepat, seiring dengan deburan jantung yang menghantam rongga dadanya.

Gadis itu tak pernah sanggup membayangkan situasi ini. Berada di ruang sempit hanya berdua saja dengan pria yang disukainya. Dan yang lebih membuatnya tak tahan adalah, jarak mereka yang begitu dekat. Sampai-sampai Brigita bisa mencium aroma pria tampan itu sepuasnya.

Ya Tuhan, andai saja dia boleh meminta. Brigita ingin waktu berhenti detik ini juga.

Maaf sampai di sini dulu ya. Aku lanjut besok lagi jangan lupa like, vote dan komennya aku tunggu ♡

Bersambung.

1
EMBER/FIGHT
Hormat senior /Smirk/
Dewi_risman25: semoga suka dan menghibur, jangan sampai di skip/loncat babnya ya, selamat membaca 😊
total 1 replies
Dewi_risman25
Semoga Suka jangan di lompat-lompat baca Babnya ya, dan ikuti terus ceritanya hingga tamat 😘🙂
Renesme
Bagus ceritanya bisa menghibur 😊
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!