Terpaksa Menikahi Kakak Ipar

"Lalu, kamu mau sampai kapan membuatku menunggu?" tanya Carlson tidak sabar.

Ellina menundukkan kepala. Air mata berhasil lolos dari pelupuk mata. "Maaf ...." ucapnya lirih.

Perlahan kepala Ellina mendongak dan menatap Carlson memohon. Dengan mata yang berkaca-kaca, ia berucap lagi, "Maaf karena belum bisa menjadi istri yang baik untukmu."

Ellina semakin menundukkan kepala. Dia tahu bahwa dia telah berdosa. Menolak ajakan pria yang sudah sah menjadi suaminya. Namun, melakukan hubungan suami istri dengan Carlson bagi Ellina bukanlah hal yang main-main. Dia tidak bisa sembarang melakukannya karena sudah pasti ada hati yang tersakiti.

Carlson kecewa dengan sikap Ellina. Pria itu memundurkan tubuhnya dan berbalik. Kemudian pergi meninggalkan kamar itu dengan hati yang kacau.

Ellina menatap kepergian Carlson dengan perasaan bersalah. Sebenarnya dia juga mau melakukan hal itu dengan Carlson. Tapi dia tidak ingin mereka melakukannya hanya karena menginginkan keturunan. Istri kedua Carlson itu ingin mereka melakukannya atas dasar suka sama suka.

"Maaf ...." lirihnya.

***

Sarapan pagi yang tenang seperti biasa. Hanya Kevin yang selalu meramaikan ruang makan dengan celotehnya yang selalu menghibur para penghuni rumah.

Ellina hendak memasukkan satu suapan oatmeal ke dalam mulut ketika Carlson turun bersama dengan Amanda yang berada di sebelahnya. Pria itu langsung mengambil posisi duduk dan bersiap untuk sarapan.

Amanda hendak melayani sang suami namun ditahan oleh Elisabeth. Membuat semua pasang mata di sana —kecuali Kevin— reflek menatap ke arah wanita paruh baya itu.

"Kenapa, Ma?" tanya Amanda terheran.

"Biarkan Ellina yang melayani Carlson. Selama ini 'kan, dia belum pernah melayani suaminya," ucap Elisabeth dengan tenang. Wanita itu menoleh ke samping dan mengisyaratkan Ellina untuk maju mendekati sang suami.

Ellina menurut namun saat dia sampai di samping Carlson, pria itu langsung berdiri dan membuat orang bingung.

"Saya ada meeting yang harus dihadiri pagi ini. Silakan lanjutkan sarapan kalian," ujar Carlson yang langsung pergi tanpa mengindahkan panggilan sang ibu.

"Ya ampun, anak ini!" Elisabeth menggeram kesal. Kemudian dia menatap Ellina dan Amanda dengan kesal. Dengan hati yang penuh amarah, dia menuduh para menantunya, "Kalian apakan Carlson? Kenapa dia pergi tanpa sarapan? Biasanya sesibuk apapun, Carlson tidak pernah melewatkan sarapannya. Ini pasti karena kalian sudah melakukan suatu hal yang menyinggungnya!"

"Tidak, Ma. Sejak semalam Carlson tidur di kamar Ellina. Jadi, Amanda tidak tahu apa-apa," ucap Amanda membela diri.

Sedangkan Ellina hanya terdiam tak menjawab. Terpikirkan tentang pembicaraan mereka semalam, Ellina jadi merasa semakin bersalah.

"Saya tidak mau tahu, ya, Ellina! Kamu harus membuat mood Carlson kembali baik seperti sebelumnya," ucap Elisabeth dan langsung pergi meninggalkan ruang makan itu.

Amanda merasa kesal mendengar ucapan sang ibu mertua. Maksud hati agar membuat pandangan Elisabeth terhadap Ellina buruk, malah wanita itu harus menemui Carlson dan memperbaiki moodnya. Jika seperti itu, maka kesempatan Ellina dan Carlson untuk semakin dekat kian besar.

Dia harus melakukan sesuatu untuk mencegah sang suami dan istri keduanya tidak bisa bersama!

***

Ellina berjalan ke arah lobi kantor menuju meja resepsionis. Tersenyum pada sang penjaga dan mengatakan maksud tujuannya.

"Halo, Nyonya Lee! Ada yang bisa dibantu?" tanya wanita itu dengan ramah. Ellina merupakan mantan istri dari mendiang David. Jadi, wajar saja jika karyawan di sini mengenalnya.

"Halo, Sarah! Aku ingin bertemu dengan Carlson. Apakah dia ada di ruangannya?" tanya Ellina berbalas ramah.

Walaupun agak sedikit bingung, Sarah tetap memberitahu Ellina bahwa Carlson sedang berada di ruangannya. Pasalnya yang dia tahu adalah Ellina merupakan adik ipar dari Carlson dan bukannya istri kedua dari atasannya tersebut.

Mengenai pernikahan Carlson dan Ellina memang belum banyak orang yang mengetahui. Hanya keluarga inti yang hadir dalam pernikahan sederhana yang mereka lakukan. Bahkan para kolega bisnis saja juga tidak tahu bahwa Ellina sudah menikah dengan kakak iparnya.

"Terima kasih, Sarah," ucap Ellina lalu pergi menuju ruangan Carlson.

Ellina nerjalan masuk ke dalam lift dan menekan tombol 63. Lantai tempat ruangan Carlson berada yang ternyata sama dengan ruangan David.

Ellina mengingat masa-masa ketika dia berkunjung ke kantor ini bersama dengan Kevin untuk membawakan bekal makan siang David atau mengajak pria itu makan siang bersama di luar. Sekarang dia ke kantor ini untuk menemui pria yang dulu menjadi kakak iparnya untuk sarapan bersama sekaligus meminta maaf atas kejadian semalam.

Lumayan lama menunggu di dalam lift untuk sampai ke lantai 63. Ellina menundukkan kepala sembari mempersiapkan kata-kata yang akan dia ucapkan pada Carlson. Dalam hati merasa deg-degan padahal dia hanya akan meminta maaf pada pria itu.

Ting!

Pintu lift terbuka di lantai yang dia tuju. Ellina keluar dari lift bersama beberapa orang yang lain. Dengan mengikuti arahan dari Sarah, Ellina akhirnya berhasil menemukan ruangan sang suami.

Terdapat sebuah ruangan yang berada di depan ruangan Carlson. Beberapa rak buku yang berisi banyak file dan dokumen lainnya membuat Ellina yakin bahwa kemungkinan ruangan ini adalah milik sekretaris Carlson.

Namun, di ruangan itu dia tidak menjumpai seorang pun. Berpikir bahwa mungkin saja sekretaris itu sedang membicarakan suatu pekerjaan dengan sang atasan di ruangan Carlson.

Ellina tidak ingin menganggu, akhirnya dia memilih untuk duduk di sebuah kursi panjang yang berada di ruangan itu. Sesekali membuka ponselnya dan teringat bahwa dia belum mengabari guru Kevin bahwa dia akan telat menjemput sang putra.

Setelah mengirimkan sebuah pesan papa guru Kevin, Ellina menaruh ponselnya dan menyadari bahwa dia telah menunggu selama 30 menit. Jika ia tidak bergegas, maka kemungkinan dia akan semakin terlambat menjemput Kevin.

"Apa aku masuk saja, ya?" ucap Ellina bermonolog.

Dia berjalan mendekati pintu besar yang terbuat dari kayu jati yang dicat dengan warna hitam. Ellina hendak mengetuknya namun dia tahan.

"Kalau Carlson sedang membicarakan hal yang penting, bagaimana? Aku tidak ingin menganggu mereka," ucapnya lagi pada diri sendiri.

Ellina memilih untuk berbalik dan duduk kembali di kursi yang dia duduki tadi. Namun, dia kembali memikirkan tentang Kevin yang menunggunya dengan lama. Untuk sesaat terjadi pergulatan di hatinya.

Ellina ingin menunggu Carlson supaya tidak mengganggu pekerjaan pria itu. Namun, di sisi lain Kevin juga pasti menunggunya.

Dengan berat hati Ellina terpaksa masuk ke dalam ruangan Carlson. Dia berjalan dengan pelan mendekati pintu ruangan itu dan hendak mengetuknya. Namun, dia melihat bahwa pintu yang tidak terkunci. Tanpa permisi, dia langsung masuk dan terkejut ketika melihat pemandangan yang tersaji di depannya.

Seorang wanita dengan memakai kemeja putih dengan dua kancing teratas yang sudah terbuka tengah berposisi tiduran di bawah Carlson. Ellina yakin bahwa wanita itu adalah sekretaris pria itu. Terlihat dari ID card yang masih menggantung di lehernya.

Ellina tahu bahwa mereka tidak saling mencintai, namun melihat pemandangan di depan tetap membuat dia tersakiti.

"Ellina?"

Tepat saat Carlson menyadari kehadirannya, Ellina langsung berbalik dan pergi dari ruangan itu.

***

Bersambung~~