Giska adalah anak dari seorang sopir di sebuah perusahaan. Ia terkejut saat ayahnya mengatakan bahwa Giska akan menikah dengan anak dari bos tempat papanya bekerja. Giska kaget saat tahu kalau lelaki itu dingin, sombong, arogan. Ia berkata : "Kita menikah, kamu harus melahirkan anak laki-laki untukku lalu kita bercerai."
Mampukah gadis berusia 19 tahun itu menjalani pernikahan seperti ini?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Henny, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menemukan Kedamaian
Jam kuliah belum juga selesai namun ponsel Giska sudah bergetar terus di dalam tasnya. Giska bingung, siapa yang meneleponnya? Bukankah tadi dia dan Deo sudah sempat ketemu dan sarapan bersama? Deo hari ini ada acara khusus dengan teman-teman seangkatannya yang dilaksanakan di luar kota.
Sambil matanya terus menatap ke arah dosen yang terkenal sedikit kiler, Giska menarik ponselnya perlahan dan melihat siapa yang menghubunginya. Giska kaget karena itu adalah Alka.
Aku sementara kuliah, tak bisa menjawab telepon. Dosennya kiler. kirim pesan saja"
Giska mengirim pesannya.
Ijin saja. Aku ada di tempat parkir dekat cafe.
Giska mengerutkan dahinya. Untuk apa Alka datang ke kampusnya?
10 menit lagi jam kuliahnya selesai.
Kembali Giska mengirim pesan. Dan ia langsung memasukan ponselnya kembali ke dalam tasnya. Sekalipun ia dikenal sebagai mahasiswa kesayangan hampir semua dosen karena kepintarannya, namun Giska tak mau menunjukan sikap yang membuat dosen killer ini menjadi marah padanya.
Ponsel Giska bergetar lagi. Gadis itu semakin gelisah. Sepertinya ada sesuatu yang penting. Giska pun mengangkat tangannya. "Bu, ijin ke toilet!"
Ibu Martha mengangguk. Giska pun segera keluar sambil membawa ponselnya. Ia berlari menuruni tangga, menuju ke tempat parkiran yang memang berada tepat di depan gedung fakultasnya.
Di lihatnya mobil Alka ada di sana. Ia pun segera masuk. "Ada apa, Alka? Nampaknya kamu sudah tak sabar menunggu 10 menit."
Alka menatap Giska. "Aku nggak tahu harus membicarakan ini dengan siapa. Aku bingung, Gis. Aku takut dan juga cemas. Belum pernah aku mengalami situasi seperti ini."
"Ada apa sih?"
"Kelly akan mengatakan pada uncle James kalau Lana adalah anakku."
"Apa? Dia mau menghancurkan rumah tangganya sendiri? Apakah dia sudah gila?"
"Mungkin. Kelly mengatakan kalau dia ingin hidup berdua denganku. Ingin agar aku ikut terlibat dalam membesarkan Lana."
Giska hanya bisa mengangkat kedua bahunya. "Berarti, kamu harus siap dengan segala resikonya. Kehilangan saham 10 persenmu, kehilangan jabatan sebagai direktur utama. Tapi di satu sisi aku senang karena kita pasti bercerai."
"Sial! Aku yang tegang namun kamu senang. Aku justru ke sini ingin mencari ketenangan."
"Aku harus bilang apa? Kelly itu wanita yang terobsesi padamu. Dia pasti sudah memikirkan matang-matang saat akan datang ke Indonesia. Kejujuran itu memang sering menyakitkan. Namun aku yakin, setelah kamu jujur ke pamanmu, semuanya akan membuatmu lega. Waktu itu kamu masih muda, Kelly menggoda, situasi yang membuat kalian harus selalu bersama karena pamanmu sibuk dengan pekerjaannya."
Alka meletakan kepalanya di atas stir mobil. Lelaki itu nampak kacau. Tak ada lagi Alka yang terlihat sombong, arogan dan selalu mengintimidasi orang.
Ponsel Giska berbunyi. Dari April. "Hallo. Oh ya, aku ke atas sekarang." Giska menatap Alka. "Jam kuliahku sudah selesai. Aku ke atas dulu mau mengambil tas dan laptop ku."
"Setelah ini masih ada kuliah lagi?"
"Iya. Tapi nanti jam 3. Kenapa?"
Alka menatap jam tangannya yang menunjukan pukul 11.30 siang. "Temani aku sebelum kamu kuliah lagi ya?"
Giska mengangguk. Ia pun segera turun dan kembali ke kelasnya.
"Kita makan siang bersama, yuk!" ajak April.
"Aku tak bisa. Pamanku ada di bawa menungguku. Ada sesuatu yang penting dan aku diminta menemaninya."
"Apakah itu mengenai papamu?"
Giska menggeleng. "Aku tak tahu. Aku pergi dulu ya?" Giska langsung melangkah meninggalkan April.
Alka segera menjalankan mobilnya ketika Giska kembali masuk.
"Kita mau kemana?" tanya Giska.
"Entahlah. Aku bingung. Pokonya kita jalan-jalan saja."
Giska pun mengangkat tangannya. Ia.membiarkan Alka mengendarai mobilnya tanpa bertanya lagi sekaligus mengawasi cowok itu apakah membawa mobil secara benar atau tidak.
Mobil berhenti di sebuah taman pinggiran kota. Taman yang ada danau buatannya. Setahun yang lalu taman ini baru saja diresmikan.
"Tunggu sebentar. Aku mau beli hotdog. Aku lapar." Giska menahan tangan Alka yang akan terus melangkah saat melihat penjual hotdog di depan pintu masuk taman.
Saat memasuki tempat penjualan tiket masuk, Alka nampak melangkah begitu saja..Sang penjaga pun membungkuk hormat padanya.
"Kamu masuk tanpa membeli tiket?" tanya Giska.
"Ngapain harus membeli tiket. Mereka tahu siapa aku."
"Memangnya kalau orang kaya tak perlu membeli tiket?"
Alka berhenti dan dan menatap Giska yang sementara mengunyah hotdog nya. "Bisakah kamu tak banyak bertanya sesuatu yang tak penting?" Lalu cowok itu melangkah dan Giska mengikutinya dari belakang.
Mereka berhenti di bagian ujung taman ini. Suatu tempat di balik bukit kecil, ada sebuah gazebo yang menghadap ke danau dan Alka memilih duduk di sana.
"Wah, tempat ini sangat indah. Aku sudah beberapa kali lewat di sini namun tak pernah mampir. Entah siapa yang merancang taman seindah ini. Aku salut." kata Giska sambil matanya memandangi seluruh bagian alam yang terpampang di hadapannya. "Aku pernah lihat pemandangan ini seperti di mana ya?"
"Taman kota yang ada di California." jawab Alka.
"Ya benar. Aku pernah baca sih tentang taman itu. Taman yang sangat disukai oleh semua orang. Taman itu juga belum terlalu lama kan?"
"Ya. Baru sekitar 5 tahun."
Giska menatap Alka. "Kok tahu?"
"Aku adalah salah satu arstikek yang mengerjakan taman itu."
"Oh ya? Jangan-jangan taman ini adalah...."
"Ini taman milik keluarga Almando. Tapi tak mau dipublikasikan. Aku sendiri yang mendesain nya."
"Wah.....wah......!" Giska bertambah kagum. "Ini hebat! Aku suka sekali desain taman ini. Suka banget. Kamu hebat Alka!" Giska mengangkat kedua jempolnya ke arah Alka. Lelaki itu nampak tersenyum bangga. Entah mengapa pujian Giska membuatnya jadi senang.
"Aku ingin jika punya rumah sendiri, aku ada halamannya yang besar. Aku juga ingin ada sebuah taman. Tapi juga aku ingin berkebun di belakang rumah itu. Pasti sangat bagus."
"Kalau kamu ingin punya rumah sendiri, hubungi saja aku. Walaupun kita sudah bercerai, aku akan membuat desain rumah dan taman yang indah untukmu."
"Benarkah?"
"Anggaplah sebagai tanda terima kasih ku karena kamu mau menikah denganku."
"Pasti bayaran mu mahal."
"Free kalau itu untukmu."
"Benarkah? Awas ya kalau kamu bohong." Giska nampak senang. Membayangkan sebuah rumah kecil dengan taman yang indah.
Giska duduk di samping Alka. Tangannya menyentuh pundak pria itu. "Jangan terlalu dipikirkan, Alka. Aku yakin papamu adalah orang yang sangat bijaksana. Kamu kan bilang kalau papamu sudah tahu perselingkuhan kamu dan Kelly. Yang harus kita pikirkan sekarang adalah mencari cara terbaik untuk mengatakan pada uncle James."
"Ya. Uncle James dan Lerry mungkin akan marah dan memusuhiku. Tapi bagaimana dengan Lana? Bagaimana anak sekecil itu akan menerima semua ini?" tanya Alka.
"Sebaiknya memang Lana tak perlu tahu. Karena dia masih terlalu kecil..Aku juga yakin uncle James tak ingin Lana tahu. Ia sangat menyayangi Lana walaupun itu bukan darah dagingnya."
Alka menyandarkan kepalanya di bahu Giska. "Kesalahan masa lalu yang seharusnya sudah selesai namun kenyataannya punya dampak yang sangat buruk di masa depan."
"Jangan disesali. Semuanya sudah terjadi. Sekarang adalah bagaimana kita mendapatkan makan siang karena aku sangat lapar."
Alka tertawa dibuatnya. Ia menepuk kepala Giska dengan lembut. "Kamu sudah lapar ya? Hotdog tadi tak bisa membuatmu merasa kenyang?"
"Aku butuh nasi."
"Kamu makannya lumayan banyak. Entah kenapa tubuhmu sekurus ini."
"Aku tidak kurus."
"Kamu kurus. Makanya kalau dipeluk, kurang hangat."
"Enak saja." Giska menonjok bahu Alka dengan kesal. Lelaki itu jadi tertawa. Kemudian ia mengeluarkan ponselnya dan menelpon seseorang.
"Tunggulah 30 menit lagi. Makananmu akan siap."
"Ok."
Alka menatap Giska yang duduk di sampingnya. "Terima kasih."
"Untuk apa?"
"Mau menemaniku."
"Setidaknya bocil ini berguna untukmu, kan?"
Alka kembali tertawa. Ia meraih pundak Giska dan memeluknya erat. "Aku merasa memiliki seorang saudara. Kedua kakakku tak akrab denganku. Mereka merasa aku ini adalah saingan karena menjadi putra kesayangan papa. Kami tak pernah duduk bersama dan bercengkrama."
"Aku siap menjadi adikmu."
Alka melepaskan pelukannya. Ia mengecup puncak kepala Giska dan kembali memeluk perempuan itu.
***********
Akankah konsep Ade Kaka ini akan berubah menjadi cinta sejati ?
walopun di awal2 bab sedikit gemes dg karakter Alka yg super duper cuek, tapi pada akhirnya berubah jadi super bucin ke Giska..
finally happy ending.. saya suka.. saya suka..
Akhirnya mereka bisa mewujudkan impian kedua ortu masing2, walopun pada akhirnya hanya papa Geo yg bisa melihat langsung anak Alka-Giska dan itupun hanya sebentar..
benar2 perjuangan yg luar biasa ya papa Geo..
tetep berbau "bule" ya mak, walopun cuma blasteran..
secara visual benernya lebih suka sama Rudi, hehe.. tapi itu kan preferensi masing2..
seneng banget deh bisa reunian sama Juragan Wisnu-Naura..
kangennya lumayan terobati..
jujur, karya2 awal (alias para sesepuh) menurutku yg paling ngena di hati..
mulai dari empat sekawan Faith-Ezekiel, Ben-Maura, Edward Kim-Lerina, Arnold Manola-Fairy, trus jgn lupakan Giani-Geronimo dan yg khas nusantara tentunya juragan Wisnu-Naura..
semuanya karyamu aku suka mak, tapi kisah mereka yg paling tak terlupakan..
anyway, semoga sehat selalu ya mak..
tetap semangat berkarya apapun yg terjadi dan semoga sukses selalu baik di dunia halu dan nyata.. 💪🏻😘😍🥰🤩
alur cerita menarik dengan alur yg lambat dan terkadang juga cepat dengan mengalir dan tidak muter2.
terimakasih atas bacaannya yang menarik thor.
terus semangat berkarya...❤️❤️