Perjalanan NusaNTara dan keluarga didunia spiritual. Dunia yang dipenuhi Wayang Kulit dan Hewan Buas yang menemani perjalanan. Mencari tempat-tempat yang indah dan menarik, demi mewujudkan impian masa kecil. Tapi, sebuah tali yang bernama takdir, menarik mereka untuk ikut dalam rangkaian peristiwa besar. Melewati perselisihan, kerusuhan, kelahiran, kehancuran dan pemusnahan. Sampai segolongan menjadi pemilik hak yang menulis sejarah. Apapun itu, pendahulu belum tentu pemilik.
"Yoo Wan, selamat membaca. Walau akan sedikit aneh."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jonda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Side Story: NusaNTara Mencari Cinta
Nusa membawa mobilnya masuk ke sebuah jalan yang terdapat gapura bertuliskan "Tebu Kabeh", nama dari kebun Ibu Nusa. Mereka memasuki perkebunan tebu. Mereka terpesona dengan pemandangan di hadapan mereka. Sejauh mata memandang, hanya terlihat tebu. Luas perkebunan itu puluhan hektar.
Nusa membawa mobilnya masuk cukup jauh. Terlihat palang bertuliskan "Gudang" di kanan jalan. Nusa menghidupkan lampu sen nya dan membelokkan mobilnya masuk ke gudang.
Gudang itu cukup besar. Ukurannya sekitar seratus meter persegi. Di dalamnya ada berbagai alat berkebun. Tidak ada pagar pembatas. Nusa memberhentikan mobilnya di depan gudang. Mereka semua turun dari mobil.
Tara menghampiri bosnya yang sedang mengopi sambil merokok.
"Langsung bongkar, Boss?" tanya Tara. Dia ikut duduk semeja dengan Boss nya.
"Istirahat lima belas menit," jawab Pak Slamet.
"Woi! Istirahat lima belas menit," teriak Tara.
Para kuli panggul mengangguk. Nusa mengarahkan mobilnya ke tempat pupuk di bongkar.
Tara menyeduh kopi yang sudah di sediakan di meja.
"Pembayarannya dengan siapa, Boss?" tanya Tara.
"Kata Bu Retno, dia akan membayar setengah. Sisanya di tanggung mandor gudang. Dia sedang menyiapkan uangnya," jelas Pak Slamet.
"Bu Retno sudah membayar? Aku belum menerima bukti transfer," ucap Tara.
"Belum, kah? Katanya tadi ketika dia pulang, dia akan mentransfer uangnya saat sampai rumah. Kalau dia belum transfer, tunggu saja," ucap Pak Slamet.
"Oke," sahut Tara. Dia menyeruput kopi miliknya.
...****************...
Nusa selesai memarkirkan mobilnya. Dia menghampiri para kuli panggul yang sedang melihat-lihat hamparan kebun tebu.
"Apa kalian ingin mengambil beberapa?" tanya Nusa merasa mereka seperti ingin makan tebu.
"Bolehkah?"
"Kita boleh ambil?"
Mereka terlihat bersemangat ketika di tanya Nusa. Pastinya mereka tidak akan menolak bila di perbolehkan mengambil tebu.
"Boleh saja. Aku tanya Ibuku dulu."
Nusa mengeluarkan handphone miliknya dan menelpon nomor Ibunya. Nusa menelpon beberapa kali tapi ibunya tidak mengangkat. Dia bingung kenapa ibunya tidak angkat telpon. Dia hanya bisa berasumsi ibunya sedang fokus nonton anime. Dia akhirnya hanya meninggalkan pesan.
"Ibuku tidak mengangkat telponnya. Nanti waktu pulang aku tanya lagi," ucap Nusa tidak ingin mengacaukan harapan mereka.
Para kuli panggul hanya bisa mengangguk dan berharap. Kekecewaan sedikit terlukis di wajah mereka.
...****************...
Mandor datang dengan membawa asisten perempuannya. Mereka duduk bersama di satu meja. Mereka saling berjabat tangan dengan wajah dingin. Tara menolak berjabat tangan dengan Mandor dan Asisten perempuan.
"Apakah belum di turunkan?" tanya Mandor. Dia memandang sinis ke Tara. Dia menyilangkan tangannya seakan dia yang berkuasa.
"Belum. Pekerjaku sedang istirahat," jawab Pak Slamet dengan malas. Dia sepertinya punya masalah dengan Si Mandor.
"Apakah pekerjamu cukup untuk menurunkan semuanya?" tanya Mandor meremehkan.
"Kalau tidak cukup, pekerja di sini ada," jawab Pak Slamet terkekeh.
Suasana terlihat tegang.
"Tara, beri dia rincian transaksi," perintah Pak Slamet.
Tara mengeluarkan tabletnya dan memperlihatkannya ke Mandor.
"Tuan hanya membayar setengah. Setengah di tanggung Nyonya Boss," jelas Tara sedikit malas.
"Huh? Benarkah? Saya belum di beri tau tentang hal itu. Kau ada pesan dari Nyonya Boss?" Mandor terlihat bingung dengan pernyataan Tara. Dia belum mendapat info tentang hal itu.
"Tidak ada," balas Asisten. Dia terlihat seperti perempuan yang tegas dari cara bicaranya.
Tara dan Pak Slamet saling memandang karena bingung. Mereka tidak mengira belum ada komunikasi antara Bu Retno dan Mandor.
"Terus bagaimana ini? Kita tidak bisa meneruskan transaksi kalau belum ada kepastian dari Nyonya Boss," ucap Mandor menegaskan kalau harus ada pemberitahuan dari bossnya untuk melanjutkan transaksi. Dia berlagak sombong seakan tidak ada cara lain.
"Bagaimana, ya?" Pak Slamet juga bingung menghadapi situasi ini. Dia tidak bisa pulang begitu saja kalau belum ada kejelasan. Dan juga, pupuknya sudah mulai di bongkar.
"Coba kau hubungi Bu Retno, Tara. Kau punya nomernya, kan?" tanya Pak Slamet.
"Punya. Aku coba hubungi." Tara mengambil handphone nya dan segera menelfon Ibunya Nusa.
Pak Slamet berfikir sambil memperhatikan pekerjanya membongkar pupuk. Dia melihat Nusa duduk di kanopi bak yang terletak antara bak dan kepala mobil. Dia terus memandang ke arah Nusa. Dia belum menyadari bahwa Nusa merupakan solusi baginya.
"Tidak di angkat," ungkap Tara sedikit bingung.
Mereka di landa kebingungan. Mandor terlihat santai, tidak mau ikut memikirkan solusi.
Pak Slamet masih memandang kearah Nusa. Dia sepertinya masih belum sadar.
"Aku panggil Nusa dulu. Mungkin kalau dia yang menelpon Ibunya akan di angkat," pikir Tara mencari solusi.
Mata Pak Slamet terbelalak ketika baru menyadari kalau ada Nusa bersama mereka.
"Iyaa. Cepat, panggil Nusa!"
"Nusa!" panggil Tara sambil melambaikan tangan.
Nusa mendengar Tara memanggilnya. Dia menoleh dan melihat Tara melambaikan tangan. Dia bergegas turun dan menghampiri mereka.
"Ada apa?" tanya Nusa.
Dia melihat sepasang mata tertuju padanya dengan pandangan sinis. Dia juga melihat Asisten curi-curi pandangan padanya. Nusa memandang Asisten dengan wajah datar, seolah tidak perduli.
Asisten tertunduk malu karena mata mereka tidak sengaja bertemu.
Tara menyaksikan situasi itu dan terkekeh.
"Coba kau telpon Ibumu. Dia tidak mengangkat telpon ketika Tara menelponnya," pinta Pak Slamet.
"Dia juga tidak mengangkat telpon ku," ungkap Nusa.
"Aduh, gimana ini?" Pak Slamet dan Mandor sedikit pusing.
"Ada masalah apa?" tanya Nusa melihat Pak Slamet dan Mandor terlihat sedang pusing.
"Ibu mu belum memberitahu Mandor kalau pembayaran di bagi dua," jelas Pak Slamet.
"Tunda saja." Nusa asal nyeletuk seakan itu masalah sepele.
Nusa kemudian pergi begitu saja setelah selesai bicara. Dia merasa tidak perduli atau dia merasa itu bukan urusannya. Dia pergi ke kandang traktor.
Mandor merasa tersinggung dengan sikap Nusa. Dia merasa sikap Nusa terlalu tidak sopan, walaupun dia anak Boss nya. Dia menggerakkan giginya menahan amarah.
Tara terlihat menikmati ekspresi yang di tunjukkan Mandor.
Pak Slamet dan Tara tidak perduli dengan sikap Nusa. Mereka terbiasa nongkrong bersama. Jadi mereka tau sikap Nusa yang acuh tak acuh kalau itu bukan urusannya.
"Jadi bagaimana? Tunda transaksi?," tanya Pak Slamet mengambil jalan tengah.
"Tidak masalah," jawab Mandor kesal. Dia menyembunyikan ketidak sukaan nya kepada Nusa di balik suara datarnya. Dia ingin menjaga martabat dan pekerjaannya.
"Oke. Kita lakukan saja besok kalau sudah ada konfirmasi dari Boss mu," ucap Pak Slamet.
Mereka saling berjabat tangan tanda sepakat. Pak Slamet dan Tara lanjut ngopi sembari menunggu pupuk selesai di bongkar.
Mandor ikut menyeduh kopi. Dia tidak mau kembali ke ruangan nya karena itu bisa merusak citranya, karena tidak menghormati tamu.
"Ngopi?" tawar Mandor pada Asistennya.
"Maaf. Tidak perlu," jawab Asisten dingin.
"Kau jangan terlalu sering minum kopi di kafe. Jangan terlalu boros," ucap Mandor memberi saran pada Asisten nya.
Asisten hanya mengangguk paham.
...****************...
** Kandang Traktor
Nusa melihat-lihat traktor yang terparkir di kandang. Dia juga sesekali menaikinya. Sepertinya dia ingin mengendarainya.
"Ding!"
Nusa mendapat sebuah pesan di handphone nya. Dia melihat Ibu nya membalas pesan nya hanya dengan huruf "Y". Nusa mengerutkan kening nya karena heran dengan pesan dari Ibu nya.
Tidak biasanya Ibu nya membalas pesan seperti ini. Nusa pun membiarkan hal itu dan tidak memikirkannya. Dia lanjut melihat-lihat sistem kemudi traktor.
...****************...
Tara berdiri di belakang bak mengawasi pekerjaan. Dia melihat pupuknya hanya tinggal sedikit. Tara tolah-toleh mencari keberadaan Nusa, karena sebentar lagi mereka akan kembali.
"Kalian lihat Nusa?" tanya Tara ke para pekerja.
"Tidak."
"Kemana anak ini? Cari tebu mungkin."
Tara berkeliling gudang untuk mencari Nusa. Dia memeriksa ke segala tempat. Saat akan mendatangi kandang traktor, dia mendengar suara musik. dia menghampiri asal suara tersebut.
♪Musik Tokyo Drift♪
Sesampainya di asal suara, Tara melihat Nusa sedang menaiki traktor seolah dia sedang mengendarainya. Dia terlihat sangat serius membelokkan roda kemudi, seakan sedang balapan.
"Menghayal anak ini. Woi! Nusa! Ngapain kau?" tanya Tara heran.
"Lagi balap liar di jalanan Tokyo," jawab Nusa. Dia sangat mendalami perannya seperti seorang pembalap.
"Masih lama gak kau? Kita mau pulang ini!" ajak Tara. Tara membiarkan tingkah temannya.
"Dua tikungan lagi," balas Nusa.
"Cepatlah. Aku tunggu di mobil." Tara pergi meninggalkan Nusa.
"Bocah gemblung," sarkas Tara.
...****************...
Tara kembali duduk di meja tadi sendirian. Yang lain sudah pergi. Dia melihat para kuli telah selesai dan mulai menutup pintu truk, kemudian mereka naik ke dalam bak.
"Sudah?" tanya Nusa di belakang Tara.
"Sudah. Ayo pulang," ajak Tara bangkit dari duduknya.
"Cari tebu dulu," ajak Nusa. Nusa langsung pergi tanpa meminta pendapat Tara.
Tara hanya bisa menghela nafas. Dia isyarat mengajak pada para kulinya. Para kuli paham dan segera turun dari bak. Mereka terlihat sangat senang. Tara menyusul Nusa yang sudah mematahkan tebu.
"Kau tidak ada parang, kah?" tanya Tara.
"Patahkan saja. Kelamaan kalau cari parang dulu."
Mereka pun mematahkan banyak tebu dan di bawa ke mobil.
Saat berjalan ke mobil, Nusa melihat Mandor berada di jendela, memandang mereka dengan tatapan sinis. Mandor terlihat tidak senang dengan ke hadiran Nusa. Nusa mengangkat kari tengahnya dan di arahkan ke Mandor tanpa menatapnya.
Mandor terlihat sangat marah dengan tindakan Nusa. Dia mengepalkan tangannya dan memukul kusen jendela.
"Breksek kau," dalam hati Mandor.
Tara dan para kuli melihat ke arah yang di tuju jari tengah Nusa. Mereka melihat wajah Mandor penuh keriput karena marah. Mereka tersenyum tipis karena senang melihat Mandor sedang marah.
Mereka juga ingin mengacungkan jari tengah, karena mereka tidak suka dengan watak mandor yang sombong. Tapi mereka tidak bisa melakukannya.
Nusa tidak perduli dan tetap mengangkat jari tengah nya sampai dia masuk mobil. Tar duduk di samping Nusa dan para kuli naiknke bak. Para kuli asik mengupas tebu dengan gigi mereka.
Nusa menghidupkan mesinnya dan memainkan pedal gas, seolah dia sedang mengejek menggunakan suara mobil. Nusa langsung memasukkan gear dan melepas rem tangan.
Ban mobil berputar di tempat dan mengeluarkan asap. Mobil seakan melompat karena Nusa yang tiba-tiba menginjak pedal gas dengan cepat. Kepala Tara menghantam kaca bagia kepala mobil. Para kuli terjungkal karena tidak berpegangan. Mereka pergi meninggalkan gudang tebu dengan tidak ramah.
...****************...
Di perjalanan, para kuli berdiri di bak Dangan tangan memegang rantai yang terhubung di kedua bagian bak. Mereka menikmati tebu sembari di terpa angin. Mereka terlihat santai dan bahagia. Tara juga duduk santai menikmati tebu.
Nusa menikmati musik sambil mulutnya mengikuti lirik lagu. Tara melihat sekumpulan anak yang pulang dari sekolah. Dia isyarat ke Nusa untuk memberi tumpangan pada mereka. Tara tau mereka tinggal di dekat gudang Pak Slamet.
"Ayo cah, naik. Ada tebu di atas," ajak Tara.
"Mas Tara," ucap anak-anak gembira di beri tumpangan. Mereka naik lewat tangga yang sudah di desain di pintu bak. Mereka berebut untuk naik.
"Sudah?" tanya Tara memastikan.
"Gaaaasss," balas anak-anak. Mereka ikut makan tebu.
Nusa memencet tombol 'next' di DVD mobil. Dia mencari lagu yang enak. Dia berhenti memencet saat dapat lagi "Tokyo Drift". Dia melepas rem tangan dan siap melaju.
Tara seketika mengganti lagunya. Dia tidak mau Nusa berulah lagi. Mereka melanjutkan perjalanan.
Ada seorang anak yang nekat naik kepinggir bak. Dia menikmati angin yang menerpa sembari mengupas tebu.
Nusa lupa mengurangi kecepatan dan melintasi polisi tidur dengan cukup kencang, membuat mobil bergoyang. Anak yang naik di pinggir bak hampir terjatuh bersama tebunya yang sudah terlewat jauh.
Dua kuli sempat menangkap kaki anak itu dan menariknya masuk. Nafas anak itu terlihat tidak beraturan karena shock.
"Bocah gemblung."