Hamdan seorang siswa SMA kelas dua. Sedari kecil sudah tinggal di Panti sehingga dia tidak pernah tahu akan keberadaan orang tuanya.
Hamdan sangat suka silat tapi dia tidak punya bakat.
Setiap kali latihan, dia hanya jadi bahan ledekan teman-temannya serta omelin Kakak pelatihnya.
Suatu hari Hamdan dijebak oleh Dewi, gadis pujaan hatinya sehingga nyawanya hampir melayang.
Tak disangka ternyata hal itu menjadi asbab berubahnya takdir Hamdan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Muhammad Ali, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Daftar Nama Cabang Silat
Ini adalah hari ketiga Hamdan puasa pertengahan bulan. Hari ini, Hamdan berangkat sekolah sendirian karena Fitri, pacarnya, tidak diperbolehkan lagi menjemputnya oleh orang tua Fitri.
Hamdan pun berangkat sekolah dengan berjalan kaki.
Saat tiba di sekolah, Hamdan merasa canggung dan sedikit kecewa melihat Fitri tidak mau bicara dengannya. Fitri yang biasanya ceria dan ramah, kini bersikap dingin dan menghindar.
Pagi ini nomor kontaknya pun sudah diblokir oleh Fitri.
Pada hal semalam dia masih baik-baik saja.
Mereka masih bisa telponan seperti biasa.
'Apa sebenarnya yang telah terjadi?'
Di sudut halaman sekolah, Dewi, yang diam-diam menyimpan rasa cemburu dan iri terhadap hubungan Hamdan dan Fitri, tertawa senang melihat kerenggangan di antara mereka.
Hamdan merasa ada sesuatu yang aneh dan memutuskan untuk mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Dia berniat berbicara dengan Fitri dan memahami alasan di baliknya.
"Fit, boleh kah kita bicara sebentar?"
Fitri menggeleng dan berbalik pergi. Namun, mata Hamdan yang tajam masih bisa melihat kertas yang dibuang oleh Fitri.
Saat tak ada orang yang melihatnya, Hamdan langsung memungut kertas itu dan segera mencari tempat sepi untuk membacanya.
Berikut adalah isi surat yang bisa Fitri tulis untuk Hamdan:
Dear Hamdan,
Aku berharap kamu baik-baik saja saat membaca surat ini. Ada sesuatu yang sangat penting yang harus aku sampaikan. Mungkin kamu telah merasakan bahwa aku mulai menjauhimu sedari tadi.
Aku ingin kamu tahu bahwa ini bukan karena aku ingin melakukannya, tetapi karena aku terpaksa.
Orang tuaku telah mengetahui tentang kedekatan kita dan mereka tidak setuju. Mereka mengancam akan memindahkanku ke sekolah lain di luar kota jika aku terus berhubungan denganmu. Aku sangat terkejut dan sedih dengan keputusan mereka, tetapi aku tidak punya pilihan lain.
Aku berharap kamu bisa mengerti situasiku dan memaafkanku. Ini adalah hal yang sangat sulit bagiku, karena aku sangat menghargai hubungan kita. Namun, aku harus mengikuti keinginan orang tuaku saat ini.
Aku lebih memilih tidak berkomunikasi denganmu dari pada harus berjauhan darimu.
Handphone aku telah disita pagi tadi dan nomor kontak kamu telah diblokir oleh Papa aku.
Aku merasa ada seseorang di kelas kita yang terus memantau dan memberikan informasi kepada Papa aku.
Tapi aku tidak tahu siapa dia dan apa maksud tujuannya.
Aku curiga, orang itu juga lah yang telah melaporkan tentang hubungan kita dengan sengaja menjelek-jelekkan dirimu.
Aku akan selalu menghargai kenangan kita bersama dan berharap suatu hari nanti, kita bisa bertemu lagi tanpa ada halangan.
Dengan berat hati,
Fitri
Hamdan membaca surat itu dengan hati yang campur aduk. Jari-jarinya mencengkeram erat surat tersebut dengan geram, merasa marah dan kecewa atas situasi yang memisahkan mereka. Dia heran, siapa yang begitu dendam dan iri melihat hubungannya dengan Fitri hingga tega melaporkannya kepada orang tua Fitri. Sambil mencoba menenangkan dirinya, Hamdan bertekad untuk mencari tahu siapa yang berada di balik semua ini.
...****************...
Dalam pada itu, Kak Seto sedang berbicara dengan kepala sekolah di ruangannya. Dia lalu menyerahkan nama-nama siswa yang akan mengikuti seleksi O2SN cabang silat. Kepala sekolah menerima daftar tersebut dan membacanya dengan seksama. Hanya ada tiga nama yang tertulis: Tanto, Zaki, dan Triatmoko. Jelas tidak ada nama Hamdan di sana.
"Apakah ini sudah final, Kak Seto?" Tanya kepala sekolah.
"Ya, Pak. Setelah melihat latihan dan performa mereka, saya rasa mereka yang paling siap untuk mengikuti seleksi," jawab Kak Seto.
Hamdan, yang baru saja keluar dari ruang baca, kebetulan mendengar Kak Seto dan Kepala Sekolah berbicara.
Dia mendekat dan berusaha mendengar percakapan mereka dengan seksama. Hamdan menajamkan telinganya sembari berusaha mengintip keadaan di dalam ruangan Kepala Sekolah itu dari salah satu jendela yang terbuka.
Saat itu lah dia melihat daftar nama di tangan kepala sekolah, hanya ada tiga nama disitu dan namanya tidak ada.
Hatinya semakin hancur. Ternyata, bukan hanya hubungannya dengan Fitri saja yang terganggu, tetapi kesempatan untuk berprestasi di bidang silat pun terancam hilang.
Setelah Kak Seto pulang, Hamdan mengetuk pintu ruangan Kepala Sekolah.
"Selamat siang, Pak Kepsek. Saya Hamdan, siswa kelas 2A. Barusan saya melihat Kak Seto baru keluar dari ruangan Bapak."
Apa kah ini terkait dengan siswa yang akan diikutkan dalam seleksi O2SN, Pak? Apa kah nama saya ada, Pak?"
Hamdan pura-pura bertanya.
Pak Kepsek menatap Hamdan dari atas hingga ke bawah.
"Apakah kamu ikut kegiatan ekskul silat juga?"
"Saya ikut selama dua tahun terakhir ini, Pak. Cuma baru-baru ini, saya memutuskan untuk keluar, Pak. Saya latihan sendiri di rumah."
Pak Kepsek menggelengkan kepala.
"Sedangkan yang rutin latihan bersama saja belum tentu lulus seleksi apa lagi kamu yang hanya latihan sendiri di rumah."
"Tolong bantu agar nama saya bisa diikutsertakan dalam seleksi O2SN silat yang akan datang, Pak. Saya akan menunjukkan sedikit kemampuan saya kepada Bapak."
"Maafkan saya, Hamdan, tapi kuota untuk mewakili sekolah kita hanya tiga orang."
"Lagi pula kamu tidak perlu memperlihatkan kemampuan kamu kepada saya. Sekolah ini hanya mengambil siswa yang aktif di kegiatan ekskul untuk bisa mewakili sekolah dalam seleksi O2SN mendatang."
"Tapi saya benar-benar ingin berpartisipasi dan membawa nama baik sekolah kita, Pak."
"Saya mengerti tekadmu, Hamdan. Tapi mohon maaf, saya tidak bisa bantu."
"Bagaimana kalau kamu ikut dalam seleksi untuk tahun depan? Tentunya kamu harus kembali aktif di kegiatan ekskul. Kita bisa memberikan dukungan yang lebih besar untuk tahun yang akan datang."
"Terima kasih banyak, Pak. Karena tak ada yang mau didiskusikan lagi, saya mohon diri."
Pak Kepsek mencibir melihat kepergian Hamdan.
"Remaja zaman sekarang terlalu pongah. Dia merasa sangat hebat dan terlalu percaya diri dengan kemampuannya."
"Dia tidak tahu bahwa dia bagaikan katak di dalam tempurung."
Hamdan tidak berputus asa meskipun telah mendapat penolakan dari Pak Kepala Sekolah. Dengan tekad yang kuat, Hamdan segera mencari Kak Seto, berharap agar ia bersedia memasukkan namanya untuk ikut seleksi O2SN cabang silat.
Namun, saat bertemu, Kak Seto di parkiran, dia menolaknya dengan tegas.
"Kak Seto, saya benar-benar ingin ikut seleksi O2SN cabang silat. Tolong, masukkan nama saya. Saya akan berlatih lebih keras lagi."
"Hamdan, kamu tidak layak untuk itu. Prestasimu tidak cukup baik. Lebih baik kamu berhenti bermimpi."
"Dari dulu, saya merasa kamu tidak layak di bidang olah raga silat."
"Terus terang saja, jika seandainya hanya ada dua orang yang layak ikut seleksi sedangkan kuota masih tersisa satu, maka saya lebih baik merekomendasikan dua orang tersebut dan akan membiarkan satu kuota tetap kosong dari pada harus memilih kamu."
"Saya harap kamu mengerti, Hamdan."
Hamdan merasa sangat terhina oleh kata-kata Kak Seto, namun ia tidak membiarkan hal itu menghancurkan semangatnya. Ia berjanji pada dirinya sendiri untuk membuktikan bahwa mereka salah menilainya.