NovelToon NovelToon
Antara Air Dan Api

Antara Air Dan Api

Status: sedang berlangsung
Genre:Spiritual / Fantasi / Kultivasi Modern / Evolusi dan Mutasi / Cinta Beda Dunia / Pusaka Ajaib
Popularitas:200
Nilai: 5
Nama Author: Ahmad Syihab

novel fiksi yang menceritakan kehidupan air dan api yang tidak pernah bersatu

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ahmad Syihab, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

PILIHAN ANTARA DUA TAKDIR

Hening menyelimuti Simpul Pusat setelah suara terakhir dari entitas purba itu mereda. Di atas mereka, dua inti raksasa biru pekat dan merah menyala berputar seperti dua mata kosmos yang siap menentukan nasib dunia. Energi mereka berdenyut pelan, tetapi setiap denyut memancarkan kekuatan setara badai dan gunung berapi.

Cai menatap lingkaran biru yang melayang di atas kepala, merasakan panggilan halus dari dimensi asalnya. Sementara itu, Sena menatap lingkaran merah yang bergemuruh, seolah memanggilnya pulang dengan suara yang hanya ia yang bisa dengar.

Pilihan itu menggantung di udara.

Menutup kembali batas antara dimensi.

Atau membuka jalan baru yang akan menyatukan keduanya.

Cai menunduk, kedua tangannya bergetar.

“Jika kita memilih salah satu,” katanya pelan, “ada risiko besar. Menutup perisai berarti memastikan keamanan, tapi… dunia kita akan tetap terpisah. Tidak ada jalan untuk saling bertemu.”

Sena menghela napas panjang, bahunya tegang. “Dan membuka jalan baru berarti membiarkan dunia kita bercampur. Itu mungkin membawa perdamaian… tapi juga bisa memicu kekacauan yang tidak bisa dikendalikan.”

Mereka memandang satu sama lain.

Cai merasakan sesuatu dalam dada. Nyeri. Takut. Tetapi juga harapan. Sena berada di hadapannya orang dari dunia yang seharusnya tidak pernah bisa bersentuhan dengan dunianya. Tetapi kenyataannya, mereka berdiri di sini, bersama, hidup setelah melewati malapetaka yang tak terhitung.

“Cai,” kata Sena lembut, “apa yang kau inginkan… sebenarnya?”

Cai menelan ludah, sulit berkata-kata. “Aku… tidak ingin kita berpisah. Tapi aku juga takut. Jika kita menyatukan dua dunia, mungkin semuanya berubah. Mungkin akan ada yang terluka.”

Sena tersenyum kecil, sebuah senyuman yang tidak sepenuhnya tenang. “Aku juga takut. Api dan air… selalu dianggap musuh. Bahkan di antara kita sendiri, ada kelompok Api Merah dan Air Kelam yang menolak kedamaian. Membuka jalan baru berarti memberi mereka ruang untuk menimbulkan kekacauan.”

Cai mengangguk, memahami. “Tapi… jika kita menutup perisai, itu berarti kita menyerah. Tidak berusaha mengubah apa pun.”

Hening sejenak.

Lalu Simpul Pusat bersuara lagi, lebih lembut dari sebelumnya.

“Takdir bukan tentang memilih sisi yang benar.

Melainkan memahami harga dari setiap pilihan.”

Sena mengerucutkan bibir. “Lalu… kalau kita memilih membuka jalan baru, apa yang terjadi?”

“Dua dunia akan bersentuhan.

Bukan dalam bentuk invasi, tetapi dalam bentuk kesadaran.

Dimensi akan tetap berdiri sendiri, namun terbuka untuk pertukaran energi dan perjalanan.”

Cai mengangguk perlahan. “Itu… seperti membuka pintu, bukan meruntuhkan tembok.”

“Benar.”

“Dan jika kami memilih menutupnya?” tanya Sena.

“Perisai dimensi akan diperkuat.

Tidak akan ada yang bisa melintasi batas.

Tidak akan ada pertemuan, tidak ada pelarian, tidak ada perang lintas dimensi…

dan tidak ada harapan untuk bersatu.”

Kata-kata itu menggantung di udara, berat seperti gravitasi.

Cai dan Sena berdiri lama tanpa bicara.

 

Tepat saat ketegangan memuncak, lantai di bawah kaki mereka bergetar. Sebuah aliran energi merah-biru muncul, memunculkan pantulan dari masa lalu: bayangan perang, bayangan rakyat yang terluka, bayangan anak-anak yang tumbuh di tengah ketakutan.

Cai melihat gadis kecil dari dimensi air menangis di atas puing desa biru yang tenggelam. Sena melihat bocah laki-laki dari dimensi api yang kehilangan keluarganya pada malam penggerebekan di perbatasan.

Bayangan itu bukan ilusi. Itu memori dimensi.

Cai menyentuh lentingan cahaya itu. “Dunia kita sudah terlalu lama terpisah… tapi tetap saling menyakiti.”

Sena menatap pantulan di hadapannya, lalu beralih pada Cai. “Apa menurutmu… jika pintu kecil dibuka, kita bisa menghentikan siklus itu?”

Cai mengangguk. “Aku percaya kita bisa. Tapi itu tidak mudah.”

Sena tertawa kecil, getir tetapi tulus. “Tidak ada yang mudah sejak kita bertemu pertama kali.”

Cai memukul pelan bahunya. “Itu karena kau keras kepala.”

Sena mengangkat alis. “Dan kau terlalu lembut.”

Setelah itu, hening lagi hening yang berbeda.

Kini bukan hening ketakutan, tetapi hening pemahaman.

Cai melangkah maju, menyentuh lengan Sena.

“Sena… aku memilih untuk tidak kembali ke masa lalu. Aku memilih masa depan. Jika dunia kita punya kemungkinan untuk berubah… aku ingin mencobanya.”

Sena memegang tangan Cai, mantap. “Kalau begitu… kita berjalan bersamanya.”

Mereka mengangguk satu sama lain.

Pilihan mereka sudah dibuat.

 

Tepat di depan mereka, dua inti raksasa bergetar kuat, seolah menunggu keputusan.

Simpul Pusat bergema:

“Jika kalian memilih membuka jalan baru, maka kalian harus menggabungkan energi inti dari dua dimensi. Namun ingat… gabungan itu harus berdasarkan keharmonisan, bukan paksaan. Jika kalian memaksa, kalian akan… hancur.”

Sena mengambil langkah pertama. Cai mengikuti.

Keduanya berdiri tepat di bawah pertemuan dua lingkaran raksasa itu.

Angin panas dan arus dingin turun bersamaan, membentuk dua kolom energi yang berkumpul di tubuh mereka. Tubuh Sena terbakar hangat tidak menyakitkan, tetapi kuat. Tubuh Cai dibelai arus biru dingin yang menyusup hingga tulang.

Cai memejamkan mata.

Sena mengatur napas.

Mereka mengangkat tangan bersamaan.

“Cai,” bisik Sena, “jangan lepaskan.”

“Aku tidak akan,” jawab Cai.

Ketika tangan mereka bertemu, energi meledak di sekeliling mereka.

Ledakan itu tidak menghancurkan.

Melainkan membuka.

Seberkas cahaya ungu raksasa menyembur ke udara, membelah langit dimensi itu. Dua inti raksasa berputar kencang, lalu perlahan mendekat. Mereka tidak menyatu menjadi satu warna melainkan tetap biru dan merah, namun saling mengelilingi dalam harmoni yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Cai merasakan seluruh tubuhnya bergetar. “Ini… berhasil?”

Sena tersenyum lelah. “Belum. Kita harus menstabilkan putarannya.”

Simpul Pusat memandu mereka:

“Tahan fokus. Dengarkan satu sama lain.”

Energi yang mengalir dari Cai dan Sena menyatu, membentuk pola spiral besar di udara. Spiral itu merambat ke kedua inti. Biru mengikuti merah, merah mengikuti biru—bukan saling menekan, tetapi saling menari.

Ketika spiral itu mencapai titik harmoninya, sebuah suara keras mengguncang ruang itu:

KRAAAAK—!!

Cahaya mengembang memenuhi seluruh Simpul Pusat.

Cai menjerit. Sena menggertakkan gigi. Energi mereka ditarik begitu kuat hingga tubuh mereka terasa hampir terlepas.

Namun mereka tetap menggenggam satu sama lain.

Mereka tetap teguh.

 

Ketika cahaya mereda…

Dunia berubah.

Dua inti kini berdiri berdampingan, terhubung oleh jembatan cahaya yang berpendar lembut.

Simpul Pusat bersuara, suara tenang namun penuh wibawa:

“Kalian telah memilih masa depan yang baru.

Pemisah dimensi kini bukan tembok…

melainkan pintu.”

Cai jatuh berlutut, terengah.

Sena ambruk ke samping, namun masih sempat menangkap tangan Cai. “Kita… berhasil?”

Cai tersenyum lemah. “Untuk sekarang… ya.”

Namun sebelum mereka bisa beristirahat, lantai di bawah mereka kembali bergetar.

Simpul Pusat bersuara muram:

“Namun stabilitas belum penuh. Kalian harus kembali ke dimensi masing-masing.

Karena dunia kalian… tidak menyambut perubahan ini tanpa reaksi.”

Sena terbelalak. “Apa maksudmu”

“Ada kekuatan besar yang terganggu oleh keputusan kalian.”

Udara bergetar. Api merah liar muncul di kejauhan. Ombak biru pekat bangkit dari sisi lain.

Cai dan Sena menelan napas panjang.

Tanpa mereka sadari, pilihan mereka…

telah membangunkan sesuatu yang tidur selama ribuan tahun.

Sesuatu yang tidak ingin dua dunia bersatu.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!