Mati tertabrak truk? Klise.
Tapi bangun di dunia penuh sihir, monster, dan wanita cantik berbahaya?
Shen Hao tidak menyangka, nasib sialnya baru dimulai.
Sebagai pria modern yang tengil dan sarkastik, ia terjebak di dunia fantasi tanpa tahu cara bertahan hidup. Tapi setelah menyelamatkan seorang gadis misterius, hidupnya berubah total—karena gadis itu ternyata adik dari Heavenly Demon, wanita paling ditakuti sekaligus pemimpin sekte iblis surgawi!
Dan lebih gila lagi, dalam sebuah turnamen besar, Heavenly Demon itu menatapnya dan berkata di depan semua orang:
“Kau… akan menjadi orang di sisiku.”
Kini Shen Hao, pria biasa yang bahkan belum bisa mengontrol Qi, harus menjalani hidup sebagai suami dari wanita paling kuat, dingin, tapi diam-diam genit dan berbahaya.
Antara cinta, kekacauan, dan tawa konyol—kisah absurd sang suami Heavenly Demon pun dimulai!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ZhoRaX, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CH 21
Pagi hari di Sekte Bulan Merah diselimuti kabut tipis yang berkilau diterpa cahaya matahari.
Burung-burung spiritual beterbangan di atas puncak-puncak batu giok, sementara hawa spiritual lembut mengalir di udara, membuat seluruh lembah terasa seperti surga yang hidup.
Di pelataran utama istana, Shen Hao berdiri kaku di tengah lapangan batu.
Rambutnya masih acak-acakan, pakaian sederhana yang ia kenakan tampak kontras dengan para murid perempuan di sekitar yang menatapnya penuh rasa ingin tahu — atau mungkin kasihan.
Ia bahkan belum tahu mengapa ia dibawa ke tempat ini.
"Aku berharap ini bukan upacara pernikahan yang tiba-tiba,” gumamnya dengan nada pasrah, menatap sekeliling.
Namun begitu suara langkah halus terdengar, suasana langsung berubah hening.
Semua murid menunduk, bahkan udara seolah berhenti bergerak.
Mei Xian’er muncul perlahan dari balik tirai merah di ujung tangga istana.
Jubahnya berwarna merah gelap, diselimuti lapisan kain transparan berpendar samar.
Rambut hitam panjangnya diikat sebagian dengan pita giok, dan mata crimson-nya menatap lurus ke arah Shen Hao.
Di belakangnya, enam Penatua Agung berdiri berjajar — masing-masing dengan ekspresi berbeda, mulai dari khawatir, heran, hingga sinis.
Mei Xian’er berhenti beberapa langkah di depan Shen Hao.
Suara lembutnya terdengar jelas di seluruh pelataran.
“Shen Hao.”
“Mulai hari ini, aku akan menilai apakah kau pantas berada di sisiku.”
Shen Hao menelan ludah.
“Ah... baik. Tapi kalau boleh tahu, penilaian seperti apa, ya?”
Mei Xian’er menatapnya datar.
“Penilaian sederhana. Aku ingin tahu apakah kau benar-benar selemah yang tampak, atau kau hanya menyembunyikan sesuatu.”
Nada suaranya tenang, tapi setiap kata mengandung tekanan yang membuat lutut Shen Hao hampir gemetar.
Ia mencoba tersenyum — senyum gugup khas dirinya.
“Kalau soal menyembunyikan sesuatu... mungkin cuma bekas luka hati, Ketua Mei.”
Beberapa murid di sekeliling menahan tawa kecil, tapi langsung terdiam ketika tatapan mata Mei Xian’er beralih sekilas ke arah mereka.
Ia kembali menatap Shen Hao.
“Lucu,” katanya datar. “Mari kita lihat apakah kau tetap bisa bercanda setelah ini.”
Dengan satu gerakan ringan dari tangannya, sebuah formasi besar menyala di bawah kaki Shen Hao.
Simbol-simbol kuno muncul, membentuk lingkaran bercahaya yang berputar pelan.
Energi spiritual di sekitar mereka mulai bergetar.
“Aku hanya akan menyalurkan sebagian kecil dari auraku,” ujar Mei Xian’er lembut.
“Tugasmu sederhana — bertahan selama kau bisa.”
“Bertahan?” Shen Hao berkedip. “Dari... apa tepatnya—”
Belum sempat ia menyelesaikan kalimatnya, aura Heavenly Demon milik Mei Xian’er meledak perlahan, mengalir seperti badai dingin yang menekan udara di sekitarnya.
Langit yang cerah mendadak redup, angin berhenti, dan tanah di bawah Shen Hao mulai retak-retak.
Tubuhnya langsung terpaku di tempat.
Ia bahkan sulit bernapas, jantungnya berdetak tak karuan.
“Ini... ini baru sebagian kecil?” pikirnya panik.
Sementara itu, enam Penatua Agung memperhatikan dari jauh.
Hu Yue menutup mulutnya, menahan tawa kecil.
“Lucu juga melihat bocah itu melawan aura Ketua.”
Huo Lian hanya menghela napas.
“Kalau dia pingsan dalam sepuluh detik, aku tidak akan kaget.”
Tapi Mei Ling’er — sang adik — menatap dengan sedikit cemas.
“Kak Xian’er... jangan terlalu keras padanya.”
Namun yang mengejutkan, Shen Hao tidak langsung pingsan.
Kakinya gemetar, wajahnya pucat, tapi ia masih berdiri — menggertakkan giginya, menahan tekanan luar biasa itu.
Tubuhnya berkeringat deras, napasnya berat, tapi ia berusaha tersenyum.
“H-heh... kalau ini cuma ‘auramu’, aku takut membayangkan kalau kau sedang marah, Ketua Mei.”
Senyum kecil terbentuk di bibir Mei Xian’er — samar, tapi nyata.
Aura itu mereda perlahan.
Udara kembali normal, dan formasi berhenti berputar.
Ia melangkah mendekat, jarak mereka kini hanya beberapa langkah.
Suara lembutnya terdengar di dekat telinga Shen Hao.
“Kau berbeda dari yang lain, Shen Hao.”
“Menarik... sekali.”
Shen Hao hanya bisa menatapnya dengan wajah bingung, sementara para murid di sekitar menatap dengan campuran kagum dan iri.
Ia tidak tahu apakah ini pertanda baik... atau awal dari masalah yang jauh lebih besar.
Begitu aura Mei Xian’er benar-benar lenyap, para murid serentak bersorak kecil — bukan karena kagum pada Shen Hao, tetapi karena tidak percaya ia masih hidup.
Sementara di sisi lain pelataran, enam Penatua Agung saling bertukar pandang, masing-masing dengan ekspresi yang sangat berbeda.
Hu Yue, si rubah berambut hitam-ungu itu, bersandar di kursinya sambil memainkan ujung rambutnya, matanya menyipit licik.
“Hm~ menarik juga. Bocah itu benar-benar tidak pingsan... meskipun terlihat seperti ikan kehabisan air.”
Shen Qiyue, dengan baju perang biru petirnya, menyilangkan tangan dengan wajah serius.
“Itu bukan hal kecil, Hu Yue. Hanya berdiri di bawah tekanan Ketua Xian’er selama lebih dari sepuluh detik sudah cukup membunuh murid tingkat Mahayana tahap awal.”
Bai Zhenya yang sejak tadi diam, membuka mata merah lembutnya.
“Namun ia bertahan hampir satu menit penuh... tanpa formasi pelindung. Itu... tidak normal.”
Huo Lian, yang terkenal dengan sifat keibuannya tapi tajam, mengangguk pelan.
“Kau benar. Ada sesuatu di tubuh pemuda itu. Aku bisa merasakannya... tapi samar, seperti terbungkus oleh kekuatan yang bukan berasal dari dunia ini.”
Lan Xiuying, Penatua ruang dan dimensi, menatap dari jauh sambil menghela napas.
“Mungkin ada alasan mengapa Ketua Xian’er tertarik padanya. Tapi tetap saja, keputusan untuk menjadikannya pendamping—”
“Itu tidak bisa diterima!” seru Shen Qiyue tiba-tiba, petir berdesir kecil di sekitar tubuhnya karena emosi.
Semua mata beralih padanya.
Qiyue menatap lurus ke arah istana, tempat Mei Xian’er baru saja pergi bersama Shen Hao.
“Kita semua tahu sifat Ketua. Ia jarang tertarik pada siapa pun. Tapi kali ini... sesuatu terasa berbeda. Bocah itu bukan sekadar ‘berbeda’. Ia— ia terlalu tidak jelas. Tidak ada asal-usul, tidak ada catatan, tidak ada latar belakang!”
Hu Yue tersenyum jahil.
“Kau cemburu, Qiyue?”
“Aku waspada!” bentak Qiyue cepat, pipinya sedikit memerah karena disindir.
“Bagaimana kalau ternyata dia mata-mata sekte lain yang berpura-pura bodoh?”
Mei Ling’er, yang sejak tadi diam, akhirnya bicara dengan nada lembut.
“Aku sudah bertemu dengannya di hutan beberapa waktu lalu. Dia... benar-benar tampak polos, Penatua Shen. Tidak seperti seseorang yang punya niat buruk.”
Hu Yue tertawa pelan, suaranya seperti dengungan halus rubah malam.
“Lucu juga. Dunia kita penuh orang yang berpura-pura polos, Ling’er. Tapi... memang benar, matanya berbeda. Tidak ada rasa takut, tidak juga ambisi. Lebih seperti... seseorang yang tidak tahu di mana dia berada.”
Bai Zhenya menimpali tenang.
“Justru itu yang membuatnya berbahaya. Orang yang tidak tahu arah bisa jadi berjalan tanpa takut ke jurang.”
Huo Lian melipat tangan di dada, matanya setengah terpejam, nada suaranya lembut namun tegas.
“Kita tidak bisa menentang keputusan Ketua. Tapi kita bisa mengawasi.”
Lan Xiuying mengangguk pelan.
“Aku akan menempatkan penghalang tambahan di sekitar kediaman Ketua untuk berjaga-jaga. Jika pria itu melakukan sesuatu... sekecil apa pun, kita akan tahu.”
Hu Yue tersenyum lebih lebar, ekornya bergoyang di belakang punggungnya.
“Dan kalau tidak melakukan apa-apa pun, kita tetap akan tahu. Menarik bukan? Dunia ini akhirnya punya hiburan baru.”
Mei Ling’er hanya menghela napas kecil.
“Kak Xian’er... entah apa yang sedang kau rencanakan lagi kali ini.”
Semua penatua terdiam sejenak — masing-masing menyimpan pikirannya sendiri.
Satu hal pasti: mulai hari itu, sosok bernama Shen Hao menjadi pusat perhatian seluruh Sekte Bulan Merah.
Bukan hanya karena keberuntungannya... tapi karena misteri yang mulai menebar di sekelilingnya.