Jangan menikah saat hati kita belum bisa move on dan berdamai dari masa lalu, karena yang akan dirugikan tak hanya diri sendiri, namun juga pasangan baru kita. Hal itu yang pada akhirnya menjadi konflik pada hubungan Rania dan juga Andreas. Pernikahan mereka di ambang pada perpisahan karena masa lalu Andreas tiba-tiba datang ditengah-tengah mereka, terlebih sikap Andreas yang dingin dan cuek membuat Rania lelah untuk terus bertahan pada pernikahannya, karena seolah hanya dia yang selama ini memperjuangkan hubungannya. Ia pun akhirnya memilih untuk pergi. Tapi, bisakah ia pergi?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Biru_Muda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Salam Perpisahan
Dengan kondisi tubuhnya yang belum sepenuhnya pulih, Rania memutuskan untuk berkunjung ke yayasan. Ia datang dengan maksud untuk mengucapkan salam perpisahan kepada mereka yang telah membantunya selama ini dalam mengurus Yayasan Kasih Bunda, yayasan yang bergerak dalam membantu para janda yang kurang mampu.
"Selamat pagi" sapa Rania pada semua rekan-rekannya.
"Pagi bu Rania" Balas mereka.
"Apa aku mengganggu kalian?"
"Oh enggak kok, bu" Ucap lainnya.
"Syukurlah kalau begitu, ini ada sedikit makanan"
Rania memberikan bingkisan yang ia bawa dari rumah pada rekan-rekannya.
"Wah ada apa ini, bu. Apa bu Rania lagi ulang tahun?"
"Bukan, ini hanya cemilan kecil untuk kalian yang sudah bekerja keras mengurus yayasan ini"
"Wah, terimakasih"
Semua terlihat senang mendapat makanan dari Rania. Hal itu tak lepas dari pengamatan Rania yang juga ikut merasakan kebahagiaan mereka. Walau ikut tersenyum melihat kebahagiaan mereka, namun ada perasaan sedih di dalamnya karena menganggap ini akan menjadi pertemuan terakhirnya dengan rekan-rekannya itu.
"Maaf, sebenarnya hari ini aku hanya ingin mengucapkan salam terakhirku pada kalian" Ujar Rania dalam hati.
Berat hati untuk melepaskan kenangan indah yang sudah ia lalui bersama rekan-rekanya di yayasan selama tiga tahun ini. Namun, keputusannya sudah bulat, dan ia tak ingin menoleh kebelakang lagi.
"Beberapa hari ini ibu tidak datang ke yayasan, apa bu Rania lagi sakit?" Tanya Luna, salah satu rekannya di yayasan.
"Tidak, aku baik-baik saja, soal aku tidak datang ke yayasan karena aku lagi berkunjung kerumah ibu" Jelas Rania yang lagi-lagi tak bisa memberitahu tentang ia yang sempat sakit dan dirawat.
"Oh begitu, syukurlah saya kira bu Rania kenapa-napa"
"Luna.." Panggil Rania dengan sedikit ragu-ragu.
"Iya, bu ada apa?" Luna terlihat bingung mendapat panggilan dari Rania yang terlihat serius.
"Sudah berapa lama kamu ada di yayasan ini?" Ucap Rania kemudian.
"Mungkin sejak yayasan ini berdiri, kenapa ya, bu?" Tanya Luna sedikit bingung tiba-tiba mendapat pertanyaan seperti itu.
"Berarti lebih dari 5 tahun ya kamu sudah mengurus yayasan ini"
"Benar juga ya, aku benar-benar tidak menyangka sudah lebih dari 5 tahun mengurus yayasan ini"
"Terimakasih ya, berkat kamu sepertinya yayasan ini bisa terus berkembang dan banyak membantu orang"
"Ini bukan berkat saya saja kok, bu. Semua teman-teman yang lain juga sangat berkontribusi banyak dalam pembangunan yayasan ini, termasuk bu Rania juga." Ujar Luna merendah.
"Iya benar, semua orang sangat berjasa, tapi tetap saja kamu yang lebih paham soal yayasan, aku juga belajar banyak dari kamu"
"Terimakasih pujiannya, bu Rania juga hebat karena ikut andil dalam pengembangan yayasan."
"Aku ikut senang jika tiga tahun ini ternyata aku sangat berguna untuk yayasan, walau awalnya aku sama sekali tidak mengerti cara kerjanya, dan semua berkat kamu yang mau mengajariku, terimaksih ya.."
Dengan tulus Rania mengucapkan rasa terimakasihnya pada Luna yang telah banyak membantunya selama ini.
"Sama-sama, bu. Saya hanya melakukan apa yang harus saya lakukan"
Rania tersenyum mendengarnya. Namun, sikapnya yang sedikit berbeda ini sejatinya cukup dirasakan oleh Luna sedari tadi, namun ia ragu dan menutupinya dengan senyuman.
Setelah lebih dari satu jam ia berada di yayasan, Rania melanjutkan perjalananya ke Panti Asuhan Anak Hebat yang juga di dirikan oleh keluarga Anggara, keluarga dari suaminya. Panti asuhan itu kebetulan tempatnya tidak jauh dari rumah ibunya, rumah yang dulu juga pernah ia tempati bersama ibunya sewaktu kecil sampai ia berusia 25 tahun atau sebelum ia akhirnya menikah dan tak lagi tinggal disana.
Ia mampir ke panti asuhan untuk bertemu pengurus panti asuhan yang juga sudah ia kenal lama, mengingat dulu ia sering berkunjung ke panti asuhan untuk bertemu anak-anak panti asuhan sambil mengantar makanan yang dimasak oleh ibunya, namun kali ini ia tidak berkunjung sebagai Rania yang suka mengantar makanan, namun Rania istri dari seorang Andreas Eka Anggara.
"Apa kabar, bu Dewi" Ucap Rania menyapa bu Dewi yang mengurus panti asuhan.
"Lho, nak Rania!, eh bu Rania"
Bu Dewi terlihat terkejut melihat kedatangan Rania yang tiba-tiba setelah 6 bulan tak pernah bertemu.
"Panggil saya Rania saja, bu"
Keduanya berpelukan melepas kerinduan.
"Apa kabarnya, nak. Sudah lama lho nak Rania tidak mampir ke panti asuhan?"
"Maaf ya, bu Dewi, saya belum bisa mampir kesini lagi"
"Iya, tidak apa kok, yasudah ayo masuk dulu, kita ngobrol di dalam saja"
Bu Dewi cukup paham mengapa Rania tidak bisa datang ke panti asuhan, mengingat itu adalah jarak yang cukup dekat dari tempat tinggalnya sendiri. Namun, semenjak kepergian ibunya, tampaknya Rania masih belum bisa untuk datang karena akan teringat pada sosok ibunya yang sudah tiada sejak 6 bulan yang lalu.