Seorang psikopat yang ber transmigrasi ke tubuh seorang gadis, dan apesnya dia merasakan jatuh cinta pada seorang wanita. Ketika dia merasakan cemburu, dia harus mengalami kecelakaan dan merenggut nyawanya. Bagaimana kisahnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon AgviRa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
13
"Jadi, apakah Anda percaya, Papa?" tanya Alice sambil melipat tangan di dada, menantang Anton untuk memberikan jawaban.
Anton nampak bimbang, dia tidak tahu apakah dia harus percaya dengan Lucy atau Alice.
Dia memandang Alice dengan mata yang skeptis, mencoba membaca ekspresi wajahnya. Tapi, Alice terlihat sangat tenang dan percaya diri, tidak menunjukkan tanda-tanda kegelisahan atau ketakutan.
Anton kemudian memandang Lucy, yang juga memandanginya dengan mata yang khawatir. Alasan Lucy masuk akal, jika Alice tiba-tiba bisa mendapatkan uang dalam jumlah besar, pasti ada sesuatu yang tidak beres.
Tapi, di lain sisi, Anton juga merasa heran dengan sikap tenang Alice. Dia tidak terlihat seperti orang yang sedang berbohong atau menyembunyikan sesuatu.
"Apa yang sebenarnya terjadi, Alice?" tanya Anton dengan nada yang lebih lembut, mencoba untuk memahami situasi yang sebenarnya.
Alice tersenyum dan menjawab dengan nada yang santai, "Yang pasti aku bekerja dan pekerjaanku tidak abal-abal, tidak seperti lount3 yang suka dicelup sama pria ono sama ene,"
"Apa maksud kamu, Alice?" tanya Marina yang sedikit tersinggung.
Alice hanya mengangkat bahunya sebagai jawabannya.
Anton memandang sekeliling kamar Alice, dan baru menyadari bahwa kamar itu nampak berbeda dari biasanya. Dindingnya yang sebelumnya berwarna putih polos, sekarang dihiasi dengan lukisan-lukisan yang indah dan dekorasi yang elegan.
Meja belajar yang sederhana, sekarang diganti dengan meja yang lebih mewah dan nyaman. Tempat tidurnya juga terlihat lebih nyaman, dengan seprai yang lembut dan bantal yang empuk. Perabotan di dalamnya benar-benar lengkap dan tidak kaleng-kaleng.
Anton memandang Alice dengan mata yang heran, "Kamu juga merenovasi kamarmu?" tanya Anton dengan nada yang terkejut.
Alice tersenyum dan mengangguk, "Ya, aku ingin membuat kamarku lebih nyaman dan indah."
Anton memandang sekeliling kamar lagi, dan melihat bahwa ada banyak perubahan yang signifikan. Dapat dia bayangkan uang yang keluar untuk biaya renovasi.
"Apakah kalian sudah selesai? Aku mau istirahat," kata Alice dengan nada yang santai, sambil menguap dan meregangkan badannya.
Lucy memandang Alice dengan mata yang menegur, "Alice, yang sopan kamu."
Alice memutar bola matanya karena terlalu muak dengan mereka. "Kenapa harus sopan? Kalian saja tidak percaya padaku," kata Alice dengan nada yang sedikit kesal.
Anton menghela napas, "Alice, kami hanya ingin tahu apa yang terjadi. Kenapa kamu tidak membicarakan semua ini dengan kami terlebih dahulu!"
Alice mengangkat bahu, "Tidak ada yang perlu dibicarakan. Aku sudah dewasa, aku bisa mengambil keputusan sendiri."
Alice menguap lagi, menunjukkan bahwa dia benar-benar lelah dengan percakapan mereka. "Aku mau istirahat. Tolong jangan ganggu aku lagi," kata Alice dengan nada yang tegas.
Dengan gerakan yang keras, Alice menutup pintu kamarnya dengan keras, membuat Lucy dan Anton terkejut. Suara pintu yang tertutup keras membuat mereka sadar bahwa Alice benar-benar muak dengan mereka.
**
Alice merebahkan tubuhnya di atas kasur, merasa sangat lelah setelah percakapan dengan Lucy dan Anton. Dia memutuskan untuk memejamkan matanya dan beristirahat.
Tapi, baru saja matanya terpejam, ponselnya berdering keras. Alice membuka mata dan memandang ponselnya dengan mata yang kesal.
"S1alan, siapa sih? Mengganggu saja," gumam Alice dalam hati, sambil mengumpat diam-diam. Dia tidak ingin menjawab panggilan itu, dan rasa ingin tahunya tidak cukup kuat untuk membuatnya menjawab.
Alice mengambil ponselnya dan melihat layar, dan wajahnya menjadi semakin kesal ketika dia melihat foto penelepon. "Halah, tidak penting," kata Alice pada dirinya sendiri.
Dengan gerakan yang cepat, Alice memblokir nomor itu dan meletakkan ponselnya kembali ke tempatnya. Dia kemudian memejamkan matanya lagi, merasa lega karena bisa beristirahat tanpa gangguan.
Sementara itu, di sisi lain, Bagas memandang ponselnya dengan mata yang uring-uringan. Dia telah mencoba menelepon Alice beberapa kali, tapi tidak ada jawaban. Ketika dia melihat bahwa Alice telah memblokir nomornya, wajahnya menjadi semakin merah karena kemarahan.
"Dasar! Bagaimana bisa dia memblokir nomorku?" kata Bagas dengan nada yang keras, sambil melemparkan ponselnya ke sofa. Bagas kemudian berdiri dan berjalan mondar-mandir di dalam ruangan, merasa frustrasi karena tidak bisa menghubungi Alice.
"Apa yang dia pikirkan? Apa dia pikir dia bisa mengabaikan aku?" kata Bagas pada dirinya sendiri, sambil terus berjalan mondar-mandir. Sebagai tunangan Alice, Bagas merasa bahwa dia memiliki hak untuk menghubungi Alice dan mengetahui apa yang terjadi.
Bagas tidak bisa menyangkal bahwa dia sangat mencintai Alice hanya saja perasaan gengsinya begitu tinggi, dan setelah melihat perubahan Alice yang sekarang semakin cantik, dia tentu saja tidak akan menyia-nyiakannya. Bagas merasa bahwa Alice adalah miliknya, dan dia tidak akan membiarkan siapa pun mengambilnya darinya.
Tapi, sekarang Alice telah memblokir nomornya, membuat Bagas merasa semakin frustrasi. Bagas tidak tahu apa yang terjadi dengan Alice, tapi dia akan melakukan apa saja untuk mengetahui dan memperbaiki situasi ini. Kemarahan dan frustrasi Bagas semakin meningkat, dan dia mulai memikirkan cara untuk menghubungi Alice lagi.
**
Cuaca pagi nampak mendung, langit gelap menyelimuti kota, membuat udara terasa dingin dan lembab. Alice baru saja bersiap untuk memulai hari, dia mengenakan kaos putih yang sederhana namun stylish, dengan desain yang minimalis namun tetap menarik.
Celana jeans yang dia kenakan juga terlihat sangat pas dengan bentuk tubuhnya, warna biru tua yang klasik membuat penampilan Alice terlihat sangat casual namun tetap stylish. Rambutnya yang panjang dan lurus tergerai ke belakang, menambah kesan yang manis dan feminin.
Alice memandang dirinya di cermin, merasa puas dengan penampilannya hari ini. Dia mengambil tasnya dan siap untuk berangkat kuliah. Dengan langkah yang mantap, Alice keluar dari kamarnya.
Alice menuju meja makan dengan langkah yang santai, dia mengambil roti dan mengolesinya dengan selai kacang dan memotongnya menjadi dua bagian. Setelah itu, dia langsung berangkat tanpa pamitan dengan penghuni rumah lainnya.
Lucy dan Anton yang sedang sarapan di meja makan memandangnya dengan mata yang cengo, sepertinya mereka tidak menyangka bahwa Alice akan berangkat tanpa berbicara sepatah kata pun.
**
Alice mengendarai mobilnya dengan santai, menikmati jalanan yang mulai berkabut karena hujan mulai turun. Suara tetesan hujan yang mengenai kaca mobil menciptakan irama yang menenangkan, membuat Alice merasa lebih rileks.
Dia mengemudi dengan perlahan, menikmati pemandangan sekitar yang mulai kabur karena kabut hujan. Bau tanah yang basah dan aroma hujan memenuhi udara, membuat Alice merasa lebih segar.
Suara musik terdengar lembut mengalun di latar belakang. Hujan yang turun membuat Alice merasa lebih tenang, seolah-olah semua masalahnya bisa terbilas oleh air hujan.
Kriiiittt!!!