NovelToon NovelToon
The Worst Villain

The Worst Villain

Status: sedang berlangsung
Genre:Reinkarnasi / Balas Dendam / Balas dendam dan Kelahiran Kembali / Bullying dan Balas Dendam
Popularitas:20.9k
Nilai: 5
Nama Author: @hartati_tati

Fany, seorang wanita cantik dan anggota mafia ternama, tergeletak sekarat dengan pisau menancap di jantungnya, dipegang oleh tunangannya, Deric.

"Kenapa, Deric?" bisik Fany, menatap dingin pada tunangannya yang mengkhianatinya.

"Maaf, Fany. Ini hanya bisnis," jawab Deric datar.

Ini adalah kehidupan ketujuhnya, dan sekali lagi, Fany mati karena pengkhianatan. Ia selalu ingat setiap kehidupannya: sahabat di kehidupan pertama, keluarga di kedua, kekasih di ketiga, suami di keempat, rekan kerja di kelima, keluarga angkat di keenam, dan kini tunangannya.

Saat kesadarannya memudar, Fany merasakan takdir mempermainkannya. Namun, ia terbangun kembali di kehidupannya yang pertama, kali ini dengan tekad baru.

"Aku tidak akan membiarkan siapapun menyakitiku lagi," gumam Fany di depan cermin. "Kali ini, aku hanya percaya pada diriku sendiri."

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon @hartati_tati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 25

Fany sedang sarapan pagi bersama keluarganya di ruang makan yang megah. Meja panjang itu dipenuhi berbagai hidangan lezat yang tampak menggugah selera. Maximilian, Alexander, Eliza, Regina, Sebastian, Gabriel, dan Dominic duduk mengelilingi meja, menikmati sarapan mereka.

"Kemarin bagaimana hari pertamamu di sekolah, Fany?" tanya Eliza, matanya penuh dengan rasa ingin tahu.

Fany mengangkat bahunya sedikit dan menjawab dengan nada santai, "Cukup bagus."

"Jika ada yang mengganggumu di sekolah, langsung saja beritahu kami," kata Regina memandang Fany dengan perhatian.

Fany hanya mengangguk sambil berkata, "Ya, Mom," tanpa menoleh sedikit pun ke arah Regina.

Regina terkejut hingga menjatuhkan sendok makannya ke piring. Suara dentingnya menarik perhatian semua orang di meja itu. Mereka semua melihat ke arah Regina yang masih tertegun, matanya melebar karena kaget mendengar Fany memanggilnya "Mommy".

Namun, Fany tetap fokus pada makanannya, tidak memperdulikan reaksi Regina dan yang lainnya. Dia menyendok makanan dengan tenang, seolah-olah tidak ada yang terjadi.

Di dalam hati, Fany menyadari bahwa keluarganya tidak sepenuhnya salah karena meninggalkannya di panti asuhan saat masih bayi. Nyatanya, Fany ditinggalkan di panti asuhan oleh orang yang menculiknya, bukan oleh keluarganya sendiri. Meskipun Fany masih belum bisa benar-benar menganggap Regina dan yang lainnya sebagai keluarganya, dia memutuskan untuk berusaha bersikap baik kepada mereka sebagai bentuk rasa hormat dan sopan santun.

Fany melanjutkan sarapannya dengan tenang, sementara di sekelilingnya, keluarganya berusaha memahami perubahan kecil namun signifikan dalam sikapnya. Mereka semua tahu bahwa ini adalah langkah kecil menuju penerimaan yang lebih besar, dan mereka menghargai setiap usaha yang dilakukan Fany untuk beradaptasi dengan kehidupan barunya bersama mereka.

Setelah selesai sarapan, Fany meletakkan sendok dan garpunya dengan hati-hati di atas piring. Dia mengangkat kepala dan melihat ke sekeliling meja, lalu dengan suara tenang dan tegas, dia berkata, "Aku pamit undur diri untuk berangkat ke sekolah."

Satu per satu, Fany menyebutkan nama anggota keluarganya, "Kakek, Nenek, Daddy, Mommy, Kak Sebastian, Kak Gabriel, Kak Dominic," sambil memberikan anggukan singkat kepada setiap orang yang disebutnya.

Semua orang di meja terdiam, terkejut dan senang mendengar Fany memanggil mereka dengan sebutan yang lebih akrab. Wajah-wajah yang tadinya serius kini berubah menjadi senyuman hangat, meski ada juga yang menahan air mata haru.

Fany mengambil tasnya dengan tenang, melangkah keluar dari ruang makan, dan berjalan menyusuri koridor panjang menuju pintu depan mansion. Ketika dia melangkah keluar, udara pagi yang segar menyambutnya. Mobil sudah menunggunya di depan pintu, kilauan catnya berkilau di bawah sinar matahari pagi.

Sopir pribadi segera membungkuk hormat saat melihat Fany mendekat, lalu dengan cekatan membukakan pintu mobil bagian penumpang. "Selamat pagi, Nona Fany. Semoga perjalanan Anda menyenangkan," katanya dengan sopan.

Fany mengangguk kecil, lalu masuk ke dalam mobil dengan anggun. Pintu ditutup lembut di belakangnya, dan suara mesin mobil mulai terdengar halus. Mobil mulai bergerak perlahan, meninggalkan halaman mansion.

Di dalam mobil, Fany duduk dengan tenang, melihat pemandangan yang melintas di luar jendela.

Saat dalam perjalanan menuju sekolah, Fany merasakan ada sesuatu yang tidak beres. Ia menoleh ke belakang dan melihat beberapa mobil yang mengawalnya seperti biasa. Namun, satu mobil berbeda yang tampak mencurigakan mengikuti dari kejauhan.

Fany mengalihkan pandangannya ke arah sopir, yang tampak waspada dan sesekali melirik kaca spion. Sang sopir tiba-tiba menambah kecepatan, seolah-olah telah menyadari bahwa mereka sedang diikuti.

Sopir tersebut segera mengangkat walkie-talkie-nya dan berbicara dalam kode yang terdengar seperti kalimat biasa, "Burung hantu sedang terbang rendah." Namun, Fany memahami maksud dari kalimat tersebut—itu adalah kode bahwa mereka sedang diikuti dan harus waspada.

Mobil bodyguard yang berada di belakang mobil Fany mulai bergerak merapat, menghalangi pandangan mobil yang mengikuti. Mereka membuat formasi pelindung, memastikan agar mobil penguntit tersebut tidak bisa mendekat lebih jauh.

Fany tetap tenang, menatap ke depan dengan ekspresi datar, tetapi pikirannya bekerja cepat. Ia tahu bahwa situasi ini bisa berbahaya.

Saat mobil hampir sampai di sekolah, Fany memperhatikan bahwa mobil tidak berhenti dan malah melanjutkan jalannya. Ia menyadari bahwa sopir sedang mengambil rute memutar untuk menghindari mobil yang mengikuti mereka. Sementara itu, mobil-mobil pengawalnya masuk ke halaman sekolah, berpura-pura mengantar Fany.

Mobil Fany berhenti di pinggir jalan yang sepi selama beberapa menit. Sopir melirik ke arah Fany dengan tatapan yang seolah bertanya apakah Fany tidak penasaran mengapa mereka tidak berhenti di halaman sekolah dan malah berhenti di pinggir jalan.

Fany menatap dengan tatapan dingin. "Aku tahu mobil kita diikuti," kata Fany dengan nada acuh.

Mereka menunggu dalam keheningan. Waktu terasa berjalan lambat. Setelah beberapa lama, sebuah pesan masuk melalui walkie talkie. "Bulan purnama sudah terang," kata suara di walkie talkie, menggunakan kalimat yang disamarkan.

Sopir mengangguk, menyalakan mesin, dan mulai menjalankan mobil kembali ke sekolah. Mereka akhirnya sampai di halaman sekolah tanpa hambatan. Fany keluar dari mobil dengan tenang, menjaga ekspresinya tetap datar. Para murid yang melihat kedatangannya berbisik-bisik, seperti biasa, terkesima oleh penampilannya yang anggun.

Fany berjalan menuju kelasnya, samar-samar mendengar para murid yang membicarakan kecantikannya. Beberapa pujian dan bisikan terkejut mengenai penampilannya terdengar di sepanjang koridor. Fany, seperti biasa, tetap memasang ekspresi datar dan tidak terpengaruh.

Sesampainya di loker, Fany membuka pintunya untuk meletakkan baju olahraganya. Ketika Fany menutup pintu loker, ia terkejut melihat seorang siswi tiba-tiba terjatuh di depannya, bersama dengan buku-buku yang berhamburan di lantai. Badan siswi itu bergetar, seolah ketakutan, seakan-akan Fany sedang membullynya.

Fany menatap dingin siswi itu, yang tampak sangat ketakutan. Tanpa mengatakan apa-apa, Fany berjalan melewati siswi itu. Namun, sebelum benar-benar pergi, Fany menatapnya dengan tajam.

"Trik rendahan seperti ini tidak akan membuatku terlihat buruk di mata orang-orang. Cara yang sangat murahan," kata Fany dengan nada mengejek.

Siswi itu semakin gemetar, tidak berani mengangkat kepalanya. Fany terus berjalan menuju kelasnya, sementara para murid yang menyaksikan kejadian itu berbisik lebih keras, terpesona oleh sikap dingin Fany.

Fany melangkah dengan langkah ringan melalui koridor yang ramai menuju kelasnya. Wajahnya tenang, ekspresinya datar tanpa ada tanda-tanda kekhawatiran atau kegembiraan yang mencolok. Setiap langkahnya terasa mantap, seolah-olah sudah terbiasa dengan rutinitas yang sama setiap harinya.

Saat Fany memasuki kelasnya, pandangannya melintas sebentar ke sekeliling ruangan. Teman-temannya sudah mulai berkumpul di kursi masing-masing, beberapa sibuk berbicara, dan yang lain sedang sibuk dengan buku catatan mereka. Tanpa banyak bicara, Fany langsung menuju kursinya yang terletak di barisan paling belakang sebelah jendela.

1
Uswatun hasanah
apakah ada yang bundir.. ngeri.(moga nggak /baperan).. 🤨
Sofi Sofiah
cerita nya keren...aku maraton baca dari awal tpi rasanya masi kurang
Zeendy Londok
lanjut thor
Uswatun hasanah
masih jadi teka teki ni..
Uswatun hasanah
iri dengki akan menghancurkan dirinya sendiri.. 😌
Uswatun hasanah
wow.. hebat .. suka mengintimidasi ternyata Fany.. gak bakal dibully... 😅
Uswatun hasanah
kehidupan Fany yang sesungguhnya dimulai... nunggu part selanjutnya...
Leha
keren
Leha
Buruk
Uswatun hasanah
ok.. ditunggu partai selanjutnya.. pertemuan... 😉
Uswatun hasanah
kayaknya Fany mati rasa..
queen bee
up terus 👍👍👍👍👍👍🤩🤩🤩🤩🤩
De Ryanti
orang ma dah nemuin anaknya langsung jemput lah ngapain nunda lama2 kurang apa terpaan hidup fany dr bayi ampe gede gitu...kakek ma bapak nya fany aneh
Uswatun hasanah
setelah kejadian ini Terima mereka Fany.. kamu berhak bahagia..
Alfatih Cell
suka sangat thor.. crazy up 💪💪💪
Rina Yuli
tapi percuma juga Fany dibawa pulang orang dianya gak percaya siapapun bahkan keluarga kandungnya
Uswatun hasanah
yeeyyy akhirnya.. didatangi juga Fany karna takut ama Ratunya 😂
Cahaya yani
knp kluarga ny tdak mnjemput nya.. ap scara tdak sngja di latih biar tangguh, tpi kl gtu knp tnpa ad bntuan scr tk di sngja
Uswatun hasanah
apakah Fany korban penculikan.. aish... penasaran...
Cahaya yani
thooorr please up yg byk donk 😭😭😭😭
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!