"Dia bukan adik kandungmu, Raja. Bukan... hiks... hiks..."
17 tahun lamanya, Raja menyayangi dan menjaga Rani melebihi dirinya. Namun ternyata, gadis yang sangat dia cintai itu bukan adik kandungnya.
Namun, ketika Rani pergi Raja bahkan merasa separuh hidupnya juga pergi. Raja pikir, dia telah jatuh cinta pada Rani. Bukan sebagai seorang kakak..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon noerazzura, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33. Penolakan Alarik Putra Shahan
"Rani, tuan muda mana? katanya mau makan siang, sayurnya sudah matang..."
Rani dengan cepat menyeka air matanya. Membuat bibi Sartika menjeda ucapannya. Wanita paruh baya itu baru selesai masak sayur daun labu, request dari Putra, seperti itu biasanya para pekerja di perkebunan memanggil Alarik.
Tapi, begitu dia melihat Rani menyeka air matanya sambil memalingkan wajah. Bibi Sartika langsung diam dan menghampiri Rani.
"Rani, kamu kenapa?" tanyanya heran.
Bibi Sartika yakin penyebabnya bukan Putra, karena selama ini juga Putra sangat sering menganggu Rani. Tapi Putra itu sangat sayang pada Rani, dia tidak akan membuat Rani bersedih apalagi sampai menangis.
Rani yang tidak ingin bibi Sartika salah paham dan sedih pun langsung tersenyum.
"Tidak apa-apa bibi. Hanya tiba-tiba ingat masa lalu. Maaf sudah membuat bibi khawatir. Oh ya, Putra sepertinya tidak akan makan siang bersama kita bibi. Ada tamu dari kota" jelas Rani pada bibi Sartika.
"Calon istrinya tuan muda ya?" tanya bibi Sartika.
Rani mengangguk perlahan.
"Iya, sepertinya begitu"
Bibi Sartika segera meraih tangan Rani dengan lembut.
"Apa itu yang membuatmu sedih?" tanya bibi Sartika.
Bibi Sartika yang menyaksikan bagaimana keduanya selama tiga tahun lebih ini sangat dekat. Putra juga sudah terang-terangan mengakui kalau dia menyukai Rani. Hanya saja Rani selalu menolak. Bibi Sartika pikir, mungkin hal ini meskipun sedikit, pasti akan mempengaruhi Rani.
Rani tersenyum dan menggenggam tangan bibi Sartika.
"Aku akan bahagia kalau Putra bahagia bi. Jika wanita itu baik..."
Rani menjeda ucapannya. Dia ingat tadi Tah datang adalah Raja. Bukankah calon istri Putra berarti Hani. Putra sangat baik, tapi Hani... Rani baru memikirkan hal itu. Dan itu membuatnya merasa gelisah.
"Rani, kamu baik-baik saja?" tanya bibi Sartika yang sungguh merasa khawatir karena sepertinya Rani sangat terganggu dengan perjodohan Putra.
"Bibi... bagaimana jika calon istri Putra bukan orang baik, maksudku... bagaimana jika dia bukan wanita yang baik?" tanya Rani dengan wajah khawatir.
"Hah, masa sih nak? kasihan sekali tuan muda. Dia adalah orang yang sangat baik. Tapi... masa iya tuan besar menjodohkannya dengan wanita yang tidak baik. Tuan besar pasti kan sudah menimbang dengan baik. Mereka pasti dari keluarga yang baik, terhormat. Rani... sudah jangan berpikir macam-macam. Putra adalah pria yang baik, dia pasti akan mendapatkan calon istri yang baik juga. Sekarang kita makan ya, kamu pasti sudah lapar, sudah bekerja sejak pagi!"
Namun Rani merasa masih ada yang mengganjal. Bagaimanapun dia pernah menjadi korban dari rencana dan otak jahat Hani. Jika calon istri Putra benar-benar Hani, Rani merasa tidak rela dalam hatinya. Bukan masalah suka, bukan masalah perasaan seorang wanita pada pria. Tapi, lebih kepada tidak ingin kalau Putra yang sangat baik itu, menikahi wanita licik seperti Hani.
"Tapi bi..."
"Kalau kamu khawatir wanita itu tidak baik. Maka bantulah tuan muda untuk menggagalkan perjodohan ini!" kata bibi Sartika.
Rani terdiam. Dia bukan tidak ingin Putra menikah dengan wanita lain. Tapi, setidaknya bukan dengan Hani yang sangat licik itu.
**
Sementara itu di perjalanan menuju ke villa. Raja mencoba untuk memulai pembicaraan dengan Putra.
"Alarik, aku rasa aku bisa memanggilmu seperti itu kan? kamu lebih muda tiga tahun dariku!" kata Raja.
"Silahkan. Itu lebih baik, tapi aku rasa usia kita juga tidak terpaut terlalu banyak, hingga aku harus memanggilmu kakak kan?" tanya Putra.
Raja mengangguk pelan.
"Kamu memang terbiasa sangat akrab dengan para buruh perkebunanmu, sepertinya?" tanya Raja menyindir Putra.
Putra hanya terkekeh pelan.
"Aku anggap itu pujian, Raja. Karena mau itu buruh mau itu pengusaha, orang kaya, orang penting, tetap saja orang kan? manusia? sama kan?" tanya Putra.
Sebenarnya Raja merasa Putra ini memang pria yang punya pandangan dan pemikiran baik. Tapi, dia tidak suka, karena yang sangat akrab dengan Putra adalah Rani.
"Tapi, tatapanmu pada wanita itu berbeda. Kamu tidak lupa kan? untuk apa aku dan adikku kemari? jika di hatimu ada wanita lain, bagaimana dengan adikku?"
Dan pertanyaan Raja itu, mengubah raut wajah Putra.
"Aku rasa kamu terlalu serius menanggapi perjodohan ini, Raja. Aku bahkan tidak mengatakan aku setuju, aku sudah katakan, aku tidak mau menikah dalam waktu dekat ini. Dan ayahku bilang, ini hanya pertemuan saja. Bukan penentuan keputusan. Tapi, aku senang, karena kamu sudah paham, aku memang menyukai wanita itu. Namanya Rani, dan satu-satunya wanita yang akan menikah denganku, menjadi istriku dan menjadi ibu dari anak-anakku hanyalah dia" tegas Putra.
Raja mengepalkan tangannya. Dia merasa begitu geram.
"Kalian adalah tamuku, selama kalian berdua di sini. Aku akan menjamu kalian dengan sangat baik" lanjut Putra sambil tersenyum ramah.
Sampai di villa, Hani benar-benar terpesona dengan ketampanan Putra. Hani menunjukkan sikap yang begitu agresif. Dia mengulurkan tangannya terlebih dahulu pada Putra.
"Kak Alarik, namaku Hani. Aku calon istrimu!" katanya dengan penuh percaya diri.
Putra menyambut uluran tangan Hani. Tapi hanya sekilas, benar-benar hanya sepersekian detik.
"Halo Hani, silahkan makan siang duluan. Aku masih ada perlu. Dan masalah perjodohan, aku belum bilang setuju untuk ini. Jadi, jangan perkenalkan dirimu seperti itu! kamu masih bebas, aku menghargai kebebasanmu. Karena sebenarnya perjodohan ini bukan mauku. Aku menjelaskan seperti ini, supaya kamu tidak salah paham, oke?" tanya Putra.
Raja menghela nafas, dan Hani... jelas sekali kalau wajahnya sangat kecewa. Hani terlihat sangat terluka dengan apa yang di ucapkan oleh Putra.
'Apa katanya? bukankah ini berarti dia tidak suka padaku, aku tidak percaya ini. Bagaimana bisa, siapa yang tidak akan tertarik padaku? jangan-jangan dia sudah punya pacar di luar negeri?' batin Hani menduga-duga.
"Kak Alarik, om Frans bilang...."
"Pulau ini milikku, apapun yang ayahku katakan tidak berlaku di sini. Maaf, tapi aku sangat lelah. Jika kalian ingin berkeliling, silahkan minta pak Kusni menemani kalian. Semoga kalian betah seminggu di sini ya!"
Setelah mengatakan itu Putra segera pergi meninggalkan Raja dan Hani.
Hani terlihat kesal, dia segera merangkul lengan Raja.
"Kakak..."
Raja menarik tangannya.
"Apa? bukannya sudah jelas, dia tidak suka padamu. Untuk apa kamu merengek begini?" tanya Raja yang juga segera meninggalkan Hani.
Hani menghentakkan kakinya dengan kuat di lantai marmer villa Putra itu.
"Huh, aku tidak percaya ini. Tidak bisa! aku tidak pernah tidak mendapatkan apa yang aku inginkan! Kamu akan tetap menikah denganku kak Alarik, hanya aku!" gumam Hani dengan tatapan sinis dan ambisius.
***
Bersambung...