NovelToon NovelToon
Uang Kaget Bergetar

Uang Kaget Bergetar

Status: sedang berlangsung
Genre:Matabatin
Popularitas:6.3k
Nilai: 5
Nama Author: samsuryati

bagaimana rasanya ketika kamu mendapatkan sebuah penawaran uang kaget?

Rara di hina dan di maki selama hidupnya.

Ini semua karena kemiskinan.

Tapi ketika dia merasa sudah menyerah, Dia mendapatkan aplikasi rahasia.

Namanya uang kaget.

Singkatnya habis kan uang, semakin banyak uang yang kau habiskan maka uang yang akan kamu kantongi juga akan semakin banyak.

Tapi hanya ada satu kesempatan dan 5 jam saja.

Saksikan bagaimana Rara menghasilkan uang pertama kali di dalam hidupnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon samsuryati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

15

Arya masih berdiri di tepi gedung, angin dingin menusuk kulitnya, dan suara polisi dari speaker terus bergema.

"Nak, kau masih punya kesempatan untuk memperbaiki segalanya. Tidak ada yang benar-benar sendirian di dunia ini. Kau hanya perlu membiarkan orang lain membantumu."

Suara itu lembut tapi tegas, seolah mencoba menjangkau hati Arya yang telah lama membeku.

Dia menghela napas berat. Benarkah masih ada kesempatan? Benarkah dia tidak sendirian?

Lalu, suara lain masuk ke dalam pikirannya.

Suara Rara.

Kak, kalaupun dunia ini kejam, aku masih ada di sini. Jangan pergi, Kak."

Tangan Arya yang sebelumnya gemetar mulai melemas. Matanya yang sebelumnya dipenuhi keputusasaan kini mulai berkabut. Bagaimana kalau dia bertahan sedikit lagi? Bagaimana kalau dia mencoba sekali lagi?

Langkahnya yang semula mantap menuju ke tepi gedung mulai goyah. Napasnya memburu dan dalam sekejap, dia mengambil langkah mundur.

Dari bawah, suara orang-orang yang mengawasinya berubah menjadi gumaman lega.

 Polisi yang sejak tadi berbicara melalui speaker langsung bergerak cepat. Beberapa petugas naik ke atap dan mendekatinya dengan hati-hati.

"Bagus, Nak. Kau sudah mengambil keputusan yang tepat," ujar salah satu polisi dengan suara tenang.

"Adik mu sangat kawatir, ingat lah dia masih membutuhkan kamu sebagai kakak nya"

Arya tidak bisa menahan air matanya lagi. Bahunya bergetar dan dia jatuh berlutut di lantai beton dingin. Kenapa rasanya begitu berat? Kenapa rasanya seperti ada beban besar yang baru saja dia lepaskan?

"Apakah Rara berpikir begitu?"

Polisi lain mendekat dan dengan cepat merangkul nya .

Setelah itu pak polisi tadi menepuk pundaknya dengan lembut. "Kau pasti sudah sangat lelah. Kami akan membawamu ke tempat yang lebih aman. Kau tidak sendirian, Arya."

Arya hanya mengangguk tanpa suara. Dadanya masih terasa sesak, tetapi kali ini bukan karena keinginan untuk menghilang, melainkan karena sesuatu yang hangat mulai menjalari hatinya.

Rara masih membutuhkan dia,ya Rara masih membutuhkan dia sebagai kakak laki-laki.

Beberapa saat kemudian, para polisi menggiringnya turun dari gedung. Mobil polisi sudah menunggu, dan tanpa banyak bicara, dia masuk ke dalamnya.

Tujuan mereka? Kantor polisi, untuk membuat laporan.

Arya tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Tapi untuk pertama kalinya setelah sekian lama, dia merasa bahwa mungkin...hanya mungkin, dia masih punya harapan.

Di rumah sakit,Ponsel Rara bergetar. Dengan tangan gemetar, Rara buru-buru mengangkatnya.

Dia tidak berharap mendengar kan kabar buruk.

"Halo, ini saudari Arya?" suara polisi di ujung telepon terdengar ramah.

"Ya...ya Pak! Bagaimana kakak saya?!" suara Rara terdengar panik.

"Kami sudah berhasil menyelamatkan Arya. Dia baik-baik saja dan sedang berada di kantor polisi untuk memberikan laporan."

"Alhamdulillah... Alhamdulillah pak, huhuhu syukur lah Alhamdulillah, terimakasih pak.. huhuhu "

Air mata langsung mengalir di pipi Rara. Napasnya tersengal karena rasa lega yang luar biasa. "Terima kasih, Pak! Terima kasih banyak!"

"Sama-sama, Nona. Arya baik-baik saja. Anda ingin berbicara dengannya?"

"Tentu! Tolong izinkan saya bicara dengannya!" kata Rara cepat.

Hening sejenak lalu beberapa detik kemudian, sebuah suara yang sangat familiar terdengar dari seberang.

"Rara..."

Hanya satu kata, namun penuh dengan beban. Suara Arya terdengar serak, seakan menahan emosi yang meluap.

"Kakak..." suara Rara ikut bergetar. "Kenapa, Kak? Kenapa Kakak bisa berpikir seperti itu?"

"Maaf, Rara... Maaf... Aku pikir aku sudah mengecewakan semua orang. Aku pikir aku tak berguna... Aku pikir..aku pikir kau juga membenciku..."

"Kakak.."potong Rara dengan emosi.

"Bagaimana aku bisa membencimu, Kak?" Rara menangis tersedu. "Aku justru takut kehilangan Kakak! Aku.. Aku juga pernah berpikir untuk menyerah. Aku juga pernah ingin mengakhiri semuanya. Tapi hidup lebih berharga daripada mati, Kak! Kita masih punya kesempatan, selagi masih hidup,kita masih bisa berjuang!"

Suara Arya semakin bergetar di balik telepon. "Tapi... Aku terlalu lemah, Ra. Aku tidak sekuat dirimu..."

"Kakak aku juga lemah. Aku juga takut. Tapi kita masih hidup. Dan selama kita masih bernapas, kita masih punya harapan."

"Kakak saat itu,kau lah yang membuat aku kuat,kau..mama dan Papa.Kakak..aku ingin terjun dan mati tapi aku ingat ada kalian , jadi....

Hening sesaat.

Lalu dengan suara yang lebih stabil, arya bertanya, "Rara, kau di mana sekarang?"

Arya sedikit terkejut ketika mendengar cerita Rara, rupanya Rara juga berniat buruk.Hati Arya penuh dengan rasa bersalah tapi dia sekarang malah berkata dalam hati dan berjanji untuk lebih kuat dalam menerima cobaan dari yang maha kuasa.

Jika Rara saja bisa kenapa dia tidak.

Rara mengusap air matanya, berusaha menenangkan diri. "Aku di rumah sakit, Kak..."

"Apa?! Kenapa kau di rumah sakit?!" suara Arya penuh keterkejutan.

"Aku kecapekan. Tapi aku baik-baik saja, Kak. Aku hanya butuh Kakak di sini bersamaku."

Tapi Arya menghubungkan ini dengan serangkaian pemikiran aneh.

Jangan jangan...

Tanpa ragu, Arya langsung menjawab. "Aku akan ke sana segera setelah laporan ini selesai!"

Rara tersenyum tipis, meskipun air matanya belum berhenti. "Aku menunggu, Kakak"

Cahaya putih dari langit-langit kamar rumah sakit memantul di bola mata Rara yang masih berkaca-kaca. Ranjang pesakitan tempat ia berbaring terasa dingin, namun kabar yang baru saja ia terima membuat hatinya hangat dan menggigil sekaligus.

Telepon dari pihak kepolisian baru saja berakhir, menyampaikan bahwa sang kakak, Arya, berhasil dicegah sebelum benar-benar melompat dari atap gedung. Tubuhnya lemas bukan karena rasa sakit, tapi karena perasaan syukur yang meledak di dalam dada.

Air matanya tumpah tanpa suara. Tubuhnya yang sempat terasa lunglai kini mulai bergerak. Dengan perlahan dan penuh upaya, ia menggeser selimut tipis yang menutupi tubuhnya, lalu turun dari ranjang. Selang infus yang masih menempel di tangannya sempat menghambat gerakannya, tapi ia abaikan. Ia hanya ingin melakukan satu hal.

Dengan tertatih, Rara menggelar sajadah kecil di sudut kamar yang bersih. Ia duduk, lalu perlahan menundukkan tubuh. Dahinya menyentuh sajadah, dan di sana ia sujud lama.

Dengan kedua tangan yang gemetar, ia angkat telapak tangannya tinggi ke langit-langit, lalu mulai berdoa dalam lirih:

"Ya Allah... Astaghfirullah... Ampunilah hamba atas segala dosa-dosa hamba, atas kelalaian dan kegilaan dunia yang sempat membutakan... Ampunilah jika hamba pernah jauh dari-Mu, jika hamba lebih percaya pada rencana diri sendiri daripada takdir yang Kau tulis..."

Air matanya mengalir deras. Napasnya tersengal karena perasaan yang tak bisa tertahan.

"Subhanallah... Alhamdulillah... segala puji hanya bagi-Mu, ya Rabb. Terima kasih... terima kasih atas rezeki yang Engkau turunkan dari arah yang tidak pernah hamba sangka. Jika ini ujian, hamba terima. Jika ini bentuk kasih sayang-Mu, hamba bersyukur... Berilah pahala atas cobaan ini, jangan Kau biarkan hati hamba berpaling lagi..."

Ingatan demi ingatan berkelebat di kepalanya,memori yang belum lama terjadi, namun rasanya seperti mimpi yang terlalu indah untuk dipercaya. Ia teringat langkah kakinya yang ringan di lorong-lorong pusat perbelanjaan Tanah Abang, ketika ia membeli semua pakaian dan barang-barang mahal yang bahkan tak sempat ia catat semua jumlahnya.

 Ia ingat bagaimana dirinya tertawa di showroom mobil, memilih warna sedan sport dengan angkuhnya. Ia masuk ke showroom motor gede, memilih semuanya sekaligus. Bahkan villa yang menghadap danau, vila di puncak bahkan ada yang di luar negeri.

 ya Allah, villa itu... dibelinya dengan mudah, seolah ia pewaris tunggal kerajaan.

Hanya dengan satu klik saja.

Meskipun apa yang dia beli bukan untuk dirinya.

Tapi kegembiraan itu nyata.

 Rezeki itu nyata.

Semua berawal dari satu notifikasi kecil di ponsel ,getaran dari aplikasi "Uang Kaget bergetar "yang berbunyi di saat hatinya hampir mati karena putus asa.

Dalam hati, ia berbisik lagi:

"Terima kasih, ya Allah... Engkau hadirkan jalan di saat aku tidak bisa melihat apa-apa lagi. Terima kasih, ya Allah... Alhamdulillah..."

Ia masih sujud lama, dengan tubuh yang masih lemah dan wajah basah oleh air mata.

Bukan karena kemewahan itu… tapi karena Allah telah menyelamatkan keluarganya,melalui cara yang tak pernah ia bayangkan.

Ya Allah... Terima kasih..."

Suara itu hanya terdengar dalam hatinya, tapi setiap kata terasa bergema dalam ruang jiwa.

Sujud itu bukan sekadar bentuk syukur, tapi pengakuan atas kelemahan dirinya,seorang gadis remaja yang hampir kehilangan segalanya tapi justru diberi limpahan kekuatan yang tak pernah ia duga.

Dia bersyukur…

Bersyukur karena kakaknya masih hidup.

Bersyukur karena rezeki tak terduga yang turun begitu saja, seperti mukjizat yang datang di saat-saat terakhir.

Bersyukur karena kini dia bisa menebus biaya rumah sakit untuk papa dan mama yang masih terbaring koma.

Bersyukur karena harapan yang sempat mati, kini menyala lagi perlahan.

Matanya basah, tapi bukan karena putus asa. itu adalah air mata harapan.

Rara bukan gadis yang memakai hijab, bukan pula yang selalu tampak religius di mata orang-orang. Tapi di saat seperti ini, ia merasa begitu dekat dengan Tuhannya,dalam doa yang sunyi, dalam sujud yang diam.

Setelah doa panjang itu, Rara bangkit perlahan. Nafasnya masih berat, tapi dadanya terasa lapang. Ia tatap langit-langit ruangan dan membisikkan, “Kak, tunggu aku. Mulai sekarang kita bangkit sama-sama.”

Dan di matanya, ada tekad yang baru tumbuh. Sebuah nyala yang tidak akan padam.

Tidak sekarang, tidak lagi.

1
Wanita Aries
Duh gemess
Apa mngkin rara menghancurkan bisnis mereka sprt arya lakukan
Wanita Aries
Bagus thor, suka jalan ceritanya
🌻nof🌻
jadi ini target selanjutnya
🌻nof🌻
semoga segera terungkap kalau rara gak punya sugar glider 😂😂😂
Eni Leva
ceritanya bagus saya suka
🌻nof🌻
wah telak banget malunya
Wanita Aries
Awas lhooo kaget dan pingsan 😁
🌻nof🌻
wah pembalasan akan dimulai😂
🌻nof🌻
semoga mama padanya lekas sembuh
Dewiendahsetiowati
semoga dengan kejadian ini membawa Doni menjadi orang yang lebih baik lagi dan bertobat tidak sombong lagi.
🌻nof🌻
pelajaran yang sangat berharga
Dewiendahsetiowati
mampus kamu Doni,makanya jangan kacang lupa kulitnya.waktu susah dibantu giliran yang bantu susah malah dihina.
Disty Aulya Syamlan
dibalas kontan beserta bunganya
🌻nof🌻
bangkrut dalam semalam, mantap
Wanita Aries
Gmn doni rasanya bangkrut? Langsung dbayar kontan yaa
Dewiendahsetiowati
bagus Arya biar mantan temenmu laknat yang bernama Doni segera jadi gembel.
Wanita Aries
Mantap arya..
dasar si doni masa si rara mau dbeli emangnya barang🥴
🌻nof🌻
wih sombongnya
Wanita Aries
Semangat rara selesaikan semua masalah
🌻nof🌻
semoga deposito nya lancar dan bs diandalkan.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!