Kecelakaan besar yang disengaja, membuat Yura Afseen meninggal dunia. Akan tetapi, Yura mendapat kesempatan kedua untuk hidup kembali dan membalas dendam atas perbuatan ibu tiri beserta adik tirinya.
Yura hidup kembali pada 10 tahun yang lalu. Dia pun berencana untuk mengubah semua tragedi memilukan selama 10 tahun ke belakang.
Akankah misinya berhasil? Lalu, bagaimana Yura membalas dendam atas semua penindasan yang ia terima selama ini? Yuk, ikuti kisahnya hanya di noveltoon.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sensen_se., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 25 : HARUS TERBIASA
Yura masih membeku dalam duduknya. Rambut panjangnya lepek dipenuhi keringat, napasnya terengah-engah, wajah cantiknya pucat pasi. Sentuhan Zefon membuat seluruh persendian semakin kaku.
“Kamu harus terbiasa! Dan kamu harus lebih kuat!” tukas Zeron setelah tersadar akan hassratnya yang sangat menginginkan bibir tipis Yura.
Pria itu segera kembali ke tempat duduknya, mengenakan sabuk pengaman dan menjalankan mobil, bersamaan dengan dua mobil jeep berhenti di depannya, dan dua lagi di belakang Zefon.
Yura tersentak dan segera waspada. Bibirnya terkatup rapat, bahkan semakin merapatkan tubuhnya pada sandaran mobil.
Melihat ketegangan yang dialami Yura, lelaki itu menggenggam jemari Yura. “Tenang saja, mereka anak buahku,” ungkapnya dengan suara lembut.
Barulah Yura mengembuskan napas penuh kelegaan. Maniknya terpejam, merasakan dentuman kepala yang begitu kuat. Semua hal yang ia alami barusan, seperti mimpi. Ini kali kedua Yura merasakan atmosfer ketegangan setelah penyelamatan saat ia diculik dulu.
Sepanjang perjalanan, Yura diam membisu. Ia hanya menatap lurus ke depan dengan satu tangan masih digenggam Zefon, sedangkan satunya lagi meremas ujung kemeja yang ia pakai.
Hingga sampailah mereka di mansion mewah yang selalu membuat Yura terkagum-kagum. Dari kejauhan saja, sudah terlihat bangunan megah yang berdiri sendiri dengan begitu gagahnya. Jauh dari hiruk pikuk perkotaan. Namun tentunya dengan keamanan yang begitu ketat.
Mobil berputar di pelataran, hingga kini berhenti tepat di depan pintu utama. Zefon melepas tautan tangannya, segera turun kemudian berlari setengah mengitari mobil. Ia masih melihat getaran di tubuh perempuan itu.
“Bukakan pintu! Bawakan kopernya!” titah Zefon pada para bawahan yang sudah berbaris rapi di belakangnya.
“Baik, Tuan!” Mereka berbagi tugas. Zefon merengkuh tubuh Yura dan menggendongnya.
Gadis itu bisa melihat wajah tampan sang penyelamatnya, matanya menelisik setiap detail lekuk wajahnya. Mata yang tajam, hidung cukup tinggi, bibir sedikit tebal dan rahang yang tegas, semua terekam jelas dalam ingatannya. Ia sampai tak sadar, telah sampai di salah satu kamar mewah di mansion tersebut.
“Ambilkan minum!” perintah Zefon mendudukkan Yura di atas ranjang empuk yang begitu luas itu.
Yura masih tidak bisa berkata-kata, matanya tak berkedip menatap Zefon yang kini membuka jas dan dasinya. Dua kancing teratas sengaja ia buka untuk mendapat angin sejuk dari pendingin ruangan. Setelahnya menggulung lengan kemeja hingga siku.
“Apa kamu masih takut?” tanya Zefon mendudukkan tubuhnya di tepi ranjang.
“Seharusnya tanpa bertanya kamu sudah tahu jawabannya,” sahutnya mencebikkan bibir.
Zefon menarik kedua sudut bibirnya, hingga kedua lesung pipinya terlihat jelas. Tentu saja membuat gadis itu semakin terkagum-kagum padanya.
“Nanti aku akan melatihmu, aku benci orang lemah!” Zefon menerima segelas air putih dari pelayannya. Lalu menyuapkan pada Yura. “Minumlah dulu,” ucapnya mengangguk.
Yura langsung meneguknya dengan bersemangat. Ia seperti tidak minum selama beberapa hari. Tubuhnya sedikit lebih rileks sekarang, usai menyerahkan gelas kosong pada Zefon.
“Sebelum aku cari tahu sendiri, apa alasan kamu keluar dan bawa koper?” tanya Zefon dengan tatapan mengintimidasi.
Helaan napas berat Yura, dengan tatapan kosong membuat Zefon menautkan alisnya. “Diusir!” cetus gadis itu lunglai tak bertenaga.
Perlahan, gadis itu membuka alur cerita yang baru saja dialami. Ayahnya yang tidak mempercayainya, kehilangan bukti gara-gara Tora, berhasil menghancurkan racun yang diberikan Sarah, namun juga playing victim seolah-olah menjadi korban kebrutalan Yura.
“Hahaha! Bodoh!” umpat Zefon tertawa, sembari mendorong dahi Yura dengan dua jarinya.
Yura melayangkan tatapan tajam, seakan tidak terima dengan umpatan lelaki itu. Bibirnya semakin mengerucut lucu.
“Aku masih ada semua rekamannya kalau kamu mau,” lanjut Zefon.
“Tapi sebelumnya aku mau kasih lihat ayah secara langsung. Biar dia lihat dengan mata kepalanya sendiri selicik dan sebrengsek apa istrinya itu.” Yura mencengkeram tangannya. “Ah, di ponsel juga masih ada rekaman dia waktu di bar sih.” Ia baru teringat satu hal. Bibirnya mulai menyunggingkan senyum.
“Kali ini setuju! Aku sudah menghancurkan gudang obat-obatan terlarang itu. Setidaknya, butuh waktu lama ibumu bisa mendapatkan racun itu lagi!” papar Zefon dengan santai.
Terang saja, lelaki itu akan terus mendapat serangan. Mengingat, sudah membuat Klan Ganesha mengalami kerugian besar.
Yura membelalak lebar, “Hah?”
...\=\=\=\=ooo\=\=\=\=...
Rehan masih termenung di kamar Yura. Sudah beberapa waktu berlalu, ia habiskan dengan membersihkan setiap bagian laptop yang terkena cairan susu dengan beberapa lembar tisu. Coba menyalakan, tapi tidak bisa.
Sore itu, ia pun beranjak untuk membawa laptop putrinya ke tempat service. Takut jika banyak tugas-tugas putrinya akan kesulitan. Bisa saja ia membelikan baru, akan tetapi takut ada hal penting di sana. Ia yakin, Yura akan kembali. Sengaja memberikan waktu untuk menenangkan diri. Rumah pun tidak akan semakin memanas.
“Mau ke mana, Mas?” tanya Sarah yang duduk di ruang tengah sambil menonton televisi. Tangan kanannya dibebat perban putih hingga menyulitkannya beraktivitas.
“Keluar sebentar. Ada urusan!” ujar Rehan tanpa menoleh.
“Kamu belum makan siang, Mas,” seru wanita itu dengan gerakan mata mengikuti sang suami.
Tak ada jawaban, Rehan tetap melanjutkan langkahnya hingga punggung lebar itu menghilang di balik pintu.
Bersambung~