Hasna Sandika Rayadinata mahasiswa 22 tahun tingkat akhir yang tengah berjuang menyelesaikan skripsinya harus dihadapkan dengan dosen pembimbing yang terkenal sulit dihadapi. Radian Nareen Dwilaga seorang dosen muda 29 tahun yang tampan namun terkenal killer lah yang menjadi pembimbing skripsi dari Hasna.
" Jangan harap kamu bisa menyelesaikan skripsi mu tepat waktu jika kau tidak melakukan dengan baik."
" Aku akan membuat mu jatuh hati padaku agar skripsi ku segera selesai."
Keinginan Hasna untuk segera menyelesaikan skripsi tepat waktu membuatnya menyusun rencana untuk mengambil hati sang dosen killer. Bukan tanpa alasan ia ingin segera lulus, semua itu karena dia ingin segera pergi dari rumah yang bukan lagi surga baginya dan lebih terasa seperti neraka.
Akankan Hasna berhasil menggambil hati sang dosen killer?
Atau malah Hansa yang terpaut hatinya terlebih dulu oleh sang dosen?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IAS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MHDK 26. Witing Tresno Jalaran Seko Kulino
Hari ini Radi sama sekali tidak ke kampus. Ia berada di rumah. Rasanya benar benar enggan pergi dari rumah. Sedangkan Hasna dia tengah berada di kamar tamu.
" Lho kak, kamu tidak ke kampus?"
" Enggak bund, nggak ada jadwal mengajar juga. Males."
Duar ....
Bagai disambar petir di siang bolong. Seorang Radian Nareen Dwilaga males bekerja. Ini adalah rekor muri. Sekar benar benar terkejut dengan jawaban Sang putra sulung. Seumur-umur baru kali ini Radi mengenal kata malas.
Sekar pun seketika menyentuh kening sang putra memastikan bahwa putranya itu tidak sakit dan baik-baik saja.
" Kakak tidak sakit kan tidak ada yang salah kan dengan otak Kakak?"
" Bunda apa apa an sih, kok udah kayak Andra jadi lebay."
" Lebay, ya Allaah sepertinya otak kakak konslet deh."
Radi bangkit dari duduk nya dan melenggang pergi ke kamarnya di atas. Sejenak ia melirik kamar tamu namun ia mengalihkan pandangannya secepat kilat dan segera berjalan menuju ke kamarnya.
Sekar tersenyum simpul, ia tahu mengapa sang putra ingin di rumah. Muncul sebuah ide untuk mengerjai si putra sulung yang kaku bak kanebo kering itu.
" Dasar bocah kaku."
Sesampainya di kamar Radi langsung duduk di meja kerjanya. Ia mencoba untuk membuka buku buku miliknya dan membacanya. Namun nihil dia tidak bisa membaca apapun. Sekarang yang ada dalam pikirannya adalah pernikahan yang sudah didepan mata.
"Menikah, kata itu benar benar tidak pernah terpikir dalam otak ku dan hanya dalam hitungan hari aku akan melakukannya. Apakah aku bisa? Apakah aku harus bertanya kepada Dika?"
Radi menemukan sebuah ide, dia harus bertemu dengan sang adik untuk berkonsultasi. Ya pria dingin 15 pintu akan berkonsultasi dengan mantan pria dingin 12 pintu.
Pria itu segera mengambil kunci mobilnya dan berjalan menuruni tangga.
" Bund, kakak keluar bentar ya."
" Kemana kak?"
" Ada urusan penting."
Radi melihat Hasna keluar kamar dengan pakaian yang sudah rapi dan menyandang tas kecilnya.
" Lho Hasna mau kemana?"
" Hasna mau ke toko buku bund, mau nyari sumber referensi. Kata dospemb Hasna referensi harus minimal 15 buku."
Lagi, Sekar melotot ke arah sang putra.
" Jangan marah bund. Itu memang sudah prosedur agar hasil skripsi nya memuaskan."
" Alesan. Ya sudah kamu antar Hasna saja ke toko buku dulu."
Radi hanya bisa membuang nafasnya dengan berat. Dia pasrah dengan perintah sang bunda.
Keduanya memasuki mobil bersama.
" Pak Radi ada urusan kan, nanti saya turunin aja depan pusat perbelanjaan. Terus Pak Radi bisa ketempat tujuan."
" Apakah tidak apa apa begitu?"
Hasna mengangguk, Radi tersenyum simpul. Rupanya Hasna adalah gadis yang pengertian.
Radi pun melesatkan mobilnya ke pusat perbelanjaan, yang mana sebenarnya itu adalah milik Hasna. Namun Hasna tidak mau tahu soal itu, karena baginya dia hanya akan menjalani hidup sesuai dengan keinginannya. Dia tidak peduli dengan harta yang saat ini dimiliki oleh ayahnya.
" Sampai, terimakasih ya pak."
" Kalau mau pulang kabari, nanti aku jemput."
Hasna mengangguk, ia pun melambaikan tangannya saat mobil Radi menjauh.
" Haaah ... Sudah lama nggak jalan jalan. Baiklah ayo kita healing."
Hasna mengangkat kedua tangannya. Pergi sendiri begini sudah biasa Hasna lakukan. Ia memang suka jalan sendiri, sekedar untuk menikmati makanan yang tengah viral atau menonton bioskop. Baginya jalan sendiri seperti ini adalah healing terbaik ketimbang harus beramai ramai bersama teman temannya.
Hasna membelokkan tubuhnya ke toko buku. Mencari beberapa buku yang akan ia gunakan untuk menunjang skripsinya.
Bruk ...
" Maaf ... Maaf ... Saya tidak sengaja."
Hasna sungguh merasa bersalah karena menabrak salah seorang pengunjung.
" Lho Has... "
" Eh mas Dipta."
Hasna sedikit bersyukur orang yang ia tabrak adalah Dipta, yang notabene nya adalah orang yang ia kenal.
Disisi lain Radi yang baru saja memarkirkan mobilnya di halaman rumah sakit Mitra Harapan segera masuk ke lobby dan berjalan menuju ruangan sang adik.
Tok ... Tok ... Tok ..
" Ya masuk, lho kakak."
" Kamu sibuk nggak Ka?"
" Nggak sih. Hari ini free, nggak ada jadwal operasi tapi nggak tahu ya kalau ada operasi dadakan. Kenapa, duduk dulu. Masa iya ngobrol smabil berdiri."
" Itu Ka ... Soal ... "
" Soal pernikahan?"
Dika paham betul kakaknya ini memanglah cerdas tapi dia memiliki sisi bodoh juga dalam dirinya. Terlebih soal wanita. Sebenarnya tidak beda dengan dia dulu saat awal awal mengenal sang istri.
" Apa yang kakak rasakan kepada Hasna?"
Radi menggeleng dan Dika membuang nafasnya kasar.
" Kak, aku dan Silvya juga dulu menikah juga bukan karena cinta. Kami malah digrebek warga dan dinikahkan paksa. Belum ada cinta juga dalam hati kami. Tapi lambat laun rasa itu muncul juga."
" Bagaimana itu bisa terjadi?"
" Mungkin karena kebiasaan. Seperti pepatah jawa 'witing tresno jalaran seko kulino' cinta datang karena sebuah kebiasaan. Kebiasaan kita bersama dengan dia, kebiasaan kita selalu dekat dengan dia. Mungkin begitu."
Radi mengangguk paham dengan apa yang diucapkan sang adik. Jika biasanya dia yang memberikan kuliah kepada para mahasiswanya, kini dia yang menerima kuliah dari sang adik.
" Sekarang jawab jujur. Apa kakak merasakan sesuatu kepada Hasna?"
" Entah apa ini namanya, tapi ada hal lain yang tidak bisa aku jelaskan saat dekat dengan dia. Aku tidak bisa melihatnya sedih."
" Bagus, berarti kakak mulai tumbuh rasa."
" Apakah setelah menikah lebih baik aku membawa Hasna untuk tinggal berdua di apartemen."
Dika berpikir sejenak dengan pertanyaan sang kakak. Menurutnya mungkin itu diperlukan untuk memupuk cinta keduanya.
" Lebih baik begitu kak. Karena itu akan berguna untuk hubungan kalian. Biar kalian bisa lebih saling mengenal satu sama lain. Itu memupuk keharmonisan juga."
Radi sungguh lega, berbicara dengan Dika memang banyak mendapatkan pencerahan. Karena Dika dapat memberikan jawaban logis yang bisa ia terima dan pahami.
" Baiklah Ka, terimakasih. Kakak pulang dulu."
" Yoi Kak, semoga lancar ya kak."
Radi mengangguk dan Dika tersenyum. Ia senang sang kakak sudah mulai mencair.
Radi menuju pusat perbelanjaan dimana tadi Hasna minta untuk diantarkan. Ia pun memarkirkan mobilnya.
" Has kamu dimana?"
" Oh, Pak Radi. Saya di Food Court."
" Tunggu saya, saya akan ke sana."
Entah mengapa Radi ingin sekali segera bertemu dengan Hasna setelah mendengar pencerahan dari sang Adik. Ia pun berjalan lebih cepat. Radi pun tersenyum saat melihat Hasna duduk di sebuah kursi dan menikmati makanannya. Namun senyumnya tiba tiba memudar saat melihat siapa orang yang duduk di depan Hasna. Tangan nya pun seketika mengepal.
" Tidak akan ku biarkan kau dekat dekat dengan calon istriku."
TBC