Tiga orang pria bersahabat dengan seorang gadis cantik dari masa bangku SMP hingga mereka dewasa. Persahabatan yang pada akhirnya diwarnai bumbu cinta yang saling terpendam hingga akhirnya sang gadis tersebut hamil dan membuat persahabatan mereka nyaris retak.
Siapa sangka sebenarnya salah satu di antaranya mencintai seorang gadis yang sebenarnya selama ini amat sangat dekat di antara mereka.
Seiring berjalannya waktu, rasa sakit mulai terobati dengan hadirnya si pelipur lara. Hari mulai terasa bermakna namun gangguan tidak terhindarkan. Mampukah mereka meyakinkan hati gadis masing-masing, terutama gadis yang salah satunya memiliki rentang usia bahkan 'dunia' yang berbeda dengan mereka.
SKIP yang tidak suka dengan KONFLIK.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NaraY, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
25. Penjelasan yang di perjelas.
Pagi ini keadaan Bang Arma sudah membaik dan sudah bisa meninggalkan rumah sakit. Beberapa anggota ikut membantu Letnan Arma untuk kembali ke rumah dinas namun saat akan meninggalkan rumah sakit, Letnan Aryo menghampiri dengan wajah marah.
Tiba-tiba Letnan Aryo melayangkan kepalan tangannya mengarah pada wajah Bang Arma. Untung saja Bang Arma sigap menahannya. Nadia yang berdiri di samping Bang Arma cukup kaget.
"Kamu buat istriku nyaris celaka. Kenapa kamu biarkan Riris di antar anggotamu dan bukan kamu sendiri yang menjaga Riris. Keterlaluan kamu Ar..!!" Teguran keras itu begitu membakar perasaan Bang Arma.
Bang Arma segera mengalihkan Nadia agar sedikit bergeser ke belakang punggungnya.
"Lalu dimana posisimu saat istrimu butuh bantuan??? Kamu pikir aku tidak tau, kamu sedang berada di room karaoke?" Kata Bang Arma sejenak membuat Bang Aryo terdiam. "Aku juga punya tanggung jawab pada istriku. Jelas aku lebih mengutamakan istriku daripada istrimu."
Bang Lingga yang pagi ini juga berada disana langsung memisahkan dua juniornya yang terlihat masih bersitegang.
Ia mengarahkan Bang Arma agar terus berjalan bersama Nadia dan ia sendiri berjalan bersama Bang Aryo lalu merangkul bahunya.
...
Riris menangis meraung melihat bayi perempuannya berada di dalam inkubator. Sebagai seorang ibu jelas hatinya merasa pedih teriris begitu pula dengan Bang Aryo yang akhirnya luluh melihat gadis kecilnya tanpa daya.
"Ini bukan waktu yang tepat untuk menyalahkan orang lain." Kata Bang Lingga. "Dimana kamu saat istrimu membutuhkan hadirmu? Arma sudah membantu sebisanya, dia juga punya istri yang harus di jaga."
Bang Aryo terdiam sejenak, ia mulai memahami kesalahannya. Memang benar seharusnya dirinya tidak memikirkan egonya sendiri sampai membuat nyawa bayi kecilnya nyaris melayang, Riris pun juga berada di ambang kematian saat proses persalinan seorang diri tanpanya.
"Kamu benar-benar laki-laki yang tidak bertanggung jawab, bisakah kamu setegas dan berwibawa seperti Arma??? Dia sangat menyayangi Nadia yang masih anak-anak. Sedangkan kamu mengabaikan aku yang selalu melayanimu." Teriak Riris.
"Itu karena kamu selalu membandingkan aku dengan Arma padahal aku tidak pernah membawa nama perempuan lain dalam hubungan kita. Aku selalu ingin membahagiakan kamu, mencukupi kebutuhanmu, aku ingin mengubah diriku menjadi imam yang baik untukmu tapi apa yang aku dapat???? Selalu nama Arma yang kamu agungkan. Kamu juga selalu menyalahkan hadirnya Nadia. Apa kamu tidak bisa mengingat, apa yang kita lakukan sampai jadi anak adalah kesalahan dari kesepakatan kita berdua. Aku akan bertanggung jawab kalau memang kamu hamil anak ku." Balas Bang Aryo di hadapan Riris dan di hadapan semua orang. "Kita sama-sama menyadari, kita tidak pernah mendapatkan didikan orang tua. Apa kamu ingin anak kita tidak merasakan kasih sayang orang tuanya juga? Aku memang salah Ris. Tapi aku di luar hanya untuk menghibur diri, di luar sana tidak pernah sekalipun aku menggantikan posisi mu dengan wanita lain."
Riris terisak mendengar jawaban Bang Aryo. Nadia pun ikut mendengar perdebatan mereka. Bang Arma menarik nafas panjang, agaknya kali ini dirinya tidak ingin ada masalah lain yang membuat rumah tangga nya goyah.
"Kita kembali ke rumah?? Kamu butuh istirahat." Ajak Bang Arma.
Nadia mengangguk mengiyakan. Bang Arma pun menggandeng nya dan berjalan menjauh. Kini dirinya berusaha lebih menjaga sikap.
"Bang.."
"Dalem." Bang Arma menoleh saat Nadia memanggilnya.
"Bang Aryo sudah mengungkapkan isi hatinya. Abang kapan?" Tanya Nadia.
"Lah teruuuss.. yang selama ini Abang ucapkan sama kamu itu apa? Masa kumur-kumur." Jawab Bang Arma heran.
"Tapi ucapan Abang nggak tersampaikan. Abang seperti nggak serius bilang cinta."
Bang Arma menghentikan langkahnya lalu menoleh ke arah Nadia. Nadia pun menjadi takut melihat tatapan mata itu. Nadia mundur beberapa langkah.
Bang Arma menyusul langkah Nadia. "Laki-laki tidak butuh banyak bicara untuk menyatakan perasaan nya. Abang rasa, cukup membuat kamu berbadan dua saja sudah lebih dari pembuktian bahwa Abang tidak ingin kamu tersentuh dan di miliki laki-laki lain." Jemari Bang Arma menyentil perut Nadia yang sudah membesar. "Bisa untuk di pahami, Ibu Danton?"
Nadia mengangguk pasti, wajah datar penuh wibawa itu sudah membuat hatinya meleleh.
.
.
.
.