Ig: Tantye 005
Juara Favorit pembaca Air mata Pernikahan 2
Menikah karena perjodohan membuat Harun membutuhkan waktu lama untuk mencintai istrinya-Haura. Di hari Aniversarry mereka yang pertama, pria itu berencana mengatakan cintanya pada Haura.
Namun, kebenaran tentang wanita itu membuat Harun mengurungkan niatnya. Alih-alih mengatakan cinta, Harun malah mengusir Istrinya dari rumah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Susanti 31, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 25 ~ Tabir Pernikahan
Diam-diam, Haura menatap suaminya yang tidak kunjung bicara padahal mereka telah duduk hampir setengah jam lamanya. Hanya menyantap makan siang tanpa pembicaraan apapun.
Haura berdehem sebentar, meletakkan sendok juga garpu di atas meja lalu terang-terangan menatap Harun.
"Mas Harun mengajak aku bertemu untuk membicarakan hal penting apa? Aku harus pergi," ucap Haura.
Harun yang sejak tadi diam saja membalas tatapan Haura. Menaik indah wanita itu selalu bisa membuat Harun jatuh cinta, sayangnya selalu ditutupi akan kebenaran perselingkuhan wanita di hadapannya.
"Aku akan menikah," ucap Harun akhirnya setelah lama berperan dengan hati dan pikiran. Sejak tadi pria itu tidak fokus makan, hanya saja pura-pura fokus agar tidak terlihat terlalu gugup di hadapan Haura.
Hening kembali melanda ketika Harun mengucapkan tiga kata yang membuat hati Haura bagai terhantam bongkahan batu besar. Di bawah meja, tangan wanita itu sedang meremas gamisnya sangat erat.
Berusaha agar tidak menangis juga tidak ingin mempercayai ucapan pria yang dia cintai.
"Haura?" panggil Harun.
Haura memaksakan senyumnya, meski dada terasa sesak. "Mas Harun meminta izin, atau memberitahuku?"
"Memberitahumu."
Lagi dan lagi Haura hanya tersenyum menanggapi kalimat menyakitkan suaminya. Lihatlah, pria itu datang untuk memberitahu, bukan meminta izin. Bukankah sudah jelas, Haura bukan lagi bagian dari hidup Harun? Pria itu seakan menganggapnya orang lain.
"Kalau begitu menikahlah Mas, semoga pernikahan kedua mas membawa kebahagian melebihi pernikahan pertama. Tapi ...." Menelan salivannya cukup susah, terlebih tatapannya dan Harun kembali beradu satu sama lain.
"Ceraikan aku. Aku tidak mau dipoligami, meski jaminannya adalah Surga. Hatiku tidak seluas samudra untuk menerima orang lain dalam pernikahan kita yang telah hancur." Usai mengatakan isi hatinya, Haura kembali menunduk, tidak ingin Harun melihat mata indahnya yang mulai berembun.
Dinginya Ac di dalam restoran tersebut tidak membuat panas di seluruh tubuh Haura hilang sejak mendengar penuturan suaminya.
Ternyata aku terlalu berharap banyak pada mas Harun yang tidak pernah mencintaiku. Ternyata pelakuannya selama ini hanya sekedar tanggung jawab semata sebagai seorang suami, bukan pria yang mencintai istrinya.
Tidak terasa air mata Haura menetes membasahi jilbab yang dia kenakan, sekuat apapun menahan, buliran bening itu terus saja berjatuhan tanpa bisa dicegah.
"Dia bukan orang lain Haura, dia Vivian." Harun memajukan tubuhnya untuk mengambil tangan Haura yang berada di bawah meja. Meng3nggam tangan lentik tersebut.
"Aku akan memaafkan semua kesalahan kamu, asal kamu mengizinkan aku menikahi Vivian. Dia butuh aku untuk menyembuhkan ...."
Kalimat Harun tercekat ketika Haura menarik tangannya dengan paksa. "Siapapun perempuan itu, dan apapun alasannya aku tidak ingin dipoligami Mas. Biarkan saja mas Harun membenciku karena kesalahan yang aku lakukan selama ini. Vivian membutuhkanmu, tapi aku tidak."
Haura bangkit dari duduknya karena tidak bisa membendung rasa sakit di dada. Dia ingin menangis sepuas mungkin, tapi tidak di depan Harun.
"Ceraikan aku!"
Harun mengeleng. "Tidak, aku akan memaafkanmu jika kau ...."
"Aku juga ingin hidup bahagia dan menikah dengan pria yang aku cintai Mas. Mungkin hubungan kita cukup sampai di sini saja."
"Kau tidak bahagia selama menikah denganku? Kau pernah mengatakan mencintaiku, Huara. Apa semua hanya kebohongan belaka?" Harun berdiri karena merasa terusik akan kata bahagia yang keluar dari mulut istrinya.
Tangan pria itu mengepal hebat, amarahnya baru saja mereda setelah beberapa hari dan berniat untuk melupakan kesalahan Haura, tapi wanita itu malah kembali bertingkah.
"Aku tidak pernah bahagia dalam pernikahan kita, itulah mengapa aku menjalin hubungan diam-diam dengan pria lain. Aku menginginkan seorang anak, tapi kau tidak kunjung membuatku hamil. Semoga perpisahan kita adalah jalan untuk membuka kebahagian masing-masing."
Haura melangkahkan kakinya keluar dari restoran tanpa menoleh sedikipun. Wanita itu mengakui semua tuduhan yang diberikan Harun, agar pria itu puas dan semakin membencinya.
Biarkan saja orang lain berkata buruk tentangnya, selama dia tidak melakukan semuanya akan baik-baik saja.
Haura menghentikan langkahnya setelah berada di halte bus. Duduk seorang diri sambil mengusap air matanya dengan tangan. Dia pernah hancur saat orang tuanya pergi, hatinya selalu sakit saat disiksa oleh mertuanya.
Tapi baru kali ini rasa sakit seakan ingin membunuhnya perlahan-lahan. Itu semua karena kejujuran Harun tadi.
"Andai saja kau menjawab meminta izin padaku, mungkin aku akan mempertimbangkan untuk dipoligami demi anak kita, tapi kau hanya memberitahuku, dimana kau tidak membutuhkan pendapatku."