Bukan ingin Elea terlahir dari rahim seorang istri siri yang dicap sebagai pelakor, sejak sang ibu meninggal, Eleanor tinggal bersama ayah kandung dan istri sah sang ayah.
Sejak kecil ia tak merasakan kasih sayang dari ayah kandungnya, tinggal di rumah mewah membuatnya merasa hampa dan kesepian. Bahkan dia dipekerjakan sebagai pelayan, semua orang memusuhinya, dan membencinya tanpa tahu fakta yang sebenarnya. Elea selalu diberikan pekerjaan yang berat, juga menggantikan pekerjaan pelayan lain.
"Ini takdirku, aku harus menerimanya, dan aku percaya bahwa suatu saat nanti Ayah bisa menyayangiku." Doa Elea penuh harap.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nopani Dwi Ari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab.35
Selamat membaca 🌺
Kamila mengelap keringat di dahinya, lelah tentu saja. Namun, dia harus berjuang untuk kehidupan dirinya dan adiknya bernama Yasmine. Mereka hanya tinggal berdua, karena kedua orang tua Kamila sudah meninggal dan mereka hidup di rumah kontrakan yang sempit.
"Kakak, sudah pulang?" tanya Yasmine, jam sendiri sudah menunjukan pukul tujuh malam. Sebentar lagi, dia harus masuk bekerja di cafe milik Adrian.
"Iyaa, nanti kakak kerja lagi." Balas Kamila tersenyum manis.
"Bawa makanan lagi, ya kak?"
"Lihat saja nanti, semoga ada pelanggan yang mau memberi makanannya untuk kita." Ujar Kamila, di jawab anggukan Yasmine.
Kamila pamit untuk membersihkan diri, tadi saat membersihkan ruangan Tristan. Jantung Kamila berdebar, karena Tristan terus memperhatikan dirinya.
"Astaga, Pak Tristan memang tampan. Tapi, gak baik buat kesehatan jantungku," gumam Kamila.
"Ya ampun kenapa pula, mikirin Pak Tristan sih. Ingat Mila, kamu dan Pak Tristan bagai bumi dan langit."
Kamila pun selesai melakukan ritual mandi, dia sudah siap dengan seragam cafe dan berpamit pada Yasmine.
"Kakak pergi dulu, ingat gak boleh buka pintu untuk orang lain ya!" pesannya.
"Iya kak, siap."
Yasmine menatap Kamila sebelum pintu dan melambaikan tangannya.
***
Sementara itu Elea, dia sudah tidak sabar menunggu kepulangan Bara. Dia sudah masak makanan kesukaan suaminya tersebut.
"Mbak aku temani, yah?"
"Gak usah, mungkin sebentar lagi suamiku pulang." Katanya dengan antusias, dua jam menunggu bukan masalah bagi Elea.
"Ya sudah, aku ada di belakang. Kalau ada apa-apa mbak panggil saja ya!"
"Iya Mitaa."
Elea tertawa melihat tingkah Mita, yang menurutnya sangat posesif. Sejak tahu dirinya hamil, begitu juga si Mbok yang senang mendengar kehamilan dirinya.
Tak lama suara mobil terdengar dari luar, membuat Elea antusias menyambut Bara. Bahkan dia hafal suara mobil suaminya, lucu bukan itulah cinta.
"Sayang." Rengek Elea, saat melihat Bata masuk dan memeluknya. Rindu tentu saja dia rindu mungkin bawaan anaknya.
"Aku kangen." Ungkap Elea, membuat Bara tersenyum. Namun, senyumnya hilang saat ingat foto yang Mala perlihatkan padanya.
"Aku juga, tapi..."
"Kok diam, kamu gak kangen sama aku?" tanya Elea, menatap wajah Bara yang lelah.
Bara malah tersenyum, dia mengajak Elea untuk masuk saja.
"Kamu sudah makan, sayang?" tanya Elea.
"Sudah," jawab Bara, membuat senyum di wajah Elea luntur. Dia kelaparan menunggu Bara, tapi jawaban Bara membuat lapar yang dia rasa hilang seketika.
"Ohh." Jawab Elea dengan lesu, dia mengikuti Bara dari belakang. Dan menatap punggung Bara dengan tatapan sendu.
"Kamu berubah atau hanya perasaanku, saja?" tanya Elea dalam hati.
"Kenapa melamun, ada masalah?" tanya Bara membuyarkan lamunan Elea.
"Ehh, gak ada maaf."
Elea pun kembali mengikuti Bara, menyiapkan baju tidur untuk suaminya. Sambil menunggu Bara membersihkan diri, Elea membuka ponselnya yang sejak tadi tidak dia sentuh karena terlalu antusias dengan kehamilannya.
"I-ini, tidak mungkin." Lirihnya, terus menatap foto kiriman dari nomor yang tidak dia kenal.
"Bara dan Tiana."
Suara notifikasi masuk ke ponsel Bara, Elea melirik nama Tiana disana.
"Terima kasih makan malamnya, Bara. Aku suka masakan kamu." Dengan emot cium dan love.
"Jadi, kamu makan malam dengan Tiana." Elea tersenyum.
Kemudian dia memutuskan untuk merebahkan diri, menutup tubuh dengan selimut. Menghalau rasa sakit di hatinya, kenapa Bara berbohong? Apa Bara akan kembali pada Tiana?
Pertanyaan-pertanyaan itu terus saja muncul dalam kepalanya, berbagai kemungkinan yang akan terjadi kedepannya. Pintu kamar mandi terbuka, Elea dengan cepat pura-pura memejamkan mata.
"El, kamu sudah tidur?" Bara mengusap lembut rambut Elea dan terakhir, dia mencium pipi istrinya dengan hangat.
"Maafkan aku, Elea." Lirih Bara, Bara menarik diri dan merebahkan badannya disamping Elea.
Elea membuka mata dan menatap punggung Bara, yang tidak biasanya Bara tidur memunggungi Elea.
"Aku rindu, tapi kamu mengacuhkan aku."
Tak lama Bara terlelap, Elea keluar dari kamar. Dia menatap meja makan yang penuh dengan berbagai makanan.
"Mita." Panggil Elea.
"Mbak, belum makan juga? Bukannya Mas Bara, udah pulang ya?"
"Aku gak lapar, Mit. Simpan aja di kulkas biar besok di hangatkan saja," kata Elea, dia duduk di meja makan dengan tatapan kosong.
Ingin rasanya dia memeriksa ponsel Bara dan membaca chatnya dengan Tiana, tapi Elea tidak seberani itu. Dia takut sangat takut, ada kata yang akan membuatnya sakit hati.
Mita yang melihat Elea melamun, memutuskan untuk membuat susu hangat dan juga roti bakar.
"Makan dulu, Mbak." Mita meletakan susu dan roti bakar.
"Aku gak lapar, Mit. Buat kamu aja," tolak Elea.
"Kalau Mbak gak lapar gak apa-apa, setidaknya mbak harus ingat. Ada calon anak Mbak, yang butuh nutrisi untuk tumbuh!" cetus Mita.
Elea pun membenarkan ucapan Mita, setidaknya dia harus kuat untuk anaknya. Dengan terpaksa Elea pun memakan roti dan susu tersebut, walah rasanya ingin muntah tapi dia tahan demi calon anak yang dia kandung.
Bersambung..
Maaf typo