Vino Bimantara bertemu dengan seorang wanita yang mirip sekali dengan orang yang ia cintai dulu. Wanita itu adalah tetangganya di apartemennya yang baru.
Renata Geraldine, nama wanita itu. Seorang ibu rumah tangga dengan suami yang cukup mapan dan seorang anak yang masih duduk di bangku sekolah dasar.
Entah bagaimana Vino begitu menarik perhatian Renata. Di tengah-tengah kehidupannya yang monoton sebagai istri sekaligus ibu rumah tangga yang kesehariannya hanya berkutat dengan pekerjaan rumah dan mengurus anak, tanpa sadar Renata membiarkan Vino masuk ke dalam ke sehariannya hingga hidupnya kini lebih berwarna.
Renata kini mengerti dengan ucapan sahabatnya, selingkuh itu indah. Namun akankah keindahannya bertahan lama? Atau justru berubah menjadi petaka suatu hari nanti?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lalalati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24: Manis yang Semu
Vino melepas cumbuannya dan membawa Renata memasuki toilet pria. Di sana tak ada orang, mereka pun masuk ke salah satu bilik dan melanjutkan ciuman yang terjeda.
"Vino..." Renata bersuara antara menegur dan mendsah. "Nanti ada yang lihat gimana..."
Vino tak mengindahkan peringatan Renata. Ia menarik turun segitiga milik Renata setelah puas bermain di puncak kecoklatan Renata yang ia paksa keluar dari sarangnya. Vino tak peduli. Ia merasa tertantang untuk melakukannya di tempat umum seperti ini. Dan kemudian, inti tubuh mereka kembali bersatu.
Setelah mendapat pelepasan, mereka keluar dan menempati meja yang berada di ujung, yang tadi Vino tujukan sebelum mereka malah berbelok ke toilet. Keduanya duduk berseberangan dan saling tertawa.
"Kamu nekat banget," komentar Renata masih belum percaya mereka melakukannya di tempat umum seperti tadi.
"Tapi seru 'kan?"
Renata mengangguk kecil setuju. Ia merasa adrenalinnya terpacu. Ia menikmatinya namun di saat yang sama Renata merasa cemas luar biasa khawatir ada yang memergoki mereka. "Tapi enggak ya kalau buat dua kali."
"Kenapa? Kalau ada kesempatan kenapa enggak? Kita cuma harus hati-hati, Mbak."
Renata menggelengkan kepalanya. "Kamu cowok paling nekat yang pernah aku kenal."
"Tapi suka, 'kan?"
Renata berdecak, berpura-pura kesal. Vino menatap Renata dengan senyum gemas. "Mbak tahu gak, Mbak jadi tambah cantik pakai make up. Mbak dandan karena mau ketemu aku ya?"
"Apaan? Enggak, kok," elak Renata. "Ya pengen aja. 'kan mau main ke luar. Makanya aku dandan dikit."
"Masih ngelak. Padahal dandan karena mau ketemu aku, 'kan? Hayo ngaku aja, Mbak."
"Kalau udah tahu diem aja deh," ucap Renata salah tingkah, membuat Vino semakin tertawa gemas.
Sesaat tawa mereka mereda. Mereka saling menatap sambil tersipu. Renata sendiri merasa kembali ke masa lalu, saat ia masih remaja dan jatuh cinta pada seorang pria. Seperti itulah rasanya. Bahkan akal sehatnya yang terus mengingatkan Gavin dan Nathan tak ia indahkan.
"Cieee, makin deket aja nih?" Tiba-tiba Mona datang dan duduk di sebelah Renata.
"Apa sih, Mon. Kita cuma ngobrol aja," sanggah Renata berusaha terlihat biasa.
Mona berbisik pada Renata, "besok kita harus ngobrol. Gue ke tempat lo ya."
"Ngobrol apa?" tanya Renata dengan suara berbisik juga.
"Masih nanya?" Kedua mata Mona melirik ke arah Vino sekilas. "Lo gak bisa bohongin gue, Renata Geraldine Sayang. Kita udah temenan lebih dari 10 tahun."
Renata seperti disambar petir mendengarnya. "Lo salah paham, Mon. Bukan..."
"Gue cabut duluan ya." Mona tak memberikan Renata kesempatan untuk menjelaskan. Ia merogoh tas tangannya dan mengeluarkan sebuah kartu akses dengan nama sebuah hotel di atasnya. "Ini hadiah dari gue buat kalian. Vin, titip sahabat gue, ya. Jangan sampai ketahuan Gavin." Mona mengedipkan sebelah matanya pada Vino kemudian pergi.
Vino dan Renata menatap kartu yang tergeletak di depan mereka.
"Emang kita kentara banget ya?" tanya Vino tercengang.
"Kalau aku sih udah curiga Mona bakal tahu pas aku ketemu dia di parkiran tadi," ujar Renata lesu. "Dia itu sama aku udah sahabatan sejak umur kita masih 16 tahun."
"Pantesan."
"Harusnya kita gak pergi," keluh Renata menyesal.
"Gak ada gunanya menyesali apa yang udah terjadi, Mbak," Vino menenangkan. "Yang penting temen Mbak itu bisa jaga rahasia. Sekarang yuk kita pergi."
"Kemana?" tanya Renata bingung.
Vino meraih kartu itu, "masa hadiahnya gak diterima?" ucap Vino dengan senyuman tengilnya.
Tanpa Renata menyahut lagi, Vino membawa Renata ke kamar hotel yang sudah dipesankan oleh Mona. Malam itu mereka menginap bersama di sana.
...***...
Pintu apartemen pun terbuka. Tampaklah Marsha dengan wajah yang sembab duduk di sofa ruang tengahnya. Ia menghambur memeluk Gavin yang baru saja masuk ke apartemennya dan menangis di pelukannya.
"Ada apa sih, Sha?" tanya Gavin. Ia tak membalas pelukan Marsha. "Ini weekend. Perjanjiannya kan..."
"Gak bisa, Mas. Kamu harus tahu tentang ini secepatnya," isak Marsha dalam pelukan Gavin.
Gavin melepaskan pelukan Marsha dengan sedikit kasar. "Apa yang mau kamu omongin sampai kamu ngancem lagi bakal bilang tentang kita ke Renata? Kamu udah gak pernah nyinggung ini lagi sejak beberapa bulan terakhir. Tapi kenapa tiba-tiba kamu ngancem aku lagi? Aku gak suka kamu ancem aku! Sekarang cepetan ngomong ada apa?!"
"Sekarang Mas harus bener-bener tinggalin Renata. Mas harus cerai dari istri Mas," isak Marsha.
"Kamu ngomong apa?!" Gavin sedikit mendorong Marsha, tak terima dengan permintaan Marsha.
"Cerai! Mas harus cerai sama istri Mas!"
"Kamu jangan ngomong yang aneh-aneh! Aku cinta banget sama Renata. Aku gak akan pernah cerai sama dia! Lebih baik kita putus! Aku cape punya hubungan kayak gini sama kamu! Aku cape ngerasa bersalah sama istri aku. Sekarang terserah kalau kamu mau ngasih tahu Renata tentang kita. Aku akan terima semuanya. Aku akan terima kalau Renata benci sama aku, tapi aku pastikan aku bakal mohon ampun sama dia, aku akan minta maaf, dia mau aku lakuin apapun, akan aku lakuin sampai dia maafin aku. Dan kamu tahu, aku gak akan pernah balik lagi sama kamu! Kamu gak bisa ngekang aku lagi!"
Gavin pun melangkah menuju pintu setelah ia mengeluarkan semua unek-uneknya selama ini. Ia lelah menyembunyikan perselingkuhannya dengan Marsha. Awalnya ia merasakan keindahan itu meskipun dengan adanya ancaman dan paksaan dari Marsha. Rasa bersalah dan rasa manis yang semu itu datang silih berganti di dalam hatinya. Namun kali ini Gavin sudah jengah. Ia ingin berhenti dan kembali setia kepada Renata.
"LIHAT AKU!" teriak Marsha histeris seraya menarik tangan Gavin dengan marah. Gavin segera menangkisnya.
"Stop, Marsha! Kamu gak akan bisa ngubah keputus..."
"Aku hamil..." potong Marsha frustasi. Air matanya membanjir di pipinya. Matanya memerah dan wajahnya berantakan.
Gavin membeku mendengar kata-kata itu. Ia masih mencernanya seakan kata-kata itu tidak dipahaminya.
"Aku hamil, Mas. Makanya kamu harus cerai sama istri kamu, dan nikahin aku. Aku gak mau jadi istri kedua. Aku gak mau jadi madu perempuan lain. Aku gak mau tahu, kamu harus cerai dan nikahin aku!"
semoga endingnya membahagiakan semuanya sich 🤭😁🤪
move on vino dari Rania 💪
lanjutin jaa Renata ma vino 🤭🤭🤭 situ merasa bersalah sdngkn suami mu sendiri dh selingkuh duluan 🙈😬😞😞