NovelToon NovelToon
Dosen Ngilang, Skripsi Terbengkalai

Dosen Ngilang, Skripsi Terbengkalai

Status: sedang berlangsung
Genre:Dosen / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Persahabatan / Slice of Life
Popularitas:3k
Nilai: 5
Nama Author: Atikany

Realita skripsi ini adalah perjuangan melawan diri sendiri, rasa malas, dan ekspektasi yang semakin hari semakin meragukan. Teman seperjuangan pun tak jauh beda, sama-sama berusaha merangkai kata dengan mata panda karena begadang. Ada kalanya, kita saling curhat tentang dosen yang suka ngilang atau revisi yang rasanya nggak ada habisnya, seolah-olah skripsi ini proyek abadi.
Rasa mager pun semakin menggoda, ibarat bisikan setan yang bilang, "Cuma lima menit lagi rebahan, terus lanjut nulis," tapi nyatanya, lima menit itu berubah jadi lima jam.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Atikany, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Part 17

Aku melangkah ke dalam ruangan dengan perasaan yang campur aduk. Rasa dingin dari udara pendingin ruangan segera menyentuh kulitku, as if adding to the emotional weight I was already feeling, seolah menambah beban emosional yang sudah aku rasakan.

Aku duduk di kursi yang disediakan, meletakkan lembar form validasi dan proposalku yang sudah direvisi di atas meja di depanku. Kertas-kertas itu tampak putih bersih, siap untuk ditelaah, but I felt like I was holding a heavy burden, tetapi aku merasa seperti memegang beban yang sangat berat.

Aku bisa melihat  beliau sedang tenggelam dalam tumpukan berkas dan dokumen. Occasionally, they checked their phone, tampak sangat fokus dan tidak memperhatikan apa yang ada di sekelilingnya.

Rasa gugupku semakin meningkat melihat betapa sibuknya beliau, and I felt unsure about how to approach the situation, dan aku merasa bingung harus bagaimana menghadapi situasi ini.

Teman-temanku, yang sudah lebih dulu mengalami proses ini, memberikan berbagai tips sebelum aku masuk ke ruangan. Mereka memberitahuku untuk tidak mengganggu beliau jika mood-nya sedang buruk. "Jangan memancing beliau," one of them said seriously, "Jika beliau terlihat kesal, lebih baik diam saja. Jawab pertanyaan beliau sebisa mungkin dan jangan hanya diam."

I tried to follow their advice, but the anxiety made it hard for me to think clearly. Aku mencoba untuk mengikuti saran mereka, tetapi perasaan cemas ini membuatku sulit untuk berpikir jernih.

 Aku duduk di kursi dengan tangan yang sedikit bergetar, berusaha untuk tidak menunjukkan ketidaknyamananku.

Every second felt like a minute, and every minute felt like an hour.

Setiap detik terasa seperti menit, dan setiap menit terasa seperti jam.

Aku merasakan ketegangan di setiap otot tubuhku, mulai dari ujung jari hingga pundak.

***

Pak Sekjur akhirnya memandang ke arahku. Ada sesuatu dalam tatapannya yang membuatku sulit membaca ekspresi beliau. Rasa takut yang menggelayuti diriku membuatku ingin segera meninggalkan ruangan ini, but I was already here, with no way to turn back, tetapi aku sudah berada di sini, dan tidak ada jalan mundur.

My heart pounded as he finally spoke, "Kesini mau ngapain, Ka?"

When the question came out, I quickly responded, "Mau minta tanda tangan, Pak."

I was surprised at how those words came out of my mouth, as if I couldn’t control what I was saying. I felt like I was in a nightmare where everything seemed wrong.

Aku sendiri kaget dengan bagaimana kata-kata itu keluar dari mulutku, seolah-olah aku tidak bisa mengontrol apa yang kuucapkan. Aku merasa seperti sedang berada dalam mimpi buruk di mana semuanya terasa salah.

Pak Sekjur tampak sedikit frustrasi saat mendengar jawabanku. "Saya lagi sibuk banget hari ini," ucap beliau dengan nada yang tidak bisa kuartikan.

Aku hanya bisa duduk diam mendengar kata-kata tersebut, dan rasa ingin menangis.

It felt like the weight of the world was on my shoulders, and every passing second seemed heavier.

Rasanya seperti seluruh beban dunia berada di pundakku, dan setiap detik yang berlalu terasa semakin berat.

I hoped he might take a moment to look at my proposal before moving on to his tasks.

Aku berharap beliau bisa meluangkan sedikit waktu untuk melihat proposalku sebelum melanjutkan kegiatannya.

Mungkin jika beliau melihat betapa seriusnya aku, dia akan lebih sabar, he would be more patient. But at that moment, rasa putus asa membuatku hanya bisa duduk diam, feeling a profound sense of helplessness, merasakan ketidakberdayaan yang mendalam.

"Nanti langsung ke Kajur ya," ucap Pak Sekjur akhirnya.

Aku melihat bagaimana beliau mengambil form validasi ku, memberikan tanda tangan dengan cepat, dan kemudian menyerahkannya kembali padaku.

Tanda tangan yang diberikan tampak begitu sederhana,  but to me, itu adalah simbol dari proses yang panjang dan melelahkan yang akhirnya mencapai titik awal.

***

Aku terkejut ketika Pak Sekjur akhirnya memberikan tanda tangan tanpa melihat kembali proposalku. It felt like a mix of disbelief and relief all at once. Rasanya seperti berada di tengah-tengah ketidakpercayaan dan kelegaan sekaligus.

There was a jumble of emotions inside me, as if I had just crossed a very important threshold, but in an unexpected way.

 Ada perasaan campur aduk di dalam diriku, seolah-olah aku baru saja melangkah melewati suatu ambang batas yang sangat penting, namun dalam keadaan yang tidak terduga.

"Langsung ke meja beliau aja, mumpung lagi kosong," ucap Pak Sekjur, and his words seemed to snap me out of my confusion, dan kata-kata itu seolah menyadarkanku dari kebingunganku.

I turned around, and indeed, mahasiswa yang sebelumnya sedang berkonsultasi dengan Mom Sekjur sudah keluar. Ruangan menjadi sedikit lebih tenang, dan meja mom Sekjur tampak siap untuk menerima mahasiswa berikutnya.

"Baik, Pak. Terima kasih," ucapku, mencoba untuk terdengar sopan dan penuh rasa syukur meskipun my heart was still racing.

Aku mengambil proposalku dengan lembut dan melangkah menuju meja Kajur. Setiap langkah terasa berat, and I couldn’t help but feel the mix of emotions filling my heart, dan aku tidak bisa menahan rasa campur aduk yang mengisi hatiku.

***

It felt like déjà vu. Aku sudah mempersiapkan semuanya dengan baik, or at least I thought I had, atau setidaknya aku pikir begitu.

Aku sudah menghafal jawaban-jawaban yang kira-kira akan ditanyakan oleh dosen. I was so sure I was ready, repeating everything in my head over and over. Aku yakin sekali kalau aku sudah siap, sudah mengulang-ulang di kepala berkali-kali.

But, begitu beliau bertanya, "Metode penelitianmu apa, nak?" everything in my mind seemed to vanish into thin air, semua yang ada di pikiranku seperti kabur entah ke mana.

"Kuantitatif, Mom," jawabku dengan suara yang hampir tenggelam.

It was so soft that I could hardly hear myself. I could feel my heart pounding faster, as if it wanted to leap out of my chest.

Suara itu terdengar begitu pelan, hampir tak terdengar, bahkan olehku sendiri. Aku bisa merasakan detak jantungku semakin cepat, seakan ingin keluar dari dada.

Beliau mengangguk sedikit, lalu melanjutkan, "Analisis apa yang kamu gunakan?"

My heart raced even faster, jantungku semakin berdegup kencang. This question should have been easy, pertanyaan ini seharusnya mudah.

had studied, sudah mempersiapkan jawaban, sudah berusaha untuk memahami mengapa aku memilih analisis korelasi perseoan.

But all the words that had been neatly organized in my brain suddenly disappeared. My mind went blank, like a whiteboard wiped clean.

Tapi, semua kata-kata yang sebelumnya tersusun rapi di otakku sekarang lenyap begitu saja. Otakku tiba-tiba kosong, seperti papan tulis yang dihapus bersih.

"Korelasi perseoan, Mom," jawabku singkat, trying to keep the tremor out of my voice, berusaha menahan getaran dalam suaraku.

Padahal aku tahu, aku sudah menghafal alasan kenapa aku memilih analisis ini. But now, it felt like all that effort was in vain. Tapi saat ini, rasanya seperti semua usaha itu tidak ada gunanya.

Aku tahu bahwa ada alasan yang jelas dan kuat di balik pilihanku ini, but for some reason, the words wouldn’t come, tapi entah mengapa kata-kata itu tidak mau keluar.

1
anggita
like👍☝tonton iklan. moga lancar berkarya tulis.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!