NovelToon NovelToon
Rumah Rasa

Rumah Rasa

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen Angst / Teen School/College / Keluarga / Persahabatan / Bullying dan Balas Dendam
Popularitas:1.1k
Nilai: 5
Nama Author: pecintamieinstant

Rumah Rasa adalah bangunan berbentuk rumah dengan goncangan yang bisa dirasakan dan tidak semua rumah dapat memilikinya.

Melibatkan perasaan yang dikeluarkan mengakibatkan rumah itu bergetar hebat.

Mereka berdua adalah penghuni yang tersisa.

Ini adalah kutukan.

Kisah ini menceritakan sepasang saudari perempuan dan rumah lama yang ditinggalkan oleh kedua orang tua mereka.

Nenek pernah bercerita tentang rumah itu. Rumah yang bisa berguncang apabila para pengguna rumah berdebat di dalam ruangan.

Awalnya, Gita tidak percaya dengan cerita Neneknya seiring dia tumbuh. Namun, ia menyadari satu hal ketika dia terlibat dalam perdebatan dengan kakaknya, Nita.

Mereka harus mencari cara agar rumah lama itu dapat pulih kembali. Nasib baik atau buruk ada di tangan mereka.

Bagaimana cara mereka mempertahankan rumah lama itu?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon pecintamieinstant, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 24

"Enak ayamnya?" Kak Nita menunjuk dengan garpu makannya saat hidangan Adiknya telah berada lebih awal di meja.

Tatapan datar menyelimuti Gita. Langsung menyodorkan piring bernasi, berlaku ayam goreng. "Ambil saja, Kak."

Karena itulah Kak Nita bertindak, menusuk potongan ayam. Masuk kepada mulutnya. Tidak berhenti mengunyah, mengambil potongan kedua hingga tersisa tiga ayam saja di piring Gita.

"Kak! Kenapa dihabiskan?!" Gita segera menarik piringnya untuk dilindungi.

Kak Nita akhirnya tertawa pelan. Tingkah konyol yang dibawa ternyata mampu mengubah sifat ketusnya Gita karena setelah mereka berdua duduk di salah satu restoran pada wahana permainan ini, Gita merengut diam. Mengawasi, menonton orang-orang yang berlalu lalang.

Setelah misi Kak Nita berhasil menyantap lauk Adiknya, giliran piring miliknya diantar datang pada meja bulat ini.

Seporsi Burger ekstra besar tersaji cantik bersama kentang goreng. Menu andalan restoran permainan ini sungguh cepat dan praktis dibawa kemana saja. Bayangkan kalau nasi padang. Harus mencuci tangan sebelum makan, belum lagi jika harus disimpan cepat-cepat karena teman dekatmu tidak sabaran ingin mencicipi permainan lain.

Sepertinya Gita menatap kelezatan yang dipesan Kakaknya dibandingkan seporsi ayam goreng yang tersisa sedikit. Tetapi karena rasa gengsi dan malas meributkan hal-hal kecil, dia menurunkan niat. Memangku tangan mengais sisa-sisa nasi.

"Kak, kenapa tidak pesan minuman keren disini? Selalu saja air putih." Gita membuka penutup botol, meneguk air.

"Irit, Dek. Lama-lama boncos keuangan kita. Disini hanya bermain saja." Kak Nita berbisik.

Kak Nita melanjutkan bicaranya. "Air putih juga sehat, kok. Tidak ada diabetes. Minuman-minuman disini kan mahal dan manis semua. Siapa yang mau tanggung biaya rumah sakit nanti kalau kamu selalu minum minuman manis?"

Yang dikatakan darinya memang benar. Kesehatan adalah bagian paling utama dalam kehidupan. Uang termasuk. Perputaran uang yang dihasilkan dari gaji Kakaknya harus benar-benar dikelola, karena dia harus membayar biaya listrik, dan air. Paling penting juga adalah biaya pendidikan Adiknya yang menaik, melejit, membuat menyekik hati. Sudah berisik kepalanya di kantor ditambah gaji yang harus disisihkan untuk pemabayaran sekolah.

Anak pertama memang harus dikuatkan pundaknya, perasaan, emosi, ego. Karena hanya dia satu-satunya paling diharapkan dan dicontoh sebagai panutan. Sudah kehilangan kejayaan orang tua. Kehilangan masa depan. Kehilangan siapa saja yang berarti di dalam hidupnya.

Sungguh tidak mudah dilalui. Tetapi dunia telah mendengarkan keluh kesahnya. Perjuangan. Harga yang harus dikorbankan untuk kebahagiaan Adiknya. Kelangsungan hidup.

Gita sejak tadi mengawasi apa saja. Perut keroncongan bergetar meminta diisi.

"Habiskan, Dek. Kakak sudah kenyang." Piring burger digerakkan lurus. Berhenti setelah tangan menyentuh sisa makanan.

Setengah gigitan burger, dan setengah kentang goreng diperlihatkan. Kecuali sambal instant telah habis ditinggal jejak.

Gita menerima. Menyantap hingga tersedak.

"Enak?" tanya Kak Nita melihat Adiknya bernapsu makan besar.

Mengangguk tidak berbicara selalu digerakkan. Gerakan tangan tidak dapat berhenti selama Gita sibuk menghabiskan. Diakhiri kecupan jari per jari terkena minyak, Gita mengelap tisu. Menyampingkan piring, semua telah beres.

Diam sebentar, mengurus tenggorakan kering. Meneguk air lagi.

"Sudah kenyang?"

"Sudah," pinta Gita setelah selesai mengelap bibir.

Karena konfirmasi Gita telah diucapkan, maka Kak Nita berdiri mendorong kursi. Berjalan menuju kasir, Gita mengikuti dengan berdiri, menunggu.

Tidak lama. Cepat dilakukan.

"Ayo pergi." Ajakan Kak Nita membuat dirinya mengikuti di belakang.

Resto tempat makan siang mereka telah berakhir bahagia. Kenyang sumringah, perut terisi tenaga lagi, dan paling semangat adalah melanjutkan tour perjalanan mencoba beragam wahana lain.

...***...

Berjalan kaki mengakibatkan pegal kedua kaki seluruhnya, ketika sibuk mencari permainan yang sesuai.

Setelah jam makan siang berakhir tenang, pertama kalinya kami memilih rute baru sesuai petunjuk dari kertas map yang bisa dilipat, menjadi buku. Praktis dibawa.

Kami harus cepat berjalan sebelum pengunjung menjadi berkurang. Jalanan pasti telah penuh sesak dari orang-orang yang keluar dari tempat ini.

"Dek, naik yang terbang-terbang, yuk." Tepukan tangan kembali menerpa pundak Gita saat dia lengah melihat jalannya orang-orang pada arah lain.

"Eh, apa?" tanya Gita tidak mendengarkan serius ajakan Kak Nita.

Karena suara berisik akan teriakan manusia di dekat kami, serta suara-suada besar menyeramkan yang dihasilkan wahana ini menjadikan rasa ketakutan menjadi aktif.

Kami menunduk kecil, saling memberitahu penyampaian apa yang diucapkan.

"Oke, oke. Ayo!" Gita mengernyit kening, kuping sedikit ditutup dari bunyi bising. Namun tetap bisa mendengarkan, menjawab pertanyaan Kakaknya.

Kak Nita berjalan lagi, menyelusuri wahana terbesar kedua setelah perosotan air. Gita mengikuti, menjelajah bersama.

Setelahnya harus mendongak. Rasa merinding muncul menyebar pada tubuhnya setelah Gita mengamati benda terbesar di matanya. Tempat duduk menggantung dengan penutup. Wahana seperti kaki-kaki kepiting bergerak memutar memusingkan para pengunjung. Berapa kali dilakukan, sungguh tidak tau itu, tetapi jika diperhatikan lama, wajah-wajah itu terlihat pucat. Tertekan sepenuhnya. Mengangkat kedua tangan, berteriak. Yang mengenakan kacamata hitam adalah salah satunya.

"Berani tidak, Dek?" Kak Nita sepertinya meremehkan anak kecil ini.

Anggukan mantap dilaksanakan oleh Gita. "Siapa takut? Kakak yang paling pertama akan menjerit."

Kak Nita tertawa lagi, "Tidak juga. Kakak paling yakin kamu yang akan menangis, Dek. Kalau Kakak menang, kamu bersih-bersih rumah sampai dua minggu ke depan. Bagaimana? Terima tantangan ini?"

"Kalau Gita yang menang? Dapat apa?" Gita menekuk tangan, diletakkan depan dada.

"Kalau kamu menang... Boleh main pulang sekolah. Tapi jangan lewatkan tugas sekolah. Setuju, tidak?"

Gita menjulurkan tangan selama antrian itu berlangsung. "Oke. Tantangan diterima."

Jabatan tangan digerakkan. Mereka akan membuktikan siapa yang akan menang kali ini.

Seiring waktu berjalan cepat, deretan mengular manusia-manusia ini telah bergerak maju. Mesin berhenti. Pengunjung senelunya telah keluar, berganti pengunjung baru seperti kami.

Satu per satu pengunjung baru telah berlari kepada kursi-kursi kosong yang menggantung. Dua saudari mendapatkan bangku dengan penutup di atas kepala mereka. Dua petugas mengecek keamanan mereka. Penutup di depan kami telah dirantai agar tidak lepas nantinya.

Ditanya standar keamanan... mereka telah lama mengeceknya bertahun-tahun. Sangat berbahaya jika ada yang terlempar, dan wahana ini akan ditutup selamanya.

Gita akan menangis jika tidak dapat memakainya lagi.

Tiga menit berlalu lama. Dua petugas saling berlari mengecek kami sejak tadi. Setelah semua terasa aman, mereka berlari menuju sisi pinggir wahana. Mesin dinyalakan, diikuti wahana berbentuk kepiting tadi mulai berputar.

Awalnya pelan. Pelan memutar. Semenit kemudian terasa cepat. Pandangan kabur seperti bergaris-garis. Pengunjung dibawah kaki kami, di garis luar gerbang kecil itu menyaksikan perputaran ini.

Anak itu merasakan rasa tidak nyaman.

"Ya Tuhan... Tolong!"

1
S. M yanie
semangat kak...
pecintamieinstant: Siap, Kak 🥰👍😎
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!