"ini kisah gue dan rumit nya orang-orang di sekitar gue" - Han
Hidup Han mulai berubah setelah Yuna-Sahabat masa kecil nya- pindah ke sekolahnya. perlahan kisah cinta yang hanya sebuah rasa yg terpendam mulai bermekaran di masa SMA nya. siapa sangka teman teman nya saling berkaitan dengan kisah cintanya masing-masing.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon han sayang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 25 [Besok Juga Sembuh]
"Anjirrrr! ngapain lo berdua!" umpat Chan di belakang Han. Kemudian matanya tertuju pada luka lebam di tubuh Lino. Pemuda itu langsung menarik Han masuk menutup pintu dan gorden di ruangan itu. Chan membuka HP nya dan menelepon seseorang.
"Kasih tau Pak Minhyuk, aku, Han, sama Lino lagi ada urusan di ruang musik. Kamu tolong kasih tau Yeji buat pimpin pemanasan." Ucap pemuda itu di telepon. "Oke." suara seorang perempuan di telepon itu.
"Thanks ya, i love you." Kata Chan sambil tersenyum yang sontak membuat bola mata Han memelotot sebal. Kemudian garis wajah Chan kembali mengeras dan menghampiri Lino.
"Lo kenapa?' tanya Chan.
"Gak kenapa-napa."
"Boong, dia tadi berantem—" adu Yena yang langsung dibekap oleh pemuda di sebelahnya.
"Heeh bego inget lo lagi gak pake baju!" ucap Han menabok punggung pemuda itu.
Lino tersentak dan sontak melepaskan tangannya yang menutup mulut gadis itu. Pemuda itu bergeser menjauh. Han ingin tertawa tapi suasana nya tidak mendukung untuknya tertawa, karena wajah Chan kini sudah sangat menyeramkan.
Yena berdiri menghampiri Chan, pemuda itu memberikan ponselnya yang lain di saku kemeja seragam yang tertutupi sweeter.
Chan memutar rekaman suara yang berisi pembicaraan Lino dan Jungwoo juga suara pukulan itu. Mereka semua mendengarkan rekaman suara itu. "Anjirrr heh bego jadi selama ini lo ikhlas aja di pukulin?!" ucap Han marah sedangkan Lino diam menunduk sembari mengompres lukanya. "Liat gue!" sentak pemuda itu.
"Siapa aja yang terlibat?" tanya Chan yang masih mengendalikan emosinya. Ia tak boleh tersulut karena ada Yena di ruangan ini.
"Komplotan yang pindah sekolah sama geng si Jungwoo." Jawab pemuda itu.
"Kalian terancam sekarang, dia juga." Kata pemuda itu menunjuk pada Yena.
Han memegang kepalanya, pemuda itu berjalan mondar-mandir merasa frustasi. Bagaimana bisa temannya memendam semua ini sendirian? Tanpa memberitahu siapapun, pemuda itu menerima semua pukulan dan tendangan yang diarahkan kepadanya, karna tak ingin orang-orang nya diganggu. Han marah sekaligus sedih melihat semua luka yang didapat Lino, mereka tidak akan pernah tahu jika Yena tidak merekam dan membawa pemuda itu ke sini.
"Kita lindungin sama-sama." Kata Chan.
"Apapun yang terjadi, mereka gak akan bisa nyentuh anak kelas kita bahkan sejengkal pun." Kata pemuda itu tegas. "Gue yang urus."
"Kita juga harus bicara in ini sama Changbin. Dia jadi maksain diri karena ketauan bokapnya main musik," tambah Han.
Lino mengangguk, pemuda itu menempelkan salon pas dingin ke tubuhnya, kemudian memakai seragamnya kembali. "Sejak kapan lo dipukulin gitu?" tanya Chan kembali.
"Empat hari yang lalu .... mungkin."
Han mendengus kesal pada Lino. "Lo anggep gue temen gak sih? Ngapain lo mendem ini sendirian demi lindungin kita segala. Gue meski gak bisa gelut tapi masih punya otak! Orang-orang bego itu cuma mau mainin lo!" pemuda itu menarik napas mencoba menahan rasa kesalnya. Ia mengerti mengapa Yeji menangis malam itu sampai mengungkapkan perasaannya, gadis itu sudah tau apa yang terjadi pada Lino. Mana ada orang yang tak sedih melihat sahabatnya diperlakukan seperti itu.
"Sorry," ucap Lino merasa bersalah.
"Karena dia ngga mau kalian kenapa-napa," intrupsi Yena. "Kalian punya orang yang kalian sayang dan lindungi, kalo kalian terluka orang itu juga pasti sedih. Orang tua kalian pasti bakalan sedih liat kalian terluka atau terlibat masalah," mata gadis itu berkaca-kaca, Lino menatap gadis itu dalam.
"Gue paham karena sekarang gue gak punya orang tua," ucap gadis itu. Chan dan Han membeku mendengar jawaban Yena.
"Kakak gue selalu nyembunyin dirinya yang dibully atau sakit karena belajar dengan keras semasa sekolah karena dia gak mau gue tau, dia takut gue kenapa-kenapa dan nyokap-bokap bakal sedih kalo gue kenapa-kenapa." Jelas gadis itu. Yena tersenyum menatap Lino. "Tapi No, mereka juga sedih kalo lo kenapa-napa."
"Mereka juga sama sakitnya kalo lo terluka, bokap lo juga sama."
Semua di ruangan itu terdiam, Yena menyeka air matanya kemudian tersenyum. "Makanya lo harus terbuka, jangan sendirian." Kata gadis itu.
"Kali ini denger apa kata dia," ucap Han menyetujui.
"Bunda gue meski sayang sama gue tetep bakal nangis kalo liat lo luka-luka gini." Lanjutnya.
Chan menghela napas, pemuda itu mengerti apa yang Lino pikirkan tetapi tetap menurutnya itu salah. Chan menepuk bahu pemuda itu. "Lo istirahat dulu di sini," kata pemuda itu. "sisanya gue sama yang lain nanti yang urus."
"Nitip dia dulu ya, Yen." Yena mengangguk.
"Nanti beres kelas kita ke sini lagi, lo jangan kemana-mana. Awas lo." ancam Han.
"Iya." Jawab Lino. Han memeluk Lino menepuk punggung pemuda itu. "Maafin gue ya bro." Katanya, pemuda itu mengikuti Chan keluar dari ruang UKS. "Oh iya," Chan menghentikan langkah di depan pintu.
"Gue udah chat Miss Lany buat ngga ke UKS sampe istirahat, jadi ngga ada yang bakal ke sini sementara." Ucap Chan menatap Lino penuh arti.
"Anj..." umpat pemuda itu tertahan.
Chan dan Han melangkah pergi dari ruangan itu. "Malem ini kita ngumpul di rumah lo, gue yang bakal izin ke bokapnya Changbin." Ucapnya dingin, Han hanya mengangguk sembari mengikuti pemuda itu.
Lino sedari tadi duduk di kasur UKS itu canggung. Pemuda itu menggaruk kepalanya bingung. "Lo beneran gak kenapa-napa?" tanya Lino melihat wajah lesu gadis itu.
"Tiduran aja di sono kalau pusing." Ucap pemuda itu menunjuk kasur kosong di sebelah miliknya. Yena menggeleng, gadis itu duduk di kursi pasien, berhadapan dengan Lino. "Istirahat!" suru gadis itu pada Lino. "Muka lo ngantuk banget keliatannya."
"Kalo gitu kasih gue permen."
"Gue gak bawa permen, ketinggalan di tas."
"Obat lo gimana?"
"Ada di tas."
Pemuda itu kembali mengangguk, suasana diantara mereka masih terasa canggung. "Buat kata-kata lo yang tadi, makasih ya."
"Dan juga, sorry, lo jadi keseret masalah ini, abang lo pasti marah banget sama gue."
"Makanya lo jangan bandel!" ucap Yena sewot. "Dia diceritain Changbin tentang lo. Makanya dia percaya kalo lo ngga bakal lukain gue." Yena menghela napas kembali melihat pemuda itu.
"Udah sana tidur, gue jagain lo di sini," ucap gadis itu.
Lino tersenyum kemudian tertawa, pemuda itu merebahkan badannya di kasur itu sedikit meringis karena rasa sakit dan ngilu yang menyerang tubuhnya. Pemuda itu mulai memejamkan matanya. "Mana hukuman gue karena beranten?" tanya pemuda itu.
"Nih," tambahan Lino menunjuk luka-luka di wajahnya. Yena hanya menatap pemuda itu dengan ekspresi bingung. "Lo gak inget?" tanya Lino. Yena menggeleng. Pemuda itu menghela napas dan kembali memejamkan matanya.
Kemudia ia merasakan usapan lembut dan tiupan di dahinya. Matanya membuka bertepatan dengan wajah gadis itu yang sangat dekat dengannya. "Nah, besok juga sembuh," ucap Yena tersenyum. Lino sedikit beranjak mendekatkan kepalanya pada gadis itu, mencium bibir Yena sekilas.
Yena membulatkan matanya terkejut. Gadis itu menutup mulutnya dengan wajah yang sudah semerah tomat. Kemudian Lino menarik selimutnya menutupi wajahnya. Pemuda itu mengumpati dirinya dalam hati. Ia tak berani melihat wajah gadis itu, mungkin Yena bisa marah karena tindakan implusfnya tadi.
"Sorry ..." cicit Lino di balik selumut itu. "Anu ... gue ...."
"Tuh kan, lo naksir gue! Mana ada temen nyium temennya sendiri." seru Yena blak-blak-an.
Lino tersentak mendengarnya, ia tahu kalo gadis ini terlampau jujur dan bicara blak-blakan tapi siapa sangka dalam situasi ini juga begitu yang cukup membuat Lino terkejut.
"Kalo gue suka sama lo emang kenapa?" tanya Lino memunggungi gadis itu. Ia sadar kalo dirinya mulai menyukai gadis itu, Lino tak ingin dia terluka ataupun sakit, Lino selalu takut jika Yena tak masuk sekolah, ia takut gadis itu suatu saat akan hilang dan pergi darinya. Pemuda itu terdiam dibalik selimutnya.
"Gue takut." Jawab gadis itu. "Takut bikin lo repot, gue ini lemah." Pemuda itu menyibak selimutnya melihat gadis yang berdiri menatapnya.
"Gue juga takut, takut lo pergi," ucap Lino menatap mata gadis itu dengan tatapan teduh. Yena menundukan wajahnya memutus kontak mata mereka.
"Tapi ini first kiss gue, gimana dong. Gue deg-deg an." Kata gadis itu.
"I-itu ... gue juga p-pertama kali, Sorry ..." Ucap pemuda itu tergagap dengan wajah yang memanas. "Lo bisa lupain kalo lo mau." Lanjutnya. Suasana di ruangan itu semakin canggung, Lino kembali merebahkan tubuhnya dan menutup matanya. "Jagain gue selama se-jam. Nanti gue yang jagain lo selamanya." Kata pemuda itu. Yena mengangguk, gadis duduk di kursi sebelah pemuda yang sudah terlelap itu. Yena memandangi wajah Lino yang memejamkan matanya tertidur, pemuda itu tampan, namum memiliki banyak luka, rambut Lino juga hitam dan bersih, hidungnya mancung dan sangat cantik.
Yena memegangi dadanya yang terasa sakit karena debaran yang kuat itu. "Jatuh cinta sama lo mungkin indah, tapi ini menyakitkan." batin Yena.
Lino terbangun dari tidurnya, pemuda itu menatap Yena yang duduk dan sudah menenggelamkan kelapa nya di samping kasur, gadis itu juga tertidur. Lino beranjak dan mengangkat tubuh ringan Yena, membaringkan gadis itu di tempatnya, pemuda itu mengusap rambut gadis itu lembut, dan menyelimutinya. Wajah gadis yang tertidur pulas itu mengerut dan terlihat sedih.
"Mamah ... Yena sakit." Gumam gadis itu seperti akan menangis. Pemuda itu tercekat, garis wajahnya menurun menatap Yena. Ia mengusap rambut gadis itu lembut, memegang tangan yang kecil itu dengan erat. Kemudian wajah Yena kembali tersenyum dalam tidurnya yang mulai terlelap.
Pintu ruangan itu terbuka, sontak membuat Lino menarik lengannya dan terduduk tegap. Yeji masuk ke ruangan itu. "Lo dipanggil ke rooftop." Kata gadsi itu datar Yeji melirik Yena yang sudah tertidur dengan Lino yang terlihat salah tingkah dan telinganya memerah. "Abis ngapain lo?" tanya gadis itu curiga.
Lino beranjak dari kursinya. "Bukan apa-apa. Lo tolong jagain dia sampe bangun ya," ucap Lino kaku. Yeji menghela napas kemudian mengangguk.
"Yej," panggil pemuda itu. "Thanks ya," katanya lembut.
"Iya, Lo udah diobatin?" tanya nya khawatir, Lino mengangguk kemudian tersenyum.
"Bagus kalo gitu, lain kali jangan lukain diri lo lagi!" pemuda itu mengangguk.
"Gue pergi dulu ya, nitip Yena."
"Lo ...." panggil Yeji. "Suka sama dia?' tanya nya.
"Iya, gue cinta banget sama dia Yej." ucap pemuda itu, biasanya Lino akan bilang itu bukan urusan Yeji, jika gadis itu menanyakan sesuatu terkait perasaannya. Tetapi pemuda itu menjawab jujur yang menunjukan bahwa Lino benar-benar menyukai anak baru itu.
Yeji mengusap wajahnya membalikan badan menatap pemuda itu. "Dasar brengsek," gadis itu membuang napas kasar. "Lo masih sahabat gua kan tapi?"
"Iya lah anjir, lo tetep sahabat gue, lo juga berharga."
Wajah Yeji menurun, gadis itu menatap langit-langit. Mencoba agar air matanya tak keluar. "Oke kalau gitu. Sana lo, iya, gue jagain cewek lo."
Lino tersenyum pada gadis itu, pemuda itu mengacak-acak rambut Yeji. "Gue pergi dulu," katanya lalu melangkah pergi dari ruangan itu.
Yeji menarik napas menenangkan dirinya. Gadis itu mengusap air matanya. Ia tidak ingin menangis kembali. Yeji sudah mengikhlaskan perasaannya. Gadis itu sudah tahu akan seperti ini pada akhirnya. Ia bersyukur bahwa perkataan Han waktu itu benar. Yeji tidak kehilangan sahabatnya dan ia juga berharga. Gadis itu menatap Yena yang memejamkan matanya tertidur pulas.
"Congrast lo menang Yen." ucapnya dalam hati.
****
... ...
Chan melangkah menuju koridor kelas XI IPS, tentunya banyak murid yang memperhatikan pemuda tegap itu. Apalagi sekarang merupakan jam istirahat, yang mana koridor itu ramai oleh siswa.
"Ngapain dia ke sini?'
"Omg ada Chan!"
"Mau ribut sama siapa dia, serem bener mukanya."
Begitulah bisikan-bisikan siswa yang dapat pemuda itu dengar saat melewatinya. Chan masuk ke kelas XI IPS 4 dan menghampiri meja Jungwoo dan teman-temannya yang sedang memasangkan hansaplas di wajahnya. Tanpa basa basi pemuda itu langsung menarik kerah Jungwoo dan memojokannya di tembok. Chan mengeluarkan Flasdisk di kantongnya dan menunjukan ke hadapan pemuda itu. "Lo sentuh orang-orang gue. Kehidupan lo, keluarga lo, dan orang-orang lo bakal hancur di tangan gue." ancam pemuda itu dengan tatapan dingin dan menusuk. Pemuda itu memasukan flasdisk itu ke saku baju Jungwoo dan melepaskan cengkraman nya.
"Orang tua Lia mungkin udah pernah nyampain ini ke keluarga lo agar kakak lo gak ganggu dia lagi, dan menawarkan pekerjaan yang bagus buat nyokap dan bukap lo serta uang ganti rugi nya. Tapi asal lo tahu, Kesepakatan antara keluarga kalian, dan pekerjaan bokap lo bisa rusak begitu aja kalo sape lo usik mereka."
Jungwoo tersenyum sinis menatap Chan. "Gue ngga usik Lia, jadi ngga melanggar perjanjian."
"Lo bener, lo ngga ngusik Lia. Tapi lo ngusik orang-orang gue, lo bakal menyesal kalo terlalu jauh mengusik mereka. Jadi, kalo lo masih pengen punya masa depan yang bagus dan kehidupan yang tenang. Jangan main-main sama mereka. Behave!" ancam Chan yang membuat wajah pemuda di hadapannya memucat takut. Pemuda itu punya aura yang terlihat membahayakan. Ia sejujurnya juga tak ingin berurusan dengan Chan dan teman-teman nya. Kalo bukan karena kakaknya yang memintanya ntuk membalas perbuatan mereka. Tetapi sekarang, jika Chan sudah turun tangan, ia tak berani untuk bertindak. Jungwoo tak ingin nasibnya seperti kakaknya.
"Sampein itu juga ke Kakak lo, suruh di bersyukur karena masih bisa sekolah."
Semua murid di ruangan itu tak ada yang berani mendekat, mereka juga takut melihat aura Chan yang sangat dingin dan menyeramkan. Chan meninggalkan ruangan itu begitu saja, membuat Jungwo mematung dengan wajah yang sudah pucat pasi. Orang-orang yang berumpul dikelas itu sempat menahan napas saat pemuda itu melewatinya. Chan, wakil ketua OSIS sekaligus ketua PD (Penegak disiplin) di sekolah itu, yang memegang semua catatan hitam siswa yang bermasalah. Bagi mereka yang namaya di tulis di buku hitam, Chan ibarat bom waktu bagi siapa saja yang mengusik pemuda itu. Ia terlihat sangat ramah, menyenangkan dan mudah diajak bergaul, namun saat seseorang membuatnya marah pemuda itu akan terlihat sangat menakutkan.
Setelah Chan pergi dari kelas Jungwoo. Pemuda itu segera menuju mejanya dan membuka laptop miliknya, melihat apa isi dari flasdidk yang diberikan Chan padanya. Tubuhnya melemas saat melihat beberapa foto dan video pembullian yang ia lakukan dan semua catatan pekerjaan orang tuanya lengkap dengan biodata dan informasi sekolah kakaknya. Dalam file itu juga terdapat beberapa folder atas nama teman-teman yang ikut memukuli Lino dan teman kakaknya. Yang berisi foto video atau dokumen seperti miliknya. "Anjir dia psikopat." Ucap Jungwoo.
****