Aluna seorang gadis manis yang terpaksa harus menerima perjodohan dengan pria pilihan keluarganya.Umurnya yang sudah memasuki 25 tahun dan masih lajang membuat keluarganya menjodohkannya.
Bukan harta bukan rupa yang membuat keluarganya menjodohkannya dengan Firman. Karena nyatanya Firman B aja dari segala sisi.
Menikah dengan pria tak dikenal dan HARUS tinggal seatap dengan ipar yang kelewat bar-bar.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ismi Sasmi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 8 PASUTRI BUCIN
"Lun, nanti sore jangan lupa ya mandiin Ica. Aku dan Bang Haikal mau jalan-jalan dulu. Dahhh...!" ucap Siska yang tiba-tiba masuk kamar kami menitipkan Ica.
Tanpa ketuk pintu pula. Belum sempat aku mengiyakan, dia sudah keburu pergi meninggalkan Ica yang sudah menangis.
Aku pun menuntun Ica ke depan, siapa tahu Siska belum pergi. Benar saja, dia masih sibuk memakai helm dengan Haikal yang sudah duduk di atas motor.
"Sis, nih Ica nangis gak mau ditinggal".
"Alah Lun, gitu aja pake ngadu segala. Dibujuk kek Ica nya. Masa gitu aja gak ngerti sih. Aku mau quality time sama Bang Haikal. Kalau Ica ikut kan gak jadi romantis. iya gak Bang ?" tanya Siska pada Haikal.
Haikal pun mengangguk mengiyakan.
Aku hanya menghela nafas kesal. Susah emang ngomong sama kepala batu. Quality time sih quality time, tapi ya jangan juga ngorbanin anak. Kasihan dia tinggal dirumah, sementara orang tuanya asyik jalan-jalan. Egois namanya.
Tanpa babibu lagi Siska naik ke boncengan Haikal dan melesat pergi tanpa menghiraukan Ica yang merengek ingin ikut. Cosplay jadi baby sister lagi.
Aku menggendong Ica dan membawanya masuk. Berbagai cara aku lakukan untuk membujuknya agar berhenti menangis. Tapi dia malah semakin kencang menangis. Aku benar-benar pusing dibuatnya. Bang firman juga tidak ada di rumah. Tadi dia pamit mau cukur rambut.
Rasanya kepalaku mau pecah menghadapi Ica.
Karena lelah membujuknya, akhirnya aku biarkan dia terus menangis. Nanti juga kalau capek dia pasti berhenti nangisnya pikirku. Gak mungkin juga kan dia nangis sampai malam. Untuk menghilangkan stres, aku pun scroll medsos. Saking asyiknya aku sampai melupakan Ica.
Mungkin karena merasa lelah, atau merasa diabaikan, dia akhirnya berhenti menangis dan menghampiriku yang duduk di sofa.
"Tante...!" panggilnya lirih.
"Hmm..." gumamku.
Dia hanya diam sambil menatapku sendu.
"Kenapa ?" tanyaku.
"Kok Tante gak bujuk Ica lagi. Malah asyik main hp" sungutnya.
Aku pun meletakkan benda pipih itu di atas meja. Dan menatap intens matanya.
"Tadi waktu Tante bujuk berhenti nangisnya, Ica gak mau. Malah makin kencang nangisnya. Yah Tante cape juga bujuk-bujuk kamu, kamunya aja gak nurut" ucapku sambil menghapus air mata di pipinya.
"Mama sama papa gak ada. Om Firman juga gak ada dirumah. Kalau Ica nangis lagi, mending Tante tinggalin pergi juga. Emang Ica berani sendiri di rumah ?" ancamku sambil pura-pura beranjak pergi.
Dia pun langsung menggeleng. Dan meraih tanganku.
Akhirnya dia nurut juga.
Dari tadi kek.
Capek juga ternyata menghadapi anak yang lagi tantrum. Benar-benar menguras emosi.
Belum punya anak, tapi serasa udah punya anak malah ini namanya.
***
"Kok sepi, dek ?" tanya Bang Firman ketika masuk rumah.
"Siska dan Haikal lagi pergi, Bang. Mereka nitipin Ica sama aku. Capek aku Bang menenangkan Ica yang menangis mau ikut orang tuanya " keluhlu dengan wajah kesal.
"Ica nya mana, dek ?" tanya Bang Firman sambil mendudukkan bokongnya di sofa.
"Tuh di kamar kita lagi ketiduran. Mungkin kecapean nangis tadi" jawabku.
Bang firman manggut-manggut.
"Abang mau minum gak ?" tawarku. Kali ini dia haus habis dari luar.
"Boleh, dek. Tolong bikinin es teh manis ya !" pintanya.
"Tunggu sebentar ya, Bang. Aku bikinin ke dapur dulu" ucapku berderap ke dapur.
Aku pun meletakkan es teh manis di hadapannya.
Bang firman langsung meminum hingga tandas.
"Haus Bang ?" ledekku.
Dia hanya bisa nyengir.
"Mau di bikinin lagi ?" tawarku.
"Gak usah, dek. Abang udah gak haus" tolaknya.
"Mereka itu memang dari dulu suka gitu, dek. Dari waktu Ica masih bayi suka ditinggal sama Abang kalau mereka mau jalan-jalan. Katanya repot kalau bawa anak. Makanya Abang di ajarin Siska cara membuat sufor buat Ica. Abang sih gak keberatan, soalnya gak ada kegiatan lain. Kalau ngurusin Ica kan jadinya Abang ada kesibukan baru" ucap Bang Firman melanjutkan obrolan.
Aku terganga mendengar penjelasan Bang Firman. Kok Siska bisa-bisanya, dan kok Bang Firman mau-maunya. Sungguh aku tak habis fikir. Memang kerjaan Siska ini merepotkan orang lain.
***
Sehabis magrib pasutri bucin itu pun akhirnya pulang dengan bergandengan tangan. Senyum tak luntur dari bibir keduanya.
Ica yang melihat kedatangan orang tuanya memasang wajah kecut. Mungkin masih kesal karena tidak diajak jalan-jalan.
"Ica udah mandi belum ?" tanya Siska.
Ica hanya diam tanpa menjawab pertanyaan Siska.
"Nih mama beliin martabak kesukaan Ica" ujar Siska sambil menyodorkan sekotak martabak manis ke hadapan Ica.
Ica tetap membisu sambil melipat tangan di dada.
"Ica kok gak dimakan martabaknya ? Kan biasanya Ica suka" tanya Haikal ikut bersuara.
Ica juga mengabaikan Haikal.
Aku pun heran melihat tingkah Ica kali ini.
Biasanya dia sangat antusias dibelikan martabak manis.
Tapi kali ini menyentuh pun dia tidak mau.
Bibirnya tetap cemberut.
Orang tuanya saling pandang seolah sedang bertanya " Ica kenapa ?"
Haikal hanya menghendikkan bahu tanda tidak tahu.
Ica pun bangkit dari duduk dan menarik tanganku menuju dapur.
"Tante, Om, ayo kita makan. Setelah itu Ica mau tidur sama Om dan Tante aja. Mama sama papa udah gak sayang Ica lagi" sindirnya pada Siska.
Aku pun mengikuti langkah Ica ke dapur dengan Bang Firman yang mengekor di belakang. Siska hanya bisa terbengong mendengar penuturan anaknya.
Sementara Haikal hanya diam tanpa ekspresi.
"Biarin aja deh Bang malam ini Ica tidur di kamar Firman. Kesempatan bagi kita bisa mesra-mesraan. Iya gak, Bang ?" tanya Siska dengan nada centil.
"Iya sayang. Udah lama kita gak berduaan" ucap Haikal girang.
Ica makan tanpa bersuara. Biasanya dia sanget cerewet. Tapi kali ini suasana makan terasa hening tanpa celotehannya. Tatapannya terasa kosong.
***
Paginya Siska dan Haikal keluar kamar bareng dengan wajah sumringah, seperti habis dapat durian runtuh. Tak henti-hentinya bibirnya tersenyum. Dia pun menghampiriku yang sedang sibuk di dapur. Sementara Haikal langsung berlalu ke kamar mandi.
"Sering-sering aja Lun kamu ajakin Ica tidur di kamar kalian. Kan aku ada kesempatan buat mesra-mesraan sama Bang Haikal. Kalau ada Ica kan selalu dia gangguin. Ngertiin aku sama bang Haikal dong, Lun. Emang cuma kamu aja yang pengen kelonan sama Firman ? Aku dan Bang Haikal juga pengen. Kalau gini kan ada fungsinya keberadaan kamu di rumah ini" cerocosnya sambil berlalu ke kamar mandi.
Pengganggu katanya ? Kalau gitu gak usah punya anak kalau merasa terganggu. Heran, kok ada orang tua seegois Siska. Untung Ica masih tidur di kamar. Coba kalau dia dengar perkataan ibunya, apa gak sakit hati nanti anak itu. Si Siska ini kalau ngomong suka gak di filter dulu.