Vina, seorang Ibu yang rela dan sabar menahan sakitnya perlakuan KDRT dari suami terhadap dirinya selama sepuluh tahun terakhir.
Ketika, Adit anak pertamanya berkata bercerailah bunda. Saat itulah dia tersadar akan sakitnya dan sia-sia semua perngorbanannya.
Akankah semua berjalan lancar?
Yuk, ikuti kisahnya!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Muliana95, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
episode 5
Setelah kejadian malam, dimana mereka melakukan perbuatan zina. Anwar mengatakan pada Ibunya, bahwa dia saat ini kembali dekat dengan Nadin. Bu Fatma sangat setuju. Pasalnya keluarga Nadin, termasuk keluarga kaya dan terpandang.
"Kapan kamu menikahi Nadin dan menceraikan Vina?" tanya Bu Fatma. Tadi, dia pergi belanja dengan Sarah. Pulangnya mereka mampir ke rumah Anwar.
"Ibu, jangan keras-keras ngomongnya. Nanti Vina dengar." bisik Anwar.
"Halah, biar saja dia dengar. Biar dia bisa mempersiapkan dirinya." bantah Bu Fatma.
Sarah, hanya mendengarkan pembicaraan Ibu dan Masnya itu. Dia memilih diam, sebab dia lagi asyik dengan handphonenya.
"Memangnya kamu nggak mau untuk menikahi Nadin?" bisik Bu Fatma. Karena dia juga gak mau membantah sang anak.
"Aku sih mau aja Bu, tetapi Nadin maunya jadi istri satu-satunya. Dia gak mau jadi yang ke-dua." kata Anwar.
"Makanya kamu ceraikan saja si Vina, biar bisa cepat nikah sama Nadin. Ibu mah lebih cocok ke Nadin. Apalagi dia kan masih cinta sama kamu." ucap Bu Fatma.
"Lagi pula, keluarga mereka kaya, terus bibit bebet bobotnya jelas. Gak kaya Vina, nggak ada asal usulnya." sambung Bu Fatma.
Kemudian Vina datang membawakan minuman serta kudapan untuk mertuanya.
"Mbak, pijitin dong. Kaki aku kebas, tadi habis mutar-mutar untuk belanja." pinta Sarah dengan sombongnya.
Vina terdiam, sebenarnya dia mau menolak. Tetapi, melihat mertua dan suaminya yang nggak merespon ucapan Sarah terpaksa dia melakukannya.
Gak lama kemudian Adit dan Saka pulang sekolah, karena mereka dihalaman rumah ada mobil Tantenya, perasaan mereka langsung nggak enak. Tanpa mengucap salam mereka langsung masuk ke dalam. Mereka mendengarkan suara Ayah, Nenek dan Tante-nya lagi tertawa. Dan Bunda mereka memijat kaki Sarah.
Adit maupun Saka langsung menegur Tantenya.
"Tante, cukup ya. Jika memang kaki Tante bermasalah biarkan Abang panggilkan Mbah Ijah biar di urut sama dia." teriak Adit.
Sarah, Anwar, Bu Fatma dan Vina terkejut mendengar teriakan Adit.
"Apa-apaan sih Bang. Tante mu itu capek habis belanja. Dia cuma minta tolong pijitin sama Bunda mu." bela Anwar.
"Minta tolong sih minta tolong, tapi ada adabnya juga, Bunda duduk dibawah. Kalian ketawa-ketawa. Bunda pijitin Tante, memang kalau kalian jadi Bunda gimana perasaan nya?" tanya Saka.
" Sudah-sudah gak usah ribut-ribut. Oo ya dik, tadi Nenek ada beliin adik sepatu sama baju untuk Adik." kata Bu Fatma. Dia mengalihkan pembicaraan supaya nanti Saka tidak membenci dirinya. Bagaimanapun Saka cucu kesayangannya.
Adit cuma terdiam, karena dia tau pasti Nenek hanya membeli untuk Saka.
"Makasih Nek, untuk Abang?" Tanya Saka. Padahal dia tau, semenjak Adit melabrak Nenek dan Tantenya. Adit sudah tidak di anggap cucu oleh Bu Fatma.
"Uang Nenek nggak cukup, lagian kata Ayahmu dia udah bekerja kan? Jadi, udah mampu lah untuk beli sendiri." kata Bu fatma.
"Iya, padahal Adik juga mau bekerja, tapi dilarang sama Abang dan Bunda." adu Saka.
Sebenarnya Saka tidak terlalu menyukai Neneknya, tetapi dia berfikir logis. Jika Nenek tidak membencinya. Maka diapun tidak membenci Neneknya. Mungkin, nanti di masa depan dia perlu bantuan Neneknya. Masalah keuangan misalnya.
"Kamu nggak usah kerja, kalau uang jajan nggak cukup, atau kamu mau beli sesuatu, kamu bisa beritahu Nenek. Nanti akan Nenek berikan untukmu. Berapapun. Oke." tegas Bu Fatma.
🍁🍁🍁🍁🍁
Malamnya di apartment Nadin. Setelah melakukan rutinitas seperti suami istri. Nadin menekankan pada Anwar bahwa dia ingin segera menikah. Dia bosan melakukan hubungan secara sembunyi-sembunyi.
"Sebenarnya kamu niat nggak sih Mas, buat nikahin aku. Aku capek Mas." keluh Nadin.
"Makanya, kita nikah siri ya. Mas janji Mas akan lebih banyak waktu sama kamu." ucap Anwar.
"Kenapa gak Mas ceraikan saja si Vina tuh, aku benci sama dia tau nggak. Kalau nggak ada dia mungkin kita udah nikah." ucap Nadin.
Padahal dulu Nadin lah yang meninggalkan Anwar. Tetapi sekarang seolah-olah dia lupa.
"Mas nggak bisa ceraiin dia Na, di dunia ini dia nggak ada siapa-siapa. Dia sendiri Na." tegas Anwar.
"Terus Mas peduli? Atau Mas masih cinta?" berang Nadin.
"Bukan peduli, tapi Mas nggak tega aja" sahut Anwar.
"Tapi Mas tega sama aku." Nadin menangis.
"Mas keluar aja, aku mau sendiri. Sebelum Mas mutusin siapa yang Mas pilih. Mas dilarang kesini lagi." usir Vina.
Anwar pergi dengan gontai dari apartment Nadin.
Sementara itu, jam sudah pukul 12 malam, Aldi baru saja menutup toko fotocopy. Saat dia menghidupkan motornya, ternyata kehabisan bahan bakar.
"Sial, bisa-bisanya gue lupa isikan bensin. Mana yang jual eceran pada tutup." kata Aldi. Terpaksa dia mendorong motornya menuju pom bensin yang jaraknya 1km.
"Ada yang bisa dibantu dik," kata pengemudi mobil yang kebetulan lewat jalan yang sama dengan Aldi.
"Dokter Iqbal kan? Yang di rumah sakit Citra Husada. Tempo hari yang ngerawat Bunda saya." kata Aldi senang, karena bertemu orang yang dikenal. Setidaknya bukan tukang begal.
"Oo kamu anak pasien saya ya?" tanya Iqbal.
"Saya nggak ingat maaf ya," sambung Iqbal.
"Ya, nggak apa-apa dok, lagian pasien dokter kan banyak." jawab Aldi.
Setelah, membantu Aldi dan mereka saling cerita. Baru Iqbal ingat, kalau Aldi anak dari Vina. Padahal ingin sekali berjumpa dengan Vina, tetapi mengingat dia sudah berkeluarga. Keinginannya pun di kuburkan.
Sejak saat pertemuan antara Aldi dan Iqbal mereka berteman. Iqbal sering ke tempat kerjanya Aldi, sekedar mengobrol ataupun ngopi dan ngeteh bareng.
"Dok, aku nyaman loh berteman dengan dokter, aku berasa punya Ayah." kata Aldi.
"Bukankah kamu memang mempunyai Ayah?" Tanya Iqbal. Seingatnya dulu dia pernah bertanya tentang Ayahnya. Waktu Vina di rumah sakit.
"Memang aku masih memiliki Ayah, tetapi hubungan diantara kami tidaklah baik." gumam Aldi.
Mengalir lah, cerita bagaimana dia yang dulu sangat mencintai Ayahnya sampai berubah jadi benci.
"Dokter tau, selama beberapa bulan terakhir Ayah memang tidak melakukan kekerasan fisik untuk Bunda, tetapi mungkin Ayah punya selingkuhan." tegas Aldi.
"Dulu, walaupun Ayah melakukan kekerasan, dia selalu pulang tepat waktu. Malam pun tetap bermalam di rumah. Sekarang Ayah pulangnya hanya untuk menitipkan baju kotor. Setiap kali ditanya, dia selalu beralasan tidur tempat Nenek." kata Aldi.
Iqbal terdiam, haruskah dia melindungi Adiknya, dan membawa dia pergi. Atau harus memberi efek jera untuk Anwar karena sudah berani menyakiti Adik yang sangat di sayangi.
Terimong Gaseh,
Saleum, dari pidie.