NovelToon NovelToon
Pesan Masa Lalu

Pesan Masa Lalu

Status: sedang berlangsung
Genre:Diam-Diam Cinta / Identitas Tersembunyi / Mengubah sejarah / Misteri Kasus yang Tak Terpecahkan
Popularitas:833
Nilai: 5
Nama Author: aaraa

Seorang wanita yang hilang secara misterius, meninggalkan jejak berupa dokumen-dokumen penting dan sebuah jurnal yang penuh rahasia, Kinanti merasa terikat untuk mengungkap kebenaran di balik hilangnya wanita itu.

Namun, pencariannya tidak semudah yang dibayangkan. Setiap halaman jurnal yang ia baca membawanya lebih dalam ke dalam labirin sejarah yang kelam, sampai hubungan antara keluarganya dengan keluarga Reza yang tak terduga. Apa yang sebenarnya terjadi di masa lalu? Di mana setiap jawaban justru menimbulkan lebih banyak pertanyaan.

Setiap langkah membawanya lebih dekat pada rahasia yang telah lama terpendam, dan di mana masa lalu tak pernah benar-benar hilang.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon aaraa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Koran Lama

Pagi masih belum sepenuhnya menjelang ketika Nadia memasuki ruang klub fotografi sekolah. Semalaman ia nyaris tidak bisa tidur, pikirannya terus melayang pada dokumen-dokumen yang mereka temukan di perpustakaan tua. Sebagai ketua klub fotografi, ia merasa ada sesuatu yang terlewat, sesuatu yang penting.

Ruangan itu masih sepi. Nadia menyalakan lampu dan langsung menuju lemari arsip di sudut ruangan. Prof. Handoko pernah bercerita bahwa sekolah mereka menyimpan koleksi koran lama yang belum pernah dikategorikan ulang sejak masa kemerdekaan.

"Kau datang pagi sekali."

Nadia terlonjak kaget. Di ambang pintu, Reza berdiri dengan seragam basketnya. Rambutnya masih basah sehabis latihan pagi.

"Kau sendiri?" Nadia tersenyum. "Bukankah ini terlalu pagi untuk latihan basket?"

Reza mengangkat bahu.

"Tidak bisa tidur. Terus kepikiran tentang foto itu."

Nadia mengangguk paham. Semalam, saat mereka memeriksa dokumen-dokumen dari perpustakaan tua, mereka menemukan sebuah foto usang. Foto yang menampilkan Kartika memberikan sebuah bungkusan kepada kakek buyut Reza, tepat sehari sebelum ia menghilang.

"Aku juga kepikiran," kata Nadia sambil membuka lemari arsip. "Makanya aku ingin memeriksa koleksi koran lama. Mungkin ada sesuatu yang bisa kita temukan."

Reza mendekat, membantu Nadia mengeluarkan tumpukan koran yang menguning. Debu beterbangan, membuat mereka terbatuk.

"Pagi!"

Keduanya menoleh. Kinanti berdiri di pintu, dengan Arya di belakangnya. Gadis itu tampak cantik seperti biasa, meski ada lingkaran hitam di bawah matanya yang menunjukkan ia juga kurang tidur.

"Kalian sedang apa?" tanya Arya, matanya menyipit melihat tumpukan koran di lantai.

"Nadia punya ide untuk memeriksa koran-koran lama," jawab Reza. Matanya tidak lepas dari Kinanti yang kini berjongkok di sampingnya, mengamati koran-koran itu.

"Aku sudah menghubungi Dimas," kata Kinanti. "Dia sedang dalam perjalanan."

Mereka mulai memilah koran-koran tersebut berdasarkan tanggal. Fokus mereka adalah edisi tahun 1945-1946, periode ketika Kartika menghilang.

"Lihat ini," Arya tiba-tiba berseru. Tangannya memegang sebuah koran bertanggal 15 Agustus 1945. "Ada artikel yang menarik tentang pertunjukan wayang di alun-alun kota."

"Pertunjukan wayang?" Kinanti mengerutkan kening. "Di tengah masa genting seperti itu?"

"Justru itu yang menarik," kata Arya. "Coba lihat nama dalangnya, Sutopo Kartanegara."

Reza menegakkan tubuh. "Itu... nama samaran kakek buyutku."

Suasana hening seketika. Dimas yang baru tiba ikut terdiam mendengar percakapan itu.

"Tunggu," kata Nadia, matanya membesar. "Prof. Handoko pernah bercerita bahwa para wartawan masa itu memiliki kode khusus untuk menyampaikan informasi perjuangan. Mereka menggunakan artikel-artikel yang tampak biasa untuk menyampaikan pesan tersembunyi."

"Benar!" Arya mengangguk bersemangat. "Aku pernah membaca tentang ini di kuliah sejarah. Mereka menggunakan sistem yang sangat cerdik. Misalnya, pertunjukan wayang bisa berarti pertemuan rahasia."

Kinanti mengambil koran itu dari tangan Arya, jemarinya gemetar. "Jadi... artikel ini sebenarnya memberitakan tentang pertemuan rahasia yang dihadiri kakek buyut Reza?"

"Dan lihat tanggalnya," Reza menunjuk. "Ini tepat sehari sebelum Kartika menghilang."

Mereka bergegas mencari koran-koran edisi berikutnya. Dimas menemukan artikel lain yang mencurigakan, tentang pembukaan toko roti baru di dekat stasiun.

"Ini aneh," kata Dimas. "Artikel ini ditulis oleh wartawan yang sama dengan artikel pertunjukan wayang. Dan ada beberapa kata yang dicetak lebih tebal dari yang lain."

Nadia mengeluarkan notes-nya dan mulai mencatat kata-kata yang dicetak tebal. "Stasiun... timur... bungkusan... aman..."

"Tunggu," Kinanti tiba-tiba berdiri.

"Aku ingat sesuatu. Di antara dokumen yang kita selamatkan kemarin, ada catatan tentang sistem pengkodean yang digunakan para pejuang. Aku membacanya sekilas semalam."

Ia bergegas mengeluarkan dokumen itu dari tasnya. Semua mendekat, mengelilingi Kinanti yang membuka dokumen dengan hati-hati.

"Di sini dijelaskan bahwa mereka menggunakan sistem substitusi sederhana," Kinanti membaca. "Setiap kata memiliki arti tersembunyi. 'Stasiun' berarti tempat penyimpanan, 'timur' berarti dokumen, 'bungkusan' berarti bukti, dan 'aman' berarti telah diamankan."

"Jadi," Arya mencoba menyimpulkan, "pesan tersembunyinya adalah: tempat penyimpanan dokumen bukti telah diamankan?"

Reza mengusap wajahnya. "Ini pasti ada hubungannya dengan bungkusan yang diberikan Kartika kepada kakek buyutku dalam foto itu."

"Dan mungkin juga ada hubungannya dengan mengapa kakek buyut Kinanti mengira kakek buyutmu menculik Kartika," tambah Nadia pelan.

Kinanti menggigit bibir, matanya berkaca-kaca. Reza yang melihatnya spontan menggenggam tangan gadis itu. "Hey, kita akan mengungkap kebenarannya. Aku yakin ada penjelasan untuk semua ini."

Arya berdeham pelan. "Sebaiknya kita fokus mencari artikel lain yang mungkin terkait."

Mereka kembali membaca satu persatu koran-koran lama itu. Sesekali terdengar seruan ketika menemukan artikel yang mencurigakan. Nadia mencatat semua kata yang dicetak tebal, sementara Kinanti dan Arya menerjemahkannya menggunakan sistem kode yang mereka temukan.

"Ini aneh," kata Dimas setelah beberapa jam berlalu. "Semua artikel ini seperti mengarah ke satu tempat."

"Maksudmu?" tanya Reza.

"Lihat," Dimas menunjukkan beberapa artikel yang telah mereka terjemahkan. "Stasiun timur, gudang belakang, pintu ketiga... ini seperti petunjuk lokasi."

"Dan lihat tanggal artikelnya," tambah Nadia. "Semuanya diterbitkan dalam rentang tiga hari sebelum dan sesudah Kartika menghilang."

Kinanti terdiam, matanya menerawang. "Kalau dipikir-pikir, ini masuk akal. Kartika memberikan sesuatu yang penting kepada kakek buyut Reza. Sesuatu yang mungkin membahayakan banyak pihak jika jatuh ke tangan yang salah."

"Dan kakek buyutku menyembunyikannya di suatu tempat," lanjut Reza. "Menggunakan koran-koran ini untuk meninggalkan petunjuk yang hanya bisa dipahami oleh orang-orang tertentu."

"Tapi kenapa Kartika harus menghilang?" tanya Arya, matanya menatap Kinanti dengan khawatir.

"Mungkin..." Kinanti menarik napas dalam, "mungkin ia sengaja menghilang untuk melindungi rahasia itu. Dan untuk melindungi kakek buyut Reza."

Reza mengerjap, terkejut dengan kesimpulan itu. "Jadi selama ini..."

"Selama ini mungkin kakek buyutmu tidak bersalah," kata Kinanti lembut. "Justru ia dan Kartika bekerja sama untuk melindungi sesuatu yang sangat penting."

Suasana hening. Masing-masing tenggelam dalam pikirannya sendiri. Sinar matahari yang masuk melalui jendela klub jurnalistik menyinari tumpukan koran lama di hadapan mereka, seperti menyinari kepingan puzzle yang perlahan mulai tersusun.

"Kita harus ke stasiun timur," kata Nadia tiba-tiba.

"Apa?" Dimas menoleh kaget.

"Ya, kita harus ke sana," Nadia berdiri, matanya berkilat penuh tekad. "Artikel-artikel ini jelas menunjuk ke sana. Dan mungkin di sanalah kita akan menemukan kunci berikutnya."

"Tapi stasiun timur sudah tidak beroperasi sejak tahun 60-an," kata Arya. "Tempat itu sekarang terbengkalai dan berbahaya."

"Justru itu tempat yang sempurna untuk menyembunyikan sesuatu selama puluhan tahun," kata Reza yang juga ikut berdiri. "Aku setuju dengan Nadia. Kita harus ke sana."

Kinanti menatap Reza, lalu Arya, kemudian kembali ke tumpukan koran di hadapannya. "Baiklah," katanya akhirnya. "Tapi kita harus lebih berhati-hati dari kemarin. Kita tidak tahu bahaya apa yang menunggu di sana."

Mereka sepakat untuk pergi ke stasiun timur besok pagi. Sementara membereskan koran-koran dan dokumen, Kinanti tidak bisa menahan air matanya. Reza yang melihatnya langsung mendekat, tapi Arya lebih dulu meraih tangan gadis itu.

"Kita akan menemukan kebenarannya," kata Arya lembut. "Dan apapun yang terjadi, kita akan menghadapinya bersama."

Reza mengangguk, menelan kekecewaannya karena Arya mendahuluinya. "Ya, kita akan mengungkap apa yang sebenarnya terjadi antara kakek buyutku dan Kartika."

Kinanti tersenyum di antara air matanya, tangannya menggenggam erat tangan Arya sementara matanya menatap Reza dengan penuh arti. Di sudut ruangan, Nadia dan Dimas saling bertukar pandang, menyadari bahwa pencarian mereka bukan hanya akan mengungkap misteri masa lalu, tapi juga akan menentukan masa depan teman-teman mereka.

Sore itu, mereka meninggalkan ruang klub fotografi dengan hati yang berat namun penuh harapan. Besok akan menjadi hari yang penting, hari yang mungkin akan mengungkap rahasia yang telah tersimpan selama hampir delapan dekade.

1
Rezzy Ameliya
semangat selalu kaaa, terimakasih sudah mampir
Iramacinta
kak keren banget dilanjut terus ya karyanya...❣️❣️❣️
mndnll
keren kak ceritanyaa bagus sekalii semangat kak
salsa
bagus banget ceritanya aku suka /Scream/
Kandi
like
Riiiiee
yeayyy akhirnya ketemu
TENANG
keren ceritanya semngat terus melanjutkan ceritanya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!