Di khianati dan terbunuh oleh orang yang dia cintai, Nada hidup kembali di tubuh seorang gadis kecil yang lemah. Dia terkejut dan tidak tahu harus berbuat apa?
"Kakak, tolong balaskan dendam ku." Pinta gadis kecil yang namanya hampir sama dengan Nada.
"Hah!! Gimana caranya gue balas dendam? tubuh gue aja lemah kayak gini."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nopani Dwi Ari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab.20
Kara, Evelin dan Bagas menghabiskan malam bersama di taman, mereka bercengkrama dan bercanda layaknya keluarga bahagia. Baru kali ini, Nada yang di tubuh Kara melihat Evelin tertawa tanpa beban.
"Baru kali ini, aku lihat Evelin tertawa lepas." Gumam Nada dalam hati, dia menopang dagu menatap kedua orang tuanya.
"Kara pasti senang jika aku berhasil menyatukan kembali mereka, aku harus cari tahu apa penyebab mereka pisah." Gumam Nada.
"Sayang, kenapa melamun?" tanya Bagas, membuyarkan lamunan Kara.
"Ehh, gak apa-apa kok. Pa, aku lagi mikir gimana kalau Mama dan Papa kembali, lagi? Aku pasti senang, tiap hari seperti ini. Jalan bertiga," ungkap Kara, membuat Evelin tersenyum sementara Bagas menghela nafas dengan pelan.
"Kara, maaf kan Papa. Kita gak bisa bersama, tapi kalau Kara mau menginap di rumah Papa dengan senang hati Papa akan menjemputmu. Tapi, maafkan Papa untuk kembali seperti dulu Papa gak bisa." Jawab Bagas, membuat Kara kecewa terlihat jelas di matanya.
"Ya sudah, ayo kita pulang Ma." Ajak Kara, dia beranjak dari duduknya dan menarik Evelin.
"Biar Papa antar, ini sudah malam gak baik kalian naik taxi online malam-malam." Sahut Bagas.
"Gak usah, Mas. Kita bisa sendiri biarkan Kara terbiasa tanpa kamu." Sela Evelin, dia menggandeng Kara dan pergi dari hadapan Bagas tanpa menunggu jawaban dari mantannya tersebut.
Bagas menatap mereka berdua dengan tatapan sulit diartikan, dia memutuskan pergi dari taman dan mengikuti mobil yang membawa Evelin. Hanya memastikan mereka pulang dengan aman.
Di dalam mobil, Kara melirik ke arah belakang dimana dia tahu bahwa mobil Bagas mengikuti.
"Sini, kalau ngantuk tidur saja." Evelin merebahkan kepala Kara ke pangkuannya, dan mengusap dengan lembut rambutnya yang panjang. Evelin bersenandung membuat mata Kara terasa begitu berat dan akhirnya tertidur.
Berpuluh menit kemudian, setelah memastikan Evelin dan Kara pulang selamat. Bagas pun kembali ke arah yang berbeda, dia memejamkan mata dengan permintaan Kara.
"Maafkan Papa, Kara. Papa gak bisa memberikan apa yang kamu mau," lirih Bagas.
****
Disisi lain, Alfa menatap wanita yang tengah mengeluarkan asap ke udara. Wanita itu, menatap Alfa dengan kesal dan tahu tujuan lelaki itu datang.
"Gagal lagi?"
"Ya begitulah, botol pemikatnya hilang entah kemana dan aku gak ada duit buat ke orang pintar." Kata Alfa, yang kini ikut mengambil sebatang nikotin dan membakarnya.
"Dasar b o d o h, pekerjaan simple aja lu gak bisa? Makanya jangan mikirin terus nafsu sama judi. Lu harus fokus sama tujuan kita, Alfa." Desis wanita tersebut.
"Sorry, tapi siapa yang gak tahan liat bocah seger macam Kara. Lu juga kalau liat yang cekap pasti suka, kan?" tanya Alfa, membuat wanita tersebut mendecih dengan sinis. Dia tidak suka lelaki, menurutnya lelaki ribet dan macam Alfa. Ya walau semua tak seperti Alfa.
"Gue gak akan bantu, lu lagi pemasukan gue menipis. Usaha lagi sepi," kata wanita tersebut.
"Masa? Gak percaya gue, Rina selalu ngasih lu duit, kan?"
"Nggak selalu, sudahlah pergi lo. Malas gue liat muka lu, sepet mata gue." Cibir wanita tersebut, membuat Alfa mendengus lalu memutuskan pergi.
Wanita itu menatap Alfa, menggoyangkan gelasnya dengan pelan. Usahanya sudah sejauh ini untuk kebahagiaan Rina, dan semuanya berjalan dengan lancar. Namun, setelah anak yang bernama Kara sadar dari masa berbahayanya dia jadi berubah.
"Itu bukan masalah, Kara hanya anak kecil yang tidak tahu apa-apa." Gumam wanita tersebut.
****
Keesokan harinya, seperti biasa Kara membantu Evelin menyiapkan bekal dan sarapan sang Ibu. Evelin memberitahu, bahwa akan kerja lembur sampai jam tujuh malam. Jadi untuk makan malam, Kara boleh membeli.
"Mama gak usah khawatir, aku kan udah besar." Katanya penuh percaya diri.
"Iya, iya. Bayi Mama udah besar." Goda Evelin mengacak rambut Kara yang langsung cemberut.
"Mama mandi dulu," izin Evelin, dijawab anggukan Kara.
Dia pun hampir menyelesaikan bekal untuk Evelin, dulu setiap hari Nada pun selalu membuat bekal makan siang untuk Rowman.
"Selesai." Nada menatap lauk pauk yang tersusun rapi, ada telur balado, tumis kangkung juga cumi cabe ijo.
Setelah memastikan bekalnya aman, Kara memutuskan untuk kedepan. Dia sedang menunggu paket pesannya, tanpa Evelin tahu Kara memesan laptop sebelum mengambil uang. Saat duduk di teras, Evelin menatap Jayden.
"Abang." Panggil Kara tersenyum manis.
"Kara." Jayden pun membalas senyum Kara, dan menghampiri gadis kecil tersebut.
"Astaga jantung kok, gak aman sih." Nada bergumam dalam hati.
"Abang dari mana aja, sih? Sombong amat gak ngasih kabar." Omel Kara.
"Maaf ya, kemarin Abang ada lomba di luar kota. Jadi gak bisa kasih kabar, maaf ya!"
"Gak papa, gimana menang?" tanya Kara.
"Iyaa, Abang menang." Balas Jayden tersenyum, dia pun teringat sesuatu.
"Bentar tunggu disini."
Jayden berjalan cepat ke rumahnya, lalu tak lama dia kembali dengan paper bag berwarna merah muda.
"Ini buat kamu, Kara. Semoga suka ya!" Jayden memberikan paper bag tersebut.
"Terima kasih, Bang." Jawab Kara tersenyum manis.
Jayden pun pamit untuk pergi ke sekolah, tak lama Jayden pamit Evelin sudah siap dengan seragam kerja. Dia pun ikut pamit, dan berpesan agar Kara hati-hati di rumah.
"Iyaa, Ma. Hati-hati Ma." Ucap Kara.
"Terima kasih sayang, Mama pergi dulu."
Kara mengangguk sebagai jawaban, saat Evelin tak terlihat dia mengecek ponsel sebentar lagi laptopnya akan sampai. Dia sudah tidak sabar, untuk mengakses data perusahaan miliknya semoga Rowman belum mengganti passwordnya.
"Duh aku harus ke rumah Hana, untuk ambil alih kembali harta ku."
"Ya ampun, lama banget sih." Gerutu Kara, dia bolak-balik menunggu barang miliknya.
"Permisi atas nama Nada Anjani."
"Saya adiknya, Pak. Tadi kakak saya bilang suruh kasih ke saya dan ini uangnya," bohong Kara, dia langsung menyerahkan uang itu pada kurir.
"Tanda tangan dulu, Dek."
"Aduh, gak bisa gimana?" tanya Kara pura-pura.
"Ya sudah nama saja."
"Baik." Kara menuliskan nama panjangnya.
"Terima kasih."
"Sama-sama."
Kara bersorak dalam hati, karena laptop sudah ada di tangannya sekarang gilirannya mengacau di perusahaan sendiri. Dia akan mengambil alih apa yang harus jadi miliknya.
"Bersiaplah Rowman." Kara tersenyum sinis.
Bersambung...
Komen dong