Beni Candra Winata terpaksa menikah dengan seorang gadis, bernama Viola Karin. Mereka dijodohkan sejak lama, padahal keduanya saling bermusuhan sejak SMP.
Bagaimana kisah mereka?
Mari kita simak.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bunuh Diri
Ketika Beni hendak menolong Viola, orang itu berusaha menghalangi. Namun, Beni langsung mendorong orang itu hingga terjatuh lalu dirinya melompat ke dalam danau.
Beni sangat bersyukur, ia tidak terlambat menolong istrinya. Walaupun orang yang sengaja mendorong Viola berhasil kabur.
"Kamu gak papa kan?" tanya Beni, sambil mengusap rambut Viola.
"Aku gak papa, Ben. Untung arusnya gak terlalu kuat," jawab Viola.
"Kita pulang aja! Aku gak mau sampai kamu sakit," ungkap Beni.
Beni dan Viola memutuskan pulang ke rumah, dalam keadaan basah kuyup. Kebetulan mereka tidak membawa baju ganti, jadi terpaksa basah-basahan.
Menatap sang suami tanpa berkedip, Viola baru sadar ternyata Beni mempunyai sisi baik. Bahkan rela basah kuyup hanya demi menyelamatkan dirinya, hal itu membuat Viola semakin terpesona.
"Aku buatkan minuman hangat dulu, Ben. Kamu ganti baju duluan aja," ucap Viola, hendak menuju ke dapur.
"Awas! Sampai kamu bikin repot lagi!" ketus Beni, sebenarnya memperingatkan agar istrinya ganti baju lebih dulu.
"Jadi, kamu gak ikhlas nolong aku?" tanya Viola, sedikit merasa kecewa.
Beni tidak menyahut ucapan istrinya, ia langsung menuju ke kamar lalu mengganti pakaiannya dengan yang kering.
Sementara Viola masih tidak menyangka, ucapan Beni membuatnya sakit hati. Ia berpikir Beni selalu menganggap dirinya merepotkan, padahal Viola sangat ceroboh. Ia belum juga ganti pakaian, justru menikmati teh hangat buatannya sendiri.
"Ternyata kamu susah dibilangin," kata Beni berdiri di sebelah Viola.
"Maksudnya apa? Aku tadi jatuh karena didorong orang, bukan sengaja ngerepotin kamu," ucap Viola, tidak bisa menahan lagi apa yang ditahan.
"Nyonya Viola, ganti baju bawahmu dulu! Nanti kalau masuk angin, siapa yang repot?" Beni bertanya penuh penekanan.
Ucapan Beni ada benarnya, Viola baru sadar. Tentu saja kalau ada apa-apa pasti Beni orang yang pertama kali bertanggung jawab, jadi Viola bergegas menuju ke kamarnya.
Merasa malu karena sudah salah menduga, terkadang Viola memutuskan sesuatu secara terburu-buru dan tidak mencari tahu lebih dulu.
Sampai sekarang Beni masih penasaran, siapa orang yang sudah mendorong Viola ke dalam danau. Ia sudah menyuruh orang untuk menyelidiki rekaman CCTV di daerah danau, tetapi tidak ditemukan apapun.
Danau tadi adalah tempat paling nyaman untuk menyendiri atau menenangkan pikiran, Beni sering menghabiskan waktu di danau ketika sedang suntuk.
"Ben, minum dulu tehmu. Nanti keburu dingin," kata Viola meletakkan secangkir teh hangat di atas meja.
"Apa kamu butuh asisten rumah tangga?" tanya Beni.
Viola menggelengkan kepalanya, ketika Beni sedang marah atau mereka bertengkar pasti tidak enak kalau disaksikan orang lain. Apalagi pernikahan mereka hanya sementara, sebentar lagi juga berakhir kalau Beni sudah mendapatkan warisan keluarga Winata.
Lagi-lagi ponsel Beni berdering, panggilan dari Lidia. Wanita itu selalu menganggu ketenangan hidup Beni.
"Angkat teleponmu!" seru Viola.
"Biarkan saja!" Beni mematikan panggilan telepon itu.
Baru juga diletakkan ponsel Beni sudah berdering lagi, Viola merasa kesal. Ia buru-buru menjawab panggilan telepon itu, dan mengatakan agar tidak mengganggu suaminya lagi. Setelah berbicara, ponsel Beni diletakkan kembali ke atas meja.
Sialnya, orang yang baru menelpon Beni bukan Lidia melainkan Andre sahabat Beni. Andre mengajak Beni untuk bertemu di cafe favorit mereka, karena sudah lama tidak berkumpul.
"Angkat telepon lihat dulu siapa yang telepon, Viola. Asal maki-maki orang saja!" Beni seketika berubah marah.
"Kamu juga gak bilang siapa yang telepon." Viola mendengus kesal.
Beni meminum teh buatan Viola, lalu mengambil kunci mobilnya. Ia akan menemui Andre di cafe yang sudah dijadikan tempat janjian bertemu. Berhubung suaminya pergi untuk menemui sahabat laki-laki, Viola sama sekali tidak melarang.
Rumah dalam keadaan sepi, tidak ada yang diajak bicara. Viola mencoba mencari kesibukan, ia berjalan-jalan ke taman belakang rumah. Baru kali ini Viola melihat rumah seorang laki-laki banyak tanaman, sayangnya sama sekali tidak terawat. Banyak rerumputan liar tumbuh, dan ada beberapa tanaman bunga layu.
Viola menyelamatkan bunga-bunga yang ada di dalam pot, ia memindahkan ke teras depan rumah. Ia tersenyum melihat keindahan bunga yang bermekaran.
Rumah yang tidak mempunyai asisten rumah tangga, memang terlihat tidak terurus apalagi pemiliknya sangat sibuk. Viola berpikir untuk meminta asisten rumah tangga, tetapi khawatir pernikahannya yang penuh sandiwara terbongkar.
Baru juga Viola memegang rumput untuk dibersihkan, sudah terdengar suara benda pecah dari depan rumah. Ia bergegas melihat apa yang sebenarnya terjadi, ternyata Lidia mengamuk.
"Apa-apaan lo! Beraninya rusak pot bunga orang!" marah Viola, mendorong tubuh Lidia dengan tangannya yang kotor penuh tanah.
"Jangan sentuh gue! Jijik tauk!" seru Lidia mengibaskan tangannya.
"Kalau lo gak mau ganti, gue jambak!" Viola memajukan jari-jari tangannya ke arah Lidia.
Lidia berusaha menendang pot bunga agar jatuh dan pecah, tetapi terhalang tiang teras sehingga kakinya kesakitan. Ia mengerang minta tolong, sambil mendudukkan dirinya di lantai.
Bukannya memberikan bantuan, Viola justru melempari Lidia dengan tanah yang diambil dari pot pecah tadi. Ia merasa sangat geram, hasil pekerjaannya di rusak oleh orang lain.
"Untung lo bukan hewan, bisa-bisa gue lempar ke got!" seru Viola.
"Tolong gue sekali ini saja, Viola. Kalau tidak gue telepon Beni sekarang juga." Lidia memegang kakinya yang sakit, akibat terlalu keras menendang pot.
"Lo pikir gue takut sama Beni!" Viola tersenyum sinis.
Lidia segera menelpon Beni, tetapi tidak ada jawaban sama sekali. Ia merasa kecewa, dan mengambil potongan pot yang terbuat dari keramik. Lidia mengancam Viola, akan bunuh diri di rumahnya kalau tidak mau menolong.
Akan tetapi, Viola masih terlihat santai. Ia berpura-pura menelpon suaminya, untuk dikirimkan cleaning servis agar membersihkan teras rumah.
"Beni, tolong!" teriak Lidia. Ia sengaja berteriak agar Beni mendengar suaranya.
Viola terkekeh pelan, melihat tingkah Lidia yang berusaha mencari perhatian ke suaminya. Sebenarnya Viola juga masih kesal, dengan kejadian tadi pagi.
"Viola, kaki gue sepertinya patah. Cepat bawa gue ke rumah sakit," pinta Lidia dengan nada mengiba.
"Katanya lo mau bunuh diri?" Viola mengumpulkan potongan pot dari keramik yang pecah, ia menaruhnya di sebelah Lidia duduk.
"Lo benar-benar tidak punya perasaan!" seru Lidia.
"Emang lo juga punya?" tanya Viola, tersenyum bahagia.
Bukan lawan yang seimbang, Viola kalau sudah tersakiti menjadi tega melakukan apapun. Berbeda dengan Beni, selalu memberi kesempatan.
Viola kemudian masuk ke dalam rumah, ia mengunci pintunya dari dalam. Daripada meladeni Lidia yang selalu mengatakan ingin bunuh diri, tetapi tidak pernah dilakukan. Ia memilih berendam untuk membersihkan tubuhnya yang kotor.
musuh jadi cinta😍😍😍🥳🥳🥳🥳