Aura Mejalani hubungan dengan kekasihnya selama dua tahun, dan mereka sudah merencanakan sebuah pertunangan, namun siapa sangka jika Aura justru melihat sang kekasih sedang berciuman di bandara dengan sahabatnya sendiri. Aura yang marah memiliki dendam, gadis 23 tahun itu memilih menggunakan calon ayah mertuanya untuk membalaskan dendamnya. Lalu apakah Aura akan terjebak dengan permainannya sendiri?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Al-Humaira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24
Haikal konsultasi dengan dokter, ia ingin membawa Aura pulang dan melakukan rawat jalan. Menggunakan kekuasaan yang Haikal miliki, tentu saja pria itu mendapat hak istimewa.
Tidak peduli dengan uang yang dia keluarkan, baginya dirumahnya adalah tempat ternyaman dan aman.
Padahal Mario juga masih menjadi pasien rumah sakit, lalu apa yang Haikal takutkan?
"Sayang, kamu sudah selesai?"
Haikal membuka pintu ruangan Aura, dan wanita itu sudah duduk setelah mengganti pakaiannya.
"Em, apakah semua akan baik-baik saja?"
Haikal tersenyum dan berjalan mendekati Aura yang duduk disisi ranjang.
"Tak masalah, semua sudah aku siapkan." Haikal mengecup bibir Aura singkat.
"Ish... kenapa kamu suka sekali nyosor, Mas." katanya dengan bibir cemberut.
Haikal terkekeh, ia juga tidak tahu. Sejak Aura menerima pinangannya Haikal serasa tak pernah ingin melewatkan kesempatan untuk menyentuh Aura, meskipun hanya sebuah ciuman singkat.
"Karena kamu begitu menggoda sayang," Katanya dengan senyum menggoda.
Bibir Aura semakin mencebik, "Aku hanya diam saja kau bilang menggoda, itu berarti otak kamu yang mesum, Mas!"
Haikal tak marah, pria itu justru tertawa.
"Um, aku tidak sabar menunggu hidangan lezat milikmu yang akan ku nikmati." Tatapan Haikal begitu penuh arti membuat Aura menelan ludahnya susah payah.
'Konon kalau laki-laki keturunan bule, anunya sebesar rudal balistik.' Batin Aura meringis.
*
*
Mobil yang di kendarai Beni baru saja sampai didepan rumah Haikal. Beni membukakan pintu untuk dua majikannya yang duduk dibelakang.
Haikal keluar lebih dulu disusul oleh Aura, tak lupa dibelakang mereka juga ada mobil yang membawa perawat bayaran Haikal.
"Hati-hati sayang," Haikal menyentuh pinggang Aura dan keduanya berjalan memasuki rumah.
Beni yang berjalan tepat dibelakang mereka hanya bisa tersenyum kecut.
"Ini belum seberapa, bagaimana kalau mereka sudah menikah nanti," Gumam Beni.
"Bukanya itu lebih bagus Tuan!"
"Astaga!"
Beni berjingkat kaget saat sebuah suara berada disampingnya.
"Kamu nguping!" Beni mendelikkan matanya pada perawatan Aura yang berdiri disampingnya.
"Memangnya ini tepat tersembunyi, kenapa saya harus nguping?" Tanyanya dengan bingung.
Beni menghela napas, memilih pergi meninggalkan perawat itu dari pada meladeni.
"Ish..jadi orang kok aneh," Gumam perawat wanita itu.
Haikal keluar dari kamar setelah mengantar Aura untuk istirahat, pria itu menuju ruang tamu di mana disana ada perawat yang ia sewa untuk memantau keadaan Aura.
"Hani, kamar kamu sebelah sana. Tugas kamu sudah tahu kan?"
Perawat yang bernama Hani itu mengangguk.
"Sudah tuan, saya hanya akan mengecek keadaan Nona di jam yang sama setiap hari, seperti yang tuan inginkan." katanya dengan wajah menunduk.
"Bagus, karena kamu tinggal disini, jadi saya tidak ingin kamu menganggu privasi saya saat bersama Aura, karena itu saya membuat waktu yang tidak bisa kamu rubah."
Hani mengangguk, mengerti. Dia cukup beruntung menjadi perawat bayaran dari keluarga kaya raya. Bayaran yang dia dapat sangat besar, dan kebetulan dirinya sedang membutuhkan uang.
"Baik Tuan, saya tidak akan lupa."
Setelah itu Hani pergi menuju kamarnya, sedangkan Haikal mengalihkan pandanganya saat Beni muncul dari ruang kerjanya.
"Semua berkas sudah saya taruh di meja tuan, kalau tidak ada lagi saya akan kembali ke kantor."
Haikal mengangguk, "Terima kasih Ben, kamu memang bisa diandalkan." Ucap Haikal.
Beni hanya menanggapinya dengan anggukan, dan berlalu pergi meninggalkan kediaman Haikal.
*
*
"Mario, kamu tahu kalau Aura sudah beberapa hari ini tidak masuk bekerja? Tapi tidak ada yang tahu wanita itu ada dimana."
Mario yang sedang mengunyah makanan berhenti, pria itu menatap Lisa.
"Memangnya tidak ada yang tahu dia di mana?" Tanya Mario.
Lisa hanya mengangkat kedua bahunya acuh.
"Aku tidak peduli, justru jika dia menghilang bukanya itu bagus. Dengan begitu Papa kamu terselamatkan dari wanita macam Aura."
Mario tampak terdiam, 'Apa dia masih didalam gudang, tapi itu tidak mungkin. Jika Aura masih disana Papa tidak mungkin menghajar ku,' batinya.
"Kata dokter sore nanti kamu sudah bisa pulang, ngomong-ngomong bagaimana kalau kamu pulang ke rumah Papa kamu? Kamu kan sedang masa pemulihan jadi itu ide bagus kamu tinggal di sana." Lisa tampak antusias.
Dia membayangkan akan tinggal di rumah besar Haikal dan melayani ayah dan anak itu. Ahh rasanya pasti enak sekali.
"Tidak perlu, aku akan pulang ke apartemenmu saja."
Lisa mendengus, "Kamu kenapa sih, bukanya seharunya kamu dijaga oleh tuan Haikal. Tapi sepertinya kamu justru enggan untuk tinggal bersama." Lisa menatap Mario dengan kesal.
Mario menghela napas, "Memangnya kenapa? Itu hak aku untuk tinggal atau tidak di sana, lagipula aku juga tidak berhak tinggal di sana."
Mata Lisa terbuka lebar, wajahnya mendadak syok.
"Maksud kamu apa, tidak punya hak tinggal di sana hah!" Tanya Lisa dengan wajah penasaran.