NovelToon NovelToon
BALAS DENDAM SI BUNGSU

BALAS DENDAM SI BUNGSU

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintamanis / Balas Dendam / Peran wanita dan peran pria sama-sama hebat / Teen School/College / TKP / Trauma masa lalu
Popularitas:3.2k
Nilai: 5
Nama Author: cerryblosoom

Satu demi satu kematian terjadi di sekolah.

Jika di waktu biasa, orang tua mereka akan langsung menuntut balas. Tapi bahkan sebelum mereka cukup berduka, perusahaan mereka telah hancur. Seluruh keluarga dipenjara.

Mantan anak yang di bully mengatakan, "Jelas ini adalah karma yang Tuhan berikan, atas perbuatan jahat yang mereka lakukan."

Siswa lainnya yang juga pelaku pembully ketakutan, khawatir mereka menjadi yang selanjutnya. Untuk pertama kalinya selama seratus tahun, sekolah elit Nusantara, terjadi keributan.

Ketua Dewan Kedisiplinan sekaligus putra pemilik yayasan, Evan Theon Rodiargo, diam-diam menyelidiki masalah ini.

Semua kebetulan mengarahkan pada siswi baru di sekolah mereka. Tapi, sebelum Evan menemukan bukti. Seseorang lebih dulu mengambil tindakan.

PERINGATAN MENGANDUNG ADEGAN KEKERASAN!!!!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon cerryblosoom, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 24 KARMA KILAT

Di waktu jam pulang sekolah.

Kerumunan datang menunju ke klub Palang Merah. Awalnya Cecilia pikir mereka berniat datang untuk membeli teh. Rasa gembira sudah memenuhi hatinya. Cecilia menyambutnya dengan senyum paling lebar. Bersiap mengumpulkan banyak uang.

Tapi kenyataannya orang-orang datang untuk membuat keributan.

"Penipu, Teh apa yang kalian jual kepada kami. Kembalikan uang kami."

"Ya, kembalikan uang kita. Kita tidak ingin teh palsu ini."

"Teh disini adalah teh palsu, teh asli ada di klub Kesehatan. Sia-sia kami percaya pada kalian. Rupanya hanya si palsu yang menipu."

"Betul, lebih baik kami kembali membeli lagi di klub Kesehatan."

"Sial, aku telah membatalkan pesanan ku."

"Tidak apa, aku yakin mereka masih memilikinya."

"Kalau begitu ayo kita segera selesaikan yang disini."

Semakin banyak yang bicara, semakin ramai disana, ruang klub Palang Merah hampir tak bisa menampung semuanya.

Senyum Cecilia berangsur-angsur memudar. Hatinya menjadi panik seketika. Kenapa semua orang tiba-tiba seperti ini. Pasti klub Kesehatan telah melakukan sesuatu.

"Semuanya, tenang dulu," teriak Cecilia mencoba menenangkan.

"Tidak, kami tidak bisa tenang."

"Benar, cepat kembalikan uang kami."

"Kalian penipu, menjual teh palsu."

Cecilia memaksakan senyum, "Bagaimana mungkin palsu, pasti ada salah paham disini. Teh Chamomile milik kami impor dari luar negeri. Jadi tidak mungkin palsu."

"Teh ini memang palsu, kami membelinya agar fisik kami sehat saat menghadapi ujian. Tapi setelah kami minum teh kalian tidak terjadi apapun, tuh. Tubuhku tetap tidak enak," kata seseorang.

"Kepalaku sudah sakit sejak kemarin. Hari ini aku minum teh kalian, aku malah jadi flu dan batuk. Pasti karena teh kalian palsu," teriak seseorang lainnya di barisan tengah.

Semuanya yang merasakan situasi yang sama menyerukan persetujuan.

"Ya, kami juga."

Cecilia tercengang, dia tak pernah menghadapi massa sebanyak ini.

Melihat orang-orang di klub Palang Merah hanya hanya diam. Massa menjadi semakin mengamuk. Selangkah demi selangkah mereka maju, mempersempit ruang gerak anggota Klub Palang Merah.

Cecilia dan lainnya menjadi semakin panik.

Entah siapa yang memulai beberapa orang mulai melemparkan barang sebagai tanda ketidak puasan. Seluruh ruangan klub Palang Merah diacak-acak. Meski tidak ada yang melukai anggota klub. Tetap saja adegan ini sangat mengerikan.

Sampai seseorang tiba-tiba berteriak, "Kita harus pergi, sebelum Dewan Kedisiplinan datang."

"Tapi bagaimana dengan uang kita?" seseorang bertanya.

Yang lainnya dengan cepat merespon, "Kamu lebih memilih sedikit uang itu, atau ditangkap Dewan Kedisiplinan, lagipula masih banyak waktu."

"Ya kurasa dia benar, ayo cepat kita pergi," sahut seseorang. Diikuti seruan setuju oleh yang lainnya.

Dalam hitungan menit, semua orang bubar, meninggalkan klub Palang Merah dalam kekacauan.

"Huuuu, huwaaaaaaa," salah seorang anggota klub parang merah menangis dengan sedih. Gadis itu memang yang paling cengeng.

"Jangan menangis," kata Jinan mencoba menenangkan.

"Huuu, tidak ada yang pernah berbuat seperti ini padaku, hikkkkssss, mama,, papa."

Jinan terus menepuk bahu temannya, sambil melirik dengan hati-hati ke ketuanya.

Cecilia mengepalkan tangan, merasa semakin benci pada klub Kesehatan. Dia yakin ini semua pasti pekerjaan klub Kesehatan. Mereka sengaja mengeluarkan Teh Chamomile. Untuk menjebak mereka sejak awal.

Jika saja orang-orang klub Kesehatan tahu pikiran Cecilia, mereka pasti akan mengatakannya gadis ini gila. Jelas klub Palang Merah yang memiliki niat jahat sejak awal. Tapi seenaknya saja melemparkan kesalahan. Setelah mereka menuai kejahatan mereka sendiri.

...----------------...

Dalam waktu yang singkat, berita keributan di klub Palang Merah menyebar meluas. Tidak hanya di kalangan para murid, bahkan guru-guru pun mengetahuinya.

Kepala Sekolah tak tinggal diam, langsung meminta ketua Dewan Kedisiplinan datang ke ruangannya.

"Apa yang terjadi?" tanya Kepala Sekolah.

"Klub Kesehatan mengeluarkan teh herba. Klub Palang Merah ingin menirunya. Tapi gagal," jelas Evan singkat.

Kepala Sekolah mengangguk, "Apapun itu, jangan biarkan hal ini diulangi. Saat ini kita sedang dalam masa ujian. Jika sampai sekolah lain tahu. Mereka akan kembali meremehkan kita."

"Baik," jawab Evan. Tatapannya sedikit mengeluarkan aura bermusuhan. Tapi karena kepalanya menunduk, kepala sekolah tak menyadarinya.

"Ngomong-ngomong kamu tahu Aria?" tanya kepala sekolah. Seolah takut Evan tidak tahu, dia kembali memberi petunjuk, "Murid baru di sekolah kita."

Evan mendongak, dengan mata emangnya, memandang ke kepala sekolah.

"Jangan menatapku begitu, aku hanya ingin kamu lebih menjaganya, dia murid yang sangat pintar, kita harus mempertahankannya di sekolah."

Evan tak menjawab dan hanya diam saja.

Melihat itu kepala sekolah jadi keringat dingin, "Baiklah-baiklah, lupakan yang kukatakan," muridnya yang satu ini memang menakutkan. Jika bukan karena Dewan Kedisiplinan adalah yang dibentuk para penyumbang dana. Dia tak akan takut pada sekelompok anak kecil ini. Masalahnya karirnya bisa dipertaruhkan jika menyinggung mereka.

"Aku akan menjaganya," kata Evan tiba-tiba.

"Hah?" Kepala Sekolah tak mendengar jelas apa yang Evan katakan. Dia lalu bertanya, "Kamu akan apa tadi?"

Evan tak repot-repot mengulangi, dia malah berkata, "Aku pergi mengurus masalah klub."

Usai mengatakan itu Evan keluar dari ruang kepala sekolah.

Kepala sekolah tak bisa mencegah ataupun meminta Evan kembali. Itu sama saja dia membuat masalah untuk dirinya sendiri.

"Jika bukan karena dia anak pemilik sekolah, huh. Tidak akan aku diam saja, dasar, anak tidak sopan," gumam kepala sekolah.

Di luar ruang kepala sekolah.

Sudah ada Gandi dan Louis yang menunggu.

Gandi yang pertama menyambut, "Bagaimana kata kepala sekolah, Ketua?"

"Jangan biarkan hal ini terjadi lagi," jawab Evan.

Dia lalu berjalan mendahului yang lain. Tujuannya saat ini adalah ke klub Palang Merah. Semua orang seharusnya sudah pulang atau kembali ke asrama pada jam segini. Tapi untuk klub Palang Merah yang baru saja mengalami kejadian besar. Mereka seharusnya masih tinggal di klub.

Melihat ketua mereka pergi, Gandi dan Louis langsung mengikuti.

"Apa efek teh Chamomile begitu dahsyat. Tidak pernah kutahu semua orang bisa sangat kompak berdemo. Bahkan tanpa ada petunjuk sebelumnya," kata Gandi.

"Bukankah kau sudah mencobanya," Louis mengingatkan.

"Yah, itu memang luar biasa," Gandi mengacungkan dua jempol. "Tapi kenapa Teh Chamomile yang dikeluarkan klub Palang Merah tidak berefek seperti klub Kesehatan."

Louis sedikit berfikir, dia ingat Jessica mengatakan Aria lah yang membuat teh ini, "Sepertinya, klub Kesehatan menambahkan bahan yang berbeda."

"Bukankah sebaiknya kita memeriksanya. Jika itu membahayakan-" Gandi tak melanjutkan ucapannya, tapi jelas senyumannya yang aneh menjelaskan semuanya.

"Itu tidak membahayakan, Ketua sudah memeriksanya."

Gandi mengerutkan kening, "Bagaimana aku bisa tidak tahu."

"Kau bodoh," ejek Louis. Sudah jelas ketua mereka adalah orang yang paling teliti. Tidak mungkin dia membiarkan hal berbahaya dijual di sekolah.

Gandi memasang ekspresi marah, lalu kemudian dengan nada mengeluh di bicara, "Ketua, kenapa tidak memberitahuku sih?"

Evan hanya meliriknya lewat ekor mata.

"Uhh, ya aku yakin ketua tak sengaja melupakannya," kata Gandi menyakinkan diri sendiri. Keberaniannya memang selalu datang dan pergi dengan cepat.

Louis menggeleng, memilih mengabaikan Gandi, dia menatap Evan yang berjalan di depan, "Apa kita perlu menyelidiki klub Kesehatan?"

Mendengar pertanyaan itu Evan tidak langsung menjawab. Sekelebat ingatan tentang seorang gadis melintas di otaknya.

"Tidak, mereka tidak ada hubungannya dengan ini," katanya setelah lama diam.

Louis mengangguk, bagus jika memang seperti itu, dia tak menyelidiki bagaimana Evan tahu, jelas tak ada apapun yang bisa bersembunyi dari insting ketuanya. Meski dia mendukung klub Kesehatan. Jika mereka merencanakan keributan. Itu sama saja menentang Dewan Kedisiplinan. Dan Louis tentu saja lebih mendukung kelompoknya sendiri.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!