NovelToon NovelToon
Kognisi Pembunuh Tersembunyi

Kognisi Pembunuh Tersembunyi

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / Balas Dendam / Teen School/College / Gangster
Popularitas:2k
Nilai: 5
Nama Author: Atikany

Caca adalah seorang gadis pemalu dan penakut. Sehari-hari, ia hidup dalam ketakutan yang tak beralasan, seakan-akan bayang-bayang gelap selalu mengintai di sudut-sudut pikirannya. Di balik sikapnya yang lemah lembut dan tersenyum sopan, Caca menyembunyikan rahasia kelam yang bahkan tak berani ia akui pada dirinya sendiri. Ia sering kali merangkai skenario pembunuhan di dalam otaknya, seperti sebuah film horor yang diputar terus-menerus. Namun, tak ada yang menyangka bahwa skenario-skenario ini tidak hanya sekadar bayangan menakutkan di dalam pikirannya.

Marica adalah sisi gelap Caca. Ia bukan hanya sekadar alter ego, tetapi sebuah entitas yang terbangun dari kegelapan terdalam jiwa Caca. Marica muncul begitu saja, mengambil alih tubuh Caca tanpa peringatan, seakan-akan jiwa asli Caca hanya boneka tak berdaya yang ditarik ke pinggir panggung. Saat Marica muncul, kepribadian Caca yang pemalu dan penakut lenyap, digantikan oleh seseorang yang sama sekali berbeda: seorang pembunuh tanpa p

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Atikany, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Part 23

Keesokan harinya, berita tentang ditemukannya Marica tersebar luas. Namun, pelaku sebenarnya belum terungkap dan nama Kelvin tidak muncul dalam berita tersebut.

Yura sedang berada di kantin sekolah bersama teman-temannya ketika topik tentang Marica muncul dalam percakapan mereka.

"Caca gimana kondisinya?" tanya Rendra dengan nada penuh perhatian.

"Ngapain sih tanya-tanya tentang Caca?" sahut Zerea dengan nada tak suka, jelas terlihat rasa cemburu di wajahnya.

"Cuma tanya loh," balas Rendra, heran dengan reaksi Zerea.

"Dia baik-baik aja. Cuma butuh pemulihan," jawab Yura, mencoba menenangkan teman-temannya meski hatinya masih penuh dengan kekhawatiran.

"Yang nyulik dia beneran musuh ayah lo?" tanya Ririn dengan nada curiga.

"Iya. Tapi enggak tahu siapa. Papa enggak cerita detail tentang masalah ini," jawab Yura dengan jujur.

Dia sendiri merasa banyak hal yang disembunyikan darinya, tapi ia memilih untuk tidak memikirkannya terlalu dalam.

Devano, yang duduk di dekat mereka, hanya diam saja tanpa ada niatan untuk bergabung dalam pembicaraan. Dia tampak asyik dengan pikirannya sendiri, mungkin merenung atau sekadar tidak ingin terlibat dalam gosip yang beredar.

"Kenapa enggak lapor polisi sih?" tanya Ririn heran, masih merasa aneh dengan situasi ini.

"Kata papa percuma aja. Dunia bisnis itu kelihatannya aja damai tapi di baliknya kejam. Yang lapor malah bisa jadi tersangka," jawab Yura, mengulangi apa yang pernah didengar dari ayahnya.

Meski sulit dipahami oleh mereka yang tidak berada dalam lingkaran bisnis, Yura tahu bahwa ada banyak hal yang lebih rumit dari sekadar terlihat.

Rendra mengangguk-angguk, meski wajahnya masih menunjukkan kebingungan. "Ya, dunia bisnis memang rumit ya," katanya akhirnya, berusaha memahami.

\~\~\~

Nama Kelvin dibersihkan begitu cepat, berkat bantuan dari Emil. Kini, Emil tengah berada di perpustakaan, mencari ketenangan setelah semua kekacauan yang telah mereka ciptakan.

Duduk di salah satu sudut ruangan yang tenang, dia memejamkan matanya, membiarkan pikirannya mengembara.

"Gue malah jadi penasaran sama masa lalu mereka ya," batin Emil, mencoba menyusun potongan-potongan informasi yang dimilikinya.

Ia telah membantu Kelvin dalam berbagai situasi, tetapi selalu ada sesuatu yang tidak bisa ia pahami sepenuhnya. Masa lalu antara Kelvin dan Marica selalu menjadi teka-teki yang membingungkan bagi Emil.

Emil ingat dengan jelas bagaimana Kelvin melarangnya keras untuk menggali lebih dalam tentang masa lalunya dengan Marica, bahkan memberikan ultimatum khusus yang tidak bisa diabaikan. Namun, rasa ingin tahu Emil tak bisa dipadamkan begitu saja.

"Kalau diingat-ingat, si Kelvin manggil Caca itu Marica. Apa iya sekedar panggilan sayang?" pikir Emil, mencoba menganalisis situasi.

Ada perbedaan yang mencolok setiap kali Kelvin menyebut kedua nama itu. Ketika menyebut nama "Marica," Kelvin selalu saja menunjukkan tanda-tanda kemarahan yang luar biasa, hampir seperti mengalami tantrum.

Namun, ketika ia memanggil "Caca," ada perubahan yang nyata. Kelvin menjadi melankolis, bahkan terlihat seperti seseorang yang patah hati sepatah-patahnya.

Dia membuka matanya, memandangi deretan buku di sekitarnya. Perpustakaan ini, dengan segala keheningannya, memberikan ruang bagi Emil untuk berpikir lebih jernih. Mungkin ada rahasia kelam yang tersembunyi di masa lalu Kelvin yang terkait erat dengan Marica dan Caca. Rahasia yang membuat Kelvin begitu protektif dan reaktif terhadap segala sesuatu yang berhubungan dengan nama-nama itu.

\~\~\~

Setelah beberapa hari dirawat di rumah sakit, akhirnya Caca diperbolehkan pulang. Meskipun sudah pulang, tetap saja ia harus melakukan konsultasi sesuai jadwal yang ditetapkan oleh dokter.

Sejak kejadian itu, Caca menjadi lebih pendiam dan sering makan di kamarnya sendiri, menjauh dari interaksi sosial.

"Yura, coba kamu aja ngobrol dengannya," ucap Adam dengan nada khawatir. Ia merasa bersalah karena tidak bisa melindungi Caca, dan yakin bahwa Caca mengalami trauma setelah kejadian itu.

"Iya, Pa," jawab Yura dengan suara lembut.

Setelah makan malam, Yura memutuskan untuk mengunjungi kamar Caca. Saat masuk, dia melihat Caca tertidur dengan sangat lelap di atas tempat tidurnya. Wajah Caca terlihat damai, tidak lagi dipenuhi oleh ekspresi ketegangan atau kecemasan. Mungkin tidur adalah satu-satunya tempat di mana Caca bisa menemukan sedikit kedamaian.

\~\~\~

Caca membuka matanya setelah Yura keluar dari kamarnya. Tatapannya kosong saat dia menatap langit-langit kamar.

"Gue kembali lagi," ucapnya, tangannya mengacung ke atas, memeriksa jari-jarinya dengan seksama.

"Apa yang harus gue lakukan kalau ketemu Kelvin," bisiknya.

Air matanya mengalir begitu saja, mengisyaratkan beban yang begitu berat di dalam dirinya. Rasa bersalah menghantui pikirannya dengan ganas.

Saat Marica mengambil alih tubuhnya, dia merasa seperti boneka yang hanya bisa menyaksikan kehidupannya berlangsung tanpa kendali atas dirinya sendiri. Sensasi itu membuatnya merasa terpisah dari kenyataan, seolah-olah terperangkap dalam mimpi panjang yang tak berkesudahan.

Dan kini, saat dia kembali mengambil alih kendali atas tubuhnya sendiri, dia terasa seperti baru terbangun dari tidur yang amat panjang.

Pertarungan antara identitas asli dan identitas yang terkendali oleh Marica menciptakan ketegangan emosional yang tak terbayangkan. Rasa bersalahnya terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan oleh identitas yang dikendalikan oleh Marica menambahkan beban emosional yang berat pada dirinya.

\~\~\~

Caca berangkat sekolah bersama Yura, dengan rasa nyeri yang masih terasa ketika ia melangkah.

Yura berpamitan saat mereka tiba di depan kelasnya, meninggalkan Caca dengan sedikit senyum yang berusaha menghibur. "Ca, gue ke kelas ya," ucap Yura.

"Iya, makasih," jawab Caca sambil menundukkan kepala.

Setelah memastikan Yura telah pergi, Caca mengatur jaket dan tudungnya dengan hati-hati, berusaha menyembunyikan ekspresi rasa sakit yang terpancar dari wajahnya.

Dengan hati-hati, Caca melangkah masuk ke dalam kelas, melewati tatapan-tatapan yang penasaran dan penuh tanya dari teman-temannya. Pandangan mereka seperti kilat yang menusuk, membuatnya merasa tidak nyaman. Begitu banyak pertanyaan yang menunggu di udara.

"Ca, gimana ceritanya? Kok bisa diculik?" pertanyaan pertama datang dari Weni, suaranya penuh dengan keingintahuan yang tak tertahankan.

"Iya Ca, pelakunya saingan ayah lo? Bukan Kelvin?" tambah Rendra, turut mencampurkan pertanyaannya.

Caca merasakan ketegangan semakin meningkat saat teman-temannya membahas tentang Kelvin. Hatinya berdegup kencang, dan keringat dingin mulai membasahi telapak tangannya. Dia merasa tertekan oleh keramaian di sekitarnya, dan rasa tidak nyaman semakin menjadi ketika nama Kelvin disebut-sebut.

"Kelvin?" dia mengulang dengan rasa bingung.

"Iya, semua orang mengira kalau Kelvin yang menculik kamu," jawab Weni, mencoba menjelaskan.

Dengan jelas, Caca menyaksikan peran tak tergantikan yang dimainkan oleh Kelvin dalam menyelamatkannya. Dengan penuh tekad dan ketekunan, Kelvin bertekad untuk membebaskannya dari belenggu yang mengikatnya, mulai dari membuka gembok yang mengunci, hingga melepaskan rantai dan pemberat yang membebani kakinya.

"Bukan Kelvin," kata Caca dengan suara pelan, mencoba untuk menjelaskan tanpa memperlihatkan betapa tegangnya dia saat ini.

"Jadi beneran bukan dia ya," sahut Rendra dengan raut wajah kecewa yang terlihat jelas.

Caca hanya bisa mengangguk, namun dalam hatinya, dia tahu bahwa kebenaran itu lebih rumit daripada yang terlihat dari luar.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!