Kocak, Romantis, Baper
Angel Rasinta hanya wanita polos yang tidak tau menahu bahwa Sang CEO menandai dirinya. Hans Prasetyo itulah nama sosok sang CEO, Laki-laki muda dengan perawakan karsimatik. Sang CEO selalu berada di belakang dirinya tanpa Angel ketahui.
Suatu ketika Hans melewati garis persembunyiannya. “Sukai Aku mulai sekarang!”
Apa apaaan ini! pikir Angel, mana ada orang yang mengungkapkan rasa dengan nada memerintah dan tak mau dibantah.
Namun sialnya Angel adalah orang yang mendapat perlakuan itu. Hans mulai mengusik ketenangan akan dunianya, membawa percik rasa cinta, bersamaan pula dengan getirnya rasa terluka.
“Sukai Aku Mulai sekarang!”
lantas akankah Angel menerima sosok Hans?
Hans yang posesif, Hans yang mendominasi dan Hans yang hangat?
Ataukah malah garis pemisah kasta membuat mereka tak bisa bersatu?
Season 2
Kenan Prasetyo mewarisi kecerdasan dan ketampanan sang papa. Menginjak usia mendekati kepala tiga ia berusaha mencari sosok wanita yang bsia mendampingi hidupnya.
Meminta bantuan ke biro jodoh dan malah bertemu dengan Ayana, gadis pengagum dirinya ketika Sekolah Menengah Atas. Iya pengaggumnya! ken ingat sekali—, namun yang terlihat Ayana malah tidak mengenalnya.
Situasi terus berjalan sampai pada saat, Ken mengguncang Ayana dengan sebuah tanya.
“Apa kau benar-benar melupakanku?”
~Kocak
~Receh
~Mewek
~Tegang
~Amarah
Semua emosi ditampilkan didalam novel. Jadi segera dibaca ❤️❤️🙏🏻🙏🏻
#Karya pertama
#Hanyapenghalutingkatgang
~Tyatyut
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon tyatyut, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CH 25-Masakan Spesial Hans
Degupan jantungnya begitu tak teratur. Sekilas Hans melihat raut wajahnya dari kaca spion.
“Wah tadi itu keren sekali.” Apa? Hans malah memuji sikapnya tadi. Padahal sudah hampir ditolak mentah-mentah kembali.
Matanya menangkap lampu rumah Angel mulai menyala. Masih setia bersandar di bangku mobil, belum ingin meninggalkan tempat.
“Kenapa dia menolakku? Padahal aku sudah mempersiapkan semuanya dengan sangat luar biasa. Sungguh tidak dapat ditebak .” Tersenyum kecil, namun seketika raut wajahnya menjadi ditekuk.
Sudah mulai melanjukan mobil membelah jalanan. Jari tangannya sesekali mengetuk kemudi, menggeleng kepala pelan .
“Tapi kenapa?” Memukul stir kesal. Rasa kecewa kembali menerpa.
“Kenapa sekretaris Angel menolakku?! Dia bukannya menelaah isi hatinya, malah merpertanyakan hatiku.” Matanya menatap kosong jalanan yang sepi. Sorot lampu mobil menemani perjalanan.
“Baiklah, nampaknya aku harus bekerja keras mulai sekarang. Tunggu saja, akan kubuat kau jatuh cinta pada seorang Hans tanpa bisa berpaling!” Suaranya terdengar begitu percaya diri, dengan sunggingan senyum kecil.
***
Mobil yang dikendarai sudah sampai di garasi rumah. Pintu gerbang utama sudah kembali ditutup. Hans masuk ke dalam rumah, keadaan sudah sepi tampaknya Mama dan Papa sudah kembali ke kamar. Saat ini waktu menunjukkan hampir menuju pukul 10 malam.
Baju yang membalut tubuhnya berganti dengan cepat. Bukannya segera tidur ia malah mengambil langkah menuju tempat olahraga. Tempat biasa ia membentuk otot tubuh dan berpeluh keringat.
Pemanasan beberapa saat Hans mulai menekan tombol treadmill. Mulai dari level perlahan, lalu dinaikan lagi...sampai dia kelelahan karena berlari hampir 30 menit lamanya.
“Hah hah hah...” Nafas berat akibat banyak menguras tenaga terdengar jelas.
Masih belum puas berlari menggunakan treadmill. Hans memukul-mukul samsak tinju, otot tangannya bergetar akibat pukulan-pukulan cepatnya.
Sambil memukul samsak Hans kembali mengingat perkataan Angel.
“Ada banyak hal yang membuat saya dan anda sulit untuk bisa menjadi kita .”
"Sepertinya Anda hanya terbiasa dengan saya, Pak.”
“...Terbiasa?...Omong kosong! Jika karena terbiasa, mungkin aku juga akan suka dengan bibi pelayan rumah karena terbiasa dilayani. Kau memang polos atau bagaimana, sekretaris Angel? Kenapa tidak bisa menilai sikapku selama ini ?!” Hans menggerutu membantah kata-kata Angel. Dirinya sendiri yang paling memahami perasaanya, dan Angel malah mengira rasa terbiasa yang membelenggunya saat itu .
“Apa ini?...Apa aku sedang meluapkan kekesalanku?...” Bertanya kepada diri sendiri.
“Karena ditolak?ha ha ha ha...sungguh konyol.” Kembali memukul samsak tinju berulang-ulang. Hingga dia lelah dan memutuskan untuk berbaring, nafasnya tak teratur. Rongga dadanya kembang kempis matanya menatap langit-langit ruangan .
“Sejak awal kau memang membuatku tidak percaya diri...” Lirihnya, kosakatanya itu terdengar memiliki misteri. Selesai sudah acara pelampiasan karena habis ditolak dengan berpeluh keringat.
Hans kemudian melepas sarung tinju secara perlahan. Ingin segera meneguk minuman membasahi tenggorokannya .
***
Sembari melangkah lebar menuju dapur Hans menyeka keringat yang bercucuran. Handuk kecil menjadi sasaran untuk mengelap keringatnya.
Dibukanya kulkas hingga hawa dingin segera menerpa wajah, segera ia mengambil sebuah botol minum dingin. Meneguk dengan tergesa, hingga jakunnya tampak begitu jelas .
Glek... Glek... Glek...
Hans meneguk minumannya.
Suara papa mengejutkan.
“Hans, Belum tidur?” Papa fadli tiba-tiba ada di dapur.
“Uhuk.” Terbatuk karena terkejut, dan segera menyeka bibirnya .
Hans meletakan botol minumnya dan mengelap keringat lagi dengan handuk yang dia pegang .
“Sudah pah, ini roh tubuh Hans yang gentayangan Hihihihi.” Bersuara layaknya film horor.
“Aaaa...” Papa Fadli akting menjerit takut .
Mendekat ke arah Hans dan memukul kepala bagian belakang Hans pelan.
“Akhh, kenapa papa memukulku?!”
“Kamu pikir papah akan menjerit seperti itu.” Papa Fadli berkacak pinggang, sembari mulutnya berdecak .
“Haha, nyatanya gitu kan pah.” Jawab Hans sambil tertawa
“Dasar ! tadi itu hanya akting.” Jelas papa singkat, lalu membawa langkah menuju sofa tengah dan menyalakan televisi.
Hans mendekat ke arah papanya tersebut dan duduk disampingnya .
“Pah...”
“Hmm?” Papa Fadli menyahut ,dengan mata masih tertuju pada televisi. Hans ragu untuk bertanya, namun sasaran survei yang sangat baik adalah papanya sendiri. Ia memupuk keberanian.
“Gimana cara papa dulu, menaklukkan Mama?” Lontaran tanya itu begitu mengejutkan, membuat papa segera mengubah posisi duduk dan menghadap Hans sempurna. Sekarang televisi sudah tidak menarik, dibandingkan pertanyaan anaknya tersebut. Tiba-tiba saja bibirnya tersenyum tipis. Dia seperti menangkap maksud dari pertanyaan anaknya itu.
“Kenapa bertanya?” Selidik papa, satu alis terangkat satu.
Hans menjadi gelagapan.“ Ya, hanya bertanya pah.” Mengusap leher pelan karena gugup. Papa tahu betul kebiasaan anaknya ini, jika begini maka kecurigaan papa semakin menyakinkan.
Ingin rasanya papa Fadli terkekeh geli dengan tingkah anaknya yang terlalu ketara itu, namun dia menahannya .
“Nah coba papa ingat dulu.” Papa Meletakan genggaman tangan di bawah dagunya seperti orang berpikir.
Hans menunggu ucapan Papa Fadli dia semakin mendekatkan tubuhnya untuk dekat dengan papa.
“Sebenarnya mamah kamu yang dulu suka sama papah.Tiap hari gak ada bosen-bosennya dia buat deketin papah.” Papa Fadli bercerita sambil tersenyum
“Mamah kamu itu ya Hans, bla, bla,bla,...” Menceritakan panjang dikali lebar dikali tinggi. Ini seperti sesuatu yang ditanya apa dan jawabannya apa. Hans sampai mengingat sebuah drama saat seorang laki-laki wawancara. Tema wawancara tentang cara mengembangbiakan anggur, dijawab dengan awal mula anggur ada, lalu berkembang di negara mana, lalu dipopulerkan oleh siapa...dan tenyata si pewawancara mengantuk hebat akibat kilas balik yang begitu lambat, bahkan inti pertanyaan belum dijawab.
Hans menguap mendengar Papa Fadli bercerita, ia juga mulai mengotak-atik channel televisi, mencari tontonan yang menarik.
Dan...sampailah inti dari jawaban pertanyaan. Hans segera fokus, alasan dari jatuhnya Papa kepada sang mama.
“Yang paliiiing buat papah jatuh cinta itu sama mama kamu itu...Masakan!”
“Masakan?” Ulang Hans tertarik, alis Hans terangkat dengan posisi tubuh sempurna menghadap Papa.
“Iya masakan...Mama kamu itu ya Hans, pinteeer banget masak. Jadi papa takhluk sama mamah kamu, karena masakanya. Pokoknya semua masakan mama kamu itu pas dilidah papa.” Papa Fadli mengakhiri ceritanya dengan sedikit tertawa
“Ckk, gak laki banget sih pah. Kok malah Mama yang ngejar papa? harusnya papa dong sebagai laki-laki.” Hans mencibir papa.
Keluar sudah sifat Hans, yang kekanak-kanakan .
“Kurang ajar.” Mencubit Hans kesal.
“Akhh.” Hans mengerang sedikit kesakitan.
“Ceritanya memang begitu. Kamu belum tau aja seberapa gentelmen nya papa saat menjuangin mama kamu.” Papa berkata serius dengan senyum yang mengembang.
“Udah? Kalau begitu aku mau balik ke kamar ya pa.” Segera beranjak berdiri. Hans tersenyum kemenangan tips sudah didapat, ia juga akan memulai langkah pendekatan gencar pada Angel esok hari.
“Hans temenin Papa nonton bola, Hans!!” Suara Papa Fadli terdengar berteriak. Namun Hans tak memperdulikan malah semakin lekas menaiki tangga dan melambai tangan.
“Huff, dasar! sudahlah lanjut nonton sendiri aja.” Akhirnya Papa Fadli hanya menonton acara sepak bola sendiri di tengah ruangan. Sekilas ia mengingat gelangat sang anak yang aneh, namun segera menggeleng pelan.
“Kalau memang anak itu sudah memiliki kekasih, mama pasti akan sangat heboh.”
***
Matahari sudah hendak menampakkan diri. Sedikit aktivitas sudah mulai terjadi di dalam rumah megah itu. Contohnya di bagian belakang para pelayan sudah sibuk melakukan rutinitas menyuci pakaian.
Sedang di daerah kekuasaan nyonya rumah sudah terdengar kebisingan. Bukan karena nyonya Rina sudah bangun. Namun karena ada sosok lain yang menguasai dapur tersebut.
Tak tak tak tak tak
Suara yang dihasilkan oleh peraduan pisau dan bahan makanan. Sesosok pria muda sedang serius melakukan sesi masak-memasak. Masih menggunakan baju tidur ia menghadap kompor yang sudah menyala. Rambutnya pun masih tekihat acakan. Matanya terkadang fokus ke arah ponsel membaca urutan resep makanan, sesekali juga terfokus lagi ke bahan yang ia potong-potong dengan begitu sempurna.
Hans sedang melaksanakan misi penaklukan hati.
“Missi ini harus berhasil!”
Potongan sayur sempurna tadi segera dimasukkan ke dalam teplon yang telah panas. Diaduk hingga sedikit matang, beberapa detik kemudian satu telur ia pecahkan diaduk kembali. Nasi matang yang sudah ia persiapkan sekarang juga dicampur hingga teraduk rata di atas teplon.
“Apa ini berhasil?” Gumamanya dengan kening yang berkerut, begitu serius dengan yang dikerjakan. Ini kali pertamanya memasak nasi goreng jadi dia begitu serius akan hal itu.
“Tampanya aku harus menambahkan ini.” Mengambil bahan penyedap yang pikirnya baik untuk campuran nasi goreng. Sungguh ini tampaknya udah melenceng dari resep! Astaga Hans malah tersenyum puas.
“Selesai.” Serunya dengan ulasan senyum. Nasi goreng telah matang.
Ia mengulurkan tangannya untuk menjangkau mangkuk.
“Berapa telur yang harus kugunakan?” Bingung lagi. “Baiklah 5 saja biar dia puas.” Tertawa.
Lima buah telur sudah ia pecahkan, segera pula ia aduk hingga terluar tadi berwarna kuning pucat, tak lupa bumbu penyedap ,dan sedikit sayuran seperti wortel dan daun bawang. Selesai ia kemudian mengorengnya diatas teplon dengan api yang sedang.
Keringat sedikit muncul di dahinya saat ia memasak. Ia membuat telur gulung, setelah berkali kali memasukkan telur ke atas teplon lagu digulung, mencurahkan lagi, lalu digulung, telurnya kemudian matang.
Dengan cekatan ia memotong-motong telur tersebut menjadi beberapa bagian dan memasukkannya ke kotak makan .
Ia mendandani kotak makannya dengan penuh rasa cinta.
“Selesai juga...huff.” Mengusap keringat di dahinya dengan punggung tangannya.
“Haha dia pasti akan merasa sangat tersanjung karena mendapat masakan spesial dariku.” Sungguh jiwa percaya dirinya semakin melambung setiap hari. Entah bagaimana reaksi orang yang akan diberikan masakan spesial ini.
***
Mama Rina baru keluar dari kamar setelah selesai mandi, ia menuruni tangga dan segera menuju dapur. Masih beberapa langkah lagi ke tempat awal kunjungan rutinitas paginya yaitu membuat sarapan. Namun matanya dibuat membulat saat dihadapkan dengan dapur tercinta begitu berantakan!
“Astaga! Siapa yang membuat dapurku berantakan!” Jeritnya nyaring.
Kakinya melangkah lebih dekat dengan mata yang masih membulat terkejut.
“Udah kayak kapal pecah! dapurku yang kinclong...kenapa bisa jadi kayak gini?” Mengambil pecahan telur yang belum dimasukkan ke dalam kotak sampah.
Dimana yang membuat dapur berantakan? ia sudah pergi ke kamar setelah menitipkan karya yang ia buat kepada pak Yanto supirnya .
Bangga sekali karena sudah membuat masakan spesial, padahal ia belum mencoba rasa masakannya .
***
Mama Rina menyajikan makanan di meja, setelah pagi-pagi ia membereskan dapurnya .
Ditanya kepada bibi Mirna si pelayan, bibi pun tidak tau. Tidak ada yang melihat siapa si pelaku.
Mama meletakan piring dengan sedikit hempasan . Hans baru saja duduk di meja makan .
“Siapa yang berantakin dapur pagi-pagi?” Tanya Mama Rina dengan nada marah.
Hans melirik sang Papa.
“Kenapa mah?” Hans berusaha bersikap tenang.
“Pagi-pagi nih ya mamah ke dapur, terus dapurnya udah kayak kapal pecah ....ulah siapa itu?!” Mama Rina menatap dua orang pria di hadapannya ini dengan tajam.
“Gak tau ,Aku baru aja keluar dari kamar.” Alibi Hans.
“Bener?” Menajamkan matanya.
“Iya bener, ngapain Hans berantakin dapur nggak ada kerjaan aja.” Ucapnya lagi sembari menyendok nasi ke mulutnya
“Terus siapa yang bernatakain? Masa sih kucing yang berantakin dapur?”
“Gak masuk akal telur bisa pecah tapi isinya gak ada.” Mama masih berpikir.
Pagi ini makan dihiasi dengan kemarahan Mama,yang tidak henti-hentinya berbicara, mencari kemungkinan siapa yang membuat dapur seperti kepal pecah .
Yang membuat masalah tidak mau mengakuinya .
*HANS TERLALU CEMBURUAN..