Bumi ~
Sampai matipun aku tak akan pernah menyentuh wanita sepertimu karena tempatmu bukan berada di sisiku tapi berada di kakiku .
Air ~
Tak apa jika kau tak akan pernah melihatku , akan kunikmati setiap sakit yang kau torehkan karena aku adalah istrimu .
Hubungan yang terjalin karena adanya paksaan . Dendamnya pada wanita yang telah menjadi istrinya membuatnya buta untuk melihat kebenaran . Akankah Air mampu bertahan ? Akankah Bumi mampu melepasnya ?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lindra Ifana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
24
" Selidiki dulu kebenarannya , jangan sampai elo nyesel ! Cuma itu yang bisa gue bilang " Adam masih mencoba menenangkan Bumi yang masih bertahan dengan mode murkanya .
Adam mengumpulkan satu demi satu gambar gambar di meja kerja Bumi . Dia tak ingin Bumi terus saja fokus pada gambar gambar unfaedah itu .
" Kalau aku lihat sih istrimu orang baik , sebaiknya bicara dengan baik baik dulu . Jangan terbawa emosi "
Tiba tiba Bumi berdiri dari kursinya , ia mengemasi pekerjaannya dimeja dan memakai kembali jas yang tersampir di kursinya .
" Selesein ini semua ! Sesuai dengan anjuran mu , aku akan pulang dan bicara dengan istriku sekarang "
" Haishh kenapa jadi aku yang kena sih " gerutu Adam yang sudah melihat Bumi melesat keluar kantor .
*
Air dan Janu sedang menonton televisi diruang tengah , Air meletakkan Janu di karpet karena bayi itu sedang senang senangnya belajar tengkurap .
Kadang Air tertawa geli ketika melihat Janu yang bisa tengkurap tapi tidak bisa membalikkan badannya kembali . Air sedikit terkejut ketika mendengar ada orang yang membuka pintu dan menutup pintu dengan cara membantingnya dengan keras .
Dia bangkit untuk sekedar melihat keruang tamu . Dia takut ada orang jahat yang masuk apartemen ini . Tapi yang ia lihat malah Bumi yang sudah menatapnya nanar . Tatapannya terlihat sangat menakutkan ketika pria itu berjalan menuju ke arahnya .
" Mas Bumi sudah pulang ? "
Air masih mencoba untuk berbasa basi , ia mencoba tenang karena yakin ia tidak berbuat kesalahan .
" J*Lang ternyata kau memang tidak bisa berubah , kau masih saja mengumbar nafsumu bahkan saat kau masih jadi istriku . Aku membencimu ... sungguh aku sangat membencimu !! "
Bumi menyambar leher Air dengan salah satu tangan kekarnya , ia membawa Air hingga tubuh wanita itu membentur dinding .
Sekuat tenaga Air mencoba melepaskan diri dari cengkeraman Bumi , nafasnya sudah terasa sangat sesak hingga wajahnya sampai memerah ketika menahannya .
" Leppaasshhhh ... aagghh ... Mass !! "
Tapi Bumi tetap saja tak melepaskan hingga Air menutup matanya dengan tangan yang tak lagi berontak untuk melepaskan diri . Bumi menghempaskan tubuh istrinya hingga jatuh ke samping dan mengenai sebuah pot besar .
PRAAANGGG ..
Air terbatuk batuk sambil memegang dadanya menggunakan kedua tangannya . Nafasnya masih sedikit tercekat setelah Bumi mencekiknya . Dia duduk dilantai dengan sandaran dinding ruang tamu .
Bumi memalingkan wajahnya , dia tidak mau melihat Air yang sedang kesakitan di lantai .
" Kenapa kau selalu begini Mas , apa salahku padamu ?! "
" Masih berani kau bertanya salahmu padaku ? " Bumi melempar sebuah foto di depan Air .
Dengan susah payah Air mencoba meraihnya , dahinya berkerut melihat foto dirinya dan Deniel tadi pagi yang sedang duduk di area tunggu supermarket .
Air menggenggam foto itu dan mencoba berdiri dengan tangan bertumpu di dinding .
" Dia Deniel ... "
PLAKKK ...
Air terhuyung ke belakang ketika dengan kerasnya tangan Bumi mengenai pipinya sebelum ia menyelesaikan kata katanya . Rasa panas dan sakit ia rasakan di pipi yang baru saja ditampar oleh suaminya .
Air tidak menangis , ia mencoba tegar walau dadanya serasa sesak sekali .
" Jangan coba coba menyebut laki laki lain jika ada di hadapanku . Kau anggap aku apa hahh !! Tak bisakah kau jaga kehormatanmu saat masih menjadi istriku . Kau menjajakan tubuhmu tanpa ada rasa malu , menjijikkan !! Berapa kau membayarnya untuk menyentuhmu !? "
Bumi tiba tiba menarik blouse yang Air kenakan hingga kancingnya bertebaran . Air mulai ketakutan melihat Bumi yang terlihat kalap . Dia memegang blousenya agar tidak terbuka karena semua kancingnya yang terlepas .
" Aku tak akan menyentuh tubuh kotormu itu !! Kemarin aku masih mengasihanimu karena ada anakmu . Tapi ****** sepertimu tampaknya memang tidak layak aku kasihani ... "
" Cukup ... cukup Mas . Aku mohon jangan bicara lagi " Matanya terpejam menahan dunia sakit yang ia rasakan .
" Aku tidak pernah tahu apa salahku padamu tapi aku mohon jangan hina aku lagi . Aku tahu aku bukan wanita sempurna , aku sudah menjadi janda sekalgus seorang ibu ketika kau nikahi " tubuhnya lirih ke bawah , kakinya seakan tidak bertenaga lagi untuk menopang tubuhnya .
" Aku juga sama sepertimu Mas , mencoba mengiklasksn semua untuk kebaikan papa Alfian . Jika kau tidak bisa menerimaku seharusnya kau tidak bersedia untuk menikahiku . Kita bisa sama sama cari jalan lain "
Bumi masih tegak berdiri di tempatnya , wajahnya masih merah dengan dua tangan terkepal .
" Bereskan semua barangmu , angkat kaki sekarang juga dari rumahku !! Aku muak melihatmu "
" Baik .. "
Air membulatkan tekadnya , cepat atau lambat memang dia harus pergi dari rumah ini . Bumi tak akan pernah berubah , laki laki itu dari awal sudah sangat membencinya .
Dengan langkah tertatih dia berjalan menuju arah putranya yang terdengar menangis sangat keras .
Bumi terhenyak mendengar jawaban yang tak ia duga . Air langsung mengiyakan saat dia menyuruh wanita itu pergi . Sebenarnya bukan jawaban itu yang ingin ia dengar . Bumi ingin Air bertahan .
" Heii sayang kok nangis , kita jalan jalan lagi yuk "
Air mengangkat Janu yang masih tengkurap di karpet dan memeluknya dengan erat . Diciuminya pucuk kepala Janu agar tangis putranya reda . Air membawa Janu ke kamar untuk mengemasi barang barangnya . Tapi ketika melewati Bumi yang masih terpaku ditempatnya , Janu mengeluarkan celotehannya .
" Pappahh ... pappahh "
Bumi menoleh ke arah suara itu , dilihatnya Janu yang sedang melihat ke arahnya . Hatinya teriris ketika melihat Janu yang tersenyum ke arahnya , tangan mungil itu seakan terulur padanya .
" Janu kangen papa ya , besok kita ke sana ya nengok papa " kata Air lembut dengan mengusap punggung putranya .