NovelToon NovelToon
Stuck On You

Stuck On You

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintamanis / CEO / Cinta Seiring Waktu / Cinta Murni
Popularitas:2.2k
Nilai: 5
Nama Author: _Sri.R06

Kehidupan Agnia pada awalnya dipenuhi rasa bahagia. Kasih sayang dari keluarga angkatnya begitu melimpah. Sampai akhirnya dia tahu, jika selama ini kasih sayang yang ia dapatkan hanya sebuah kepalsuan.

Kejadian tidak terduga yang menorehkan luka berhasil membuatnya bertemu dengan dua hal yang membawa perubahan dalam hidupnya.

Kehadiran Abian yang ternyata berhasil membawa arti tersendiri dalam hati Agnia, hingga sosok Kaivan yang memiliki obsesi terhadapnya.

Ini bukan hanya tentang Agnia, tapi juga dua pria yang sama-sama terlibat dalam kisah hidupnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon _Sri.R06, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Abian dan Tingkah Menyebalkannya

Mendengar perkataan Abian tadi Agnia hanya bisa menahan kesal. Bagaimana bisa Abian memikirkan hal seperti itu?

“Kamu pulang!” titah Agnia, tanpa berniat menjelaskan. “Jika terus di sini, kamu hanya akan membuatku kesal.”

“Lalu membiarkan kalian berduaan?” Abian mengangkat alis, matanya membius tajam menatap Varo.

Agnia sampai bergidik, Abian dengan sikap dominannya memang salah satu yang sulit Agnia tangani.

“Lalu apa yang kamu inginkan?” tanya Agnia, berusaha menahan diri.

“Dia … pergi!” pinta Abian, menunjuk pada Varo dengan dagunya. Sementara remaja itu, hanya memperhatikan perdebatan itu dalam diam.

“Kamu tidak melihat dia terluka? Aku harus mengobatinya,” kata Agnia, kemudian kembali duduk di kursi kayu di samping Varo.

Tapi aku juga, kamu bahkan tidak berniat mengobatiku. Batin Abian. Namun, tentu saja itu hanya terucap dalam hatinya.

“Luka kecil saja, kenapa sampai harus meminta bantuan orang lain?” ketus Abian, yang dibalas delikan oleh Agnia.

Namun saat itu tampaknya Varo ikut kesal. “Kak Agnia yang memaksaku!” sahut Varo, nada suaranya terdengar tenang. Namun ternyata Agnia yang mendengarnya justru terdiam tidak percaya. Dia kira Varo tidak akan memanggilnya seperti itu. Tidak disangka, ternyata mendengar pemuda itu memanggilnya ‘kakak’ terdengar cukup baik.

“Apa dia kakakmu?” nada suara Abian terdengar mengejek.

Agnia kini dibuat bertanya-tanya, ada apa sebenarnya dengan Abian hari ini, pria itu terasa banyak bicara. Bukan hanya itu, sepertinya nada suaranya terus saja membuat orang lain kesal.

“Apa masalahmu sebenarnya?!” Varo hendak berdiri untuk mempertanyakan alasan Abian tampak membencinya. Namun dihentikan Agnia yang panik takut menimbulkan keributan.

“Ada apa sebenarnya dengan kalian—”

“Dia!” Varo dan Abian berkata bersamaan. Agnia yang menghadapi masalah ini hanya bisa menggelengkan kepala. Rasanya dia seperti sedang menghadapi anak kecil saat ini.

“Sudah, biar aku obati dulu lukamu, setelah itu kamu pulang,” ujar Agnia.

“Kau ingin aku pulang setelah dia datang?!” tanya Varo dengan kernyitan di dahinya, dia tertawa sarkas sembari menatap Agnia dengan sinis.

Agnia yang mendengar itu jelas menganga tidak percaya. Bukankah sebelumnya anak ini yang tidak ingin ikut denganku?!

“Dia juga pulang,” kata Agnia, akhirnya. Ya kini semuanya menjadi adil.

Saat Agnia tertegun untuk sesaat, entah kenapa dia merasa hubungannya dengan Varo bisa terasa dekat hanya dalam waktu singkat.

“Kau ingin aku pulang?!”

Aarrgghh! Otak Agnia rasanya akan meledak saat itu juga. Bisa-bisa ia menderita darah tinggi jika terus-menerus dihadapkan dengan situasi ini.

“Cukup!” teriaknya tertahan, bagaimanapun dia takut membuat penghuni kost yang lain terganggu.

Kemudian tempat itu hening seketika, Agnia menghela napas lega saat merasa telah berhasil mengendalikan situasi. Dia kembali menatap tajam ke arah Varo dan Abian bergantian untuk memperingati mereka. Sementara dua pria itu tampak saling tatap dengan sorot penuh cela di mata mereka.

Agnia baru akan kembali menaruh salep di area luka yang terdapat di tulang pipi Varo, saat suara Abian menginterupsi menghentikan gerak tangan Agnia. 

“Wanita dan pria tidak boleh bersentuhan!” seru Abian, membuat Agnia lagi-lagi menghela napas kasar menahan luapan emosi yang bisa meledak kapan saja.

“Aku saja,” kata Abian, lagi. Membuat Agnia menatap ragu pria itu.

“Kamu bersedia?” tanya Agnia, kemudian setelah melihat Abian mengangguk, Agnia berdiri setelahnya mempersilahkan Abian untuk mengambil alih pekerjaannya.

Abian kemudian duduk di kursi yang sebelumnya Agnia tempati. Dia menatap penuh penilaian pada luka yang terdapat di wajah Varo.

“Apa kau baru saja merampok rumah hingga mendapat luka sebanyak ini?” tanya Abian, nada suaranya terdengar mencela.

Varo yang menghadap ke depan tampak berdecak kecil. “Apa aku terlihat seperti seorang perampok?”

Tanpa sadar Agnia ikut mengangguk, bagaimana bisa wajah tampan seperti itu bisa Abian tuduh sebagai perampok?! Agnia yang mendengarnya saja merasa sakit hati.

Namun, perkataan Abian selanjutnya malah membuat Agnia geram tidak karuan.

“Tidak,” kata Abian, dengan tampang datarnya. “Kau lebih seperti seorang pencuri,” ujarnya kemudian.

Lalu apa bedanya dengan itu?! Agnia menghela napas lelah, dia hanya bisa memijit pelipisnya yang lama-lama terasa pusing.

Abian dengan sengaja menekan kasar salah satu luka di rahang Varo, membuat sang empu meringis kecil. Abian kemudian berdecih. “Lemah!” katanya tanpa perasaan. Membuat Varo menatap sinis pria itu.

Sementara Agnia sudah tidak peduli. Tidak ingin lagi ikut campur terhadap apa yang sedang terjadi di sekitarnya.

“Selesai—pulang!” celetuk Abian tiba-tiba. Setelah menyimpan salep di kotak P3K.

“Kau juga,” ketus Varo.

Abian mengangkat sebelah alisnya. “Aku masih memiliki urusan di sini,” kata pria itu.

“Kalau begitu aku tidak pulang sebelum kalian selesai berbicara!”

Kini Abian yang merasa geram dengan tingkah remaja di depannya. “Dengar anak muda, kau seharusnya segera pulang. Orang tuamu mungkin sudah menunggu di rumah. Tidak perlu merepotkan diri dengan urusan kami di sini,” kata Abian.

“Siapa yang tahu kau memiliki niat buruk?” balas Varo, tajam.

“Kau—”

“Varo.” Agnia menyela, dia harus menghentikan perdebatan kecil ini segera. Karena itu, mereka harus segera dipisahkan. “Aku sudah mengenalnya sejak lama, dia bukan orang jahat. Sebaiknya kamu pulang sekarang, kamu sudah tidak apa-apa, kan?” sambungnya.

Varo menatap lama wanita itu, sebelum kemudian mengangguk singkat, setelahnya pergi dari sana begitu saja tanpa mengucapkan apapun lagi.

Eh apa dia marah? batin Agnia, menatap punggung tegap itu yang kian berjalan menjauh.

Agnia tahu, Varo menyimpan motornya di gang depan tadi, seharusnya akan aman. Kini tinggal seorang lagi yang harus Agnia hadapi.

“Dia bahkan tidak tahu berterima kasih? Dari mana kamu memungut anak itu?”

Agnia yang mendengar itu hanya bisa mengelus dada. “Aku menolongnya saat dia sedang dikeroyok oleh beberapa anak seusianya. Itu sebabnya kenapa Varo memiliki banyak luka di wajah dan punggung tangannya.”

Abian menyipitkan mata, menatap Agnia begitu tajam. “Kamu membantunya saat dia berkelahi?! Kamu gila! Itu sangat berbahaya, kamu bisa saja menjadi incaran anak-anak itu nanti,” kata Abian.

“Aku baik-baik saja. Lagipula anak-anak itu tidak melihatku,” jawab Agnia.

Agnia kemudian duduk di kursi kayu tempat Varo sebelumnya. Dia menatap Abian dengan aneh. “Bagaimana kamu bisa masuk ke sini? Tempatku ini tidak bisa menerima laki-laki, apalagi di malam hari,” kata Agnia.

“Lalu bagaimana dengan anak itu? Dia jelas berada di sini. Dan dia juga laki-laki. Kecuali dia hantu, seharusnya juga tidak berada di tempatmu ini, kan?” ketus Abian.

“Aku sudah meminta izin. Lagipula hanya sebentar.”

“Begitupun denganku,” balas Abian, membuat Agnia mengernyitkan dahi.

“Bagaimana—”

“Tidak perlu dibahas,” sela Abian, membuat Agnia berdecak tidak suka. Meskipun rasanya itu memang bisa saja Abian lakukan, terlepas bagaimanapun cara pria itu melakukannya.

“Lalu kenapa kamu datang ke sini?” tanya Agnia. Ini yang mengisi kebingungannya sedari tadi.

“Apa kamu memiliki waktu luang besok?” tanya Abian.

Agnia menipiskan bibir, tampak berpikir. “Ya,” katanya.

“Kalau begitu temani aku jalan-jalan.”

Kemudian suasana berubah hening, Agnia termangu untuk sesaat.

“Sudah terlalu malam, sebaiknya kamu segera pulang,” pinta Agnia, tiba-tiba. Dia berusaha menghindari tatapan Abian.

“Jawab dulu pertanyaanku.” Abian masih bersikeras.

“Aku akan menjawabmu nanti,” kata Agnia, ia tampak berpikir sejenak. “Lewat chat,” lanjutnya.

Tapi kemudian melihat kerutan di dahi Abian membuat semuanya menjadi jelas. Mereka jelas tidak pernah bertukar nomor, Agnia merutuki kebodohannya itu.

Melihat Agnia yang terdiam, Abian tanpa sadar menahan senyumnya. “Ini.” Dia memberikan sebuah kartu nama. “Di sana ada nomorku, jangan lupa untuk memberiku jawaban,” kata Abian, sebelum kemudian berbalik untuk pergi dari tempat Agnia.

Tanpa keduanya ketahui. Mereka sama-sama terperangkap dalam senyuman masing-masing, seolah rasa geli baru saja menggelitik keduanya. Namun bukan gatal yang dirasakan melainkan rasa nyaman yang justru bersemayam di dalam sana.

1
Jam Jam
ceritanya bagus ka, dilanjut ya kak. Semangaaat
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!