NovelToon NovelToon
Aku, Atau Dia?

Aku, Atau Dia?

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Playboy / Crazy Rich/Konglomerat / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Gangster
Popularitas:1.7k
Nilai: 5
Nama Author: keisar

Gema Tangkas Merapi, siswa tampan dan humoris di SMA Gajah Mada, dikenal dengan rayuan mautnya yang membuat banyak hati terpesona. Namun, hatinya hanya terpaut pada Raisa Navasya, kakak kelas yang menawan. Meski Gema dikenal dengan tingkah konyolnya, ia serius dalam mengejar hati Raisa.

Setahun penuh, Gema berjuang dengan segala cara untuk merebut hati Raisa. Namun, impiannya hancur ketika ia menemukan Raisa berpacaran dengan Adam, ketua geng sekolahnya. Dalam kegalauan, Gema disemangati oleh sahabat-sahabatnya untuk tetap berjuang.

Seiring waktu, usaha Gema mulai membuahkan hasil. Raisa perlahan mulai melunak, dan hubungan mereka akhirnya berkembang. Namun, kebahagiaan Gema tidak berlangsung lama. Raisa terpaksa menghadapi konsekuensi dari pengkhianatannya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon keisar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Memilih siapa?

"Gua gak suka sama lu, Ra!" suara Gita menggelegar, wajahnya memerah dengan amarah yang jelas terpancar.

Raisa berdiri kaku, berhadapan dengan Gita di belakang gudang yang sunyi. "Git..." lirihnya pelan, seakan kehilangan kata-kata.

"Alesan lu bolos kemaren cuma buat nemenin Gema di UKS? Terus pulangnya lu malah nginep di rumah dia?!" Gita membentak, matanya menatap tajam, penuh rasa kecewa yang tak bisa ia sembunyikan.

Raisa merunduk, tak mampu membalas tatapan itu. "Gua ngerti, Git."

"Ngerti? Ngerti apaan? Lu tau gak, lu udah ngasih harapan ke Gema! Lu kira kelakuan kayak gini bukan selingkuh?!"

Kata-kata Gita mengguncang hati Raisa. Dengan suara lebih pelan, Raisa mencoba menjelaskan, "Gema kasihan, Git. Dia baru aja dipukulin. Gak mungkin gua ninggalin dia dalam keadaan kayak gitu."

"Tapi kenapa lu gak minta Tara, Dava, atau Kian buat jagain dia? Mereka juga sahabatnya Gema, kan? Lu pikir nggak ada orang lain yang bisa bantu? Ra, untung aja pacar lu orangnya penyabar..." suara Gita melembut.

Raisa terdiam, tak bisa membantah. Gita melanjutkan, "Ra, jujur deh, kenapa lu gak bilang apa-apa ke Adam? Dia pacar lu, kan?"

Raisa menunduk lebih dalam, suaranya lirih, "Gua takut, Git..."

"Takut? Takut apaan?"

"Takut Adam marah. Takut mereka berdua berantem."

Gita menghela napas panjang. "Ra... lu beneran anggap Adam pacar nggak sih? Dia nungguin lu di kelas sampai istirahat abis, padahal lu di UKS sama Gema. Bahkan tadi malem, dia nanyain gua, Indah, Andra, semuanya, buat cari tau lu lagi main sama siapa."

Raisa terbelalak, hatinya bergetar. "Adam nyariin gua semalem?" pikirnya dalam hati, tiba-tiba merasa bersalah.

Gita mendesah dalam-dalam, menatap Raisa dengan mata yang lebih lembut. "Mata lu gak bisa bohong, Ra. Lu juga suka sama Gema, kan?"

Raisa tersentak, pikirannya berantakan. "Apa iya? Apa gua juga suka sama Gema?" bisik hatinya, bingung.

"Lu gak bisa suka sama dua orang sekaligus, Raisa Navasya!" bentak Gita, nadanya kembali meninggi.

Akhirnya, Raisa tak tahan lagi. "Gua juga bingung sama perasaan gua, Git!" teriaknya, penuh emosi dan kebingungan yang membuncah.

Gita menatapnya tajam, tapi kali ini dengan ketenangan. "Lu gak bisa egois, Ra. Lu harus pilih. Antara Adam atau Gema. Kalau lu pilih Adam, jauhin Gema. Tapi kalau lu pilih Gema, lu harus putusin Adam."

Raisa menarik napas dalam, keraguan terukir di wajahnya. "Gua gak bisa, Git... gua takut nyakitin hati salah satu dari mereka," suaranya lirih, penuh kegelisahan.

"Kalo lu gak milih, justru lu bakal nyakitin mereka berdua, Ra," jawab Gita tegas, namun suaranya mulai melembut. "Kelakuan lu yang kayak gini lama-lama bisa bikin mereka sakit hati,”

Kata-kata Gita menggema di kepala Raisa, membuat dadanya semakin sesak. Bimbang, pikirannya terus berputar, mencari jalan keluar dari situasi yang semakin rumit.

"Terserah lu mau pilih yang mana," lanjut Gita, nadanya kini lebih penuh perhatian, "tapi satu hal yang gua harap lu inget, jangan sampe lu ngelepas berlian cuma karena ngeliat sesuatu yang keliatan lebih berkilau, tapi ternyata bisa bikin lu tenggelam."

Raisa terdiam, mencerna kata-kata Gita yang terasa berat namun penuh makna.

"Jangan biarin ego lu nguasain semuanya. Dengerin kata hati lu, Ra. Biasanya, kalau seseorang ngikutin kata hati, dia nggak akan salah langkah. Karena hati itu, meski gak selalu jelas, jarang banget keliru."

Gita menghela napas panjang sebelum melanjutkan, dengan suara yang lebih pelan, namun menohok. "Dan satu lagi. Gema... dia liat lu sama Adam tadi di belakang taman. Lu tau? Dia nangis, Ra."

Kata-kata itu seperti tamparan bagi Raisa. Sebelum ia sempat membalas, Gita sudah melangkah pergi, meninggalkannya sendirian dengan beban perasaan yang makin berat.

Raisa terpaku, hatinya dihantam rasa bersalah yang tak terelakkan. Pikiran dan emosinya berkecamuk, sementara tubuhnya terasa semakin lemas. Dengan langkah gontai, ia mulai berjalan menuju kelas.

Di pertengahan tangga, suara langkah kaki yang tergesa-gesa terdengar semakin dekat. Raisa berhenti, berjaga agar tidak bertabrakan.

Dari sudut matanya, ia melihat sosok yang sangat dikenalnya. Gema. Ia sedang terburu-buru menuruni tangga, wajahnya tampak cerah meski seragamnya basah oleh keringat.

Namun, begitu mata Gema bertemu dengan Raisa, kebahagiaan di wajahnya seketika memudar. Senyum yang tadinya menghiasi wajah tampannya hilang dalam hitungan detik. Rasa bersalah yang kembali menghantam hati Raisa.

Ia berusaha tersenyum pada Gema , tanpa sadar air matanya jatuh membasahi pipinya, ia tahu, senyum itu tak bisa menutupi luka yang ada dihati juniornya itu.

......................

Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 14.30. Bel pulang sekolah berbunyi nyaring, menggema di seluruh sudut gedung. Sontak, para siswa kelas 12 bersorak kegirangan, merayakan akhir dari hari yang melelahkan.

Raisa cepat-cepat memasukkan buku-bukunya ke dalam tas ransel hitamnya. Setelah selesai, ia mengaitkan tas di pundaknya dan segera bergabung dengan teman-temannya lalu berjalan keluar kelas.

“Hai!” suara seseorang memanggil dari seberang pintu. Raisa langsung menoleh, menemukan Adam bersandar santai di dinding, menunggu di depan kelas.

“Hai juga,” jawab Raisa dengan senyuman kecil.

“Khem!” Indah berdehem, menggoda dengan tatapan nakal.

“Ciee... kayaknya gak kuat banget dua jam gak ketemuan,” ledek Indah, membuat Raisa tersenyum malu.

“Lu aja yang iri,” jawab Adam dengan cengiran jahil, diiringi tawa kecilnya.

Indah terkekeh. “Bisa aja lu, Dam.”

“Eh, gua duluan ya, guys,” pamit Andra sambil melambaikan tangan, segera diikuti oleh anggukan dari yang lain.

Adam meraih tangan Raisa dan menggenggamnya lembut. “Yaudah, yuk pulang,” ajaknya sambil menarik pelan.

Namun, sebelum Raisa sempat melangkah lebih jauh, Gita mendekatkan diri dan berbisik di telinganya, “Jangan lupa apa yang gua bilang tadi, sekarang saatnya buat keputusan.”

Seketika senyuman di wajah Raisa memudar, pikirannya kembali dihantam oleh keraguan yang tak kunjung sirna. Melihat perubahan itu, Adam bertanya lembut, “Kamu kenapa? Nggak apa-apa kan?”

Raisa cepat-cepat menggeleng, berusaha menghapus kecemasannya. “Nggak kok, nggak apa-apa. Ayo, kita pulang,” katanya sambil menggenggam tangan Adam lebih erat, seakan mencoba menenangkan dirinya sendiri.

Mereka berjalan bersama menuju parkiran, perhatian orang-orang tertuju pada mereka. Pagi tadi Raisa datang bersama Gema, namun sekarang ia pulang dengan Adam. Pandangan penuh bisik-bisik mulai mengitari, memberi kesan playgirl pada dirinya. Namun, Raisa memilih untuk tak memperdulikan semua itu. Ia menahan perasaannya dan melangkah mantap.

Di parkiran, Adam dengan lembut memasangkan helm di kepala Raisa, memastikan semuanya aman sebelum ia sendiri mengenakan helmnya. Setelah itu, ia duduk di motor dan menunggu Raisa untuk naik.

Raisa ikut naik dengan bantuan uluran tangan dari Adam. Raisa memeluk Adam erat sebelum pacarnya itu menancap gas keluar dari sekolah.

Sepanjang perjalanan, tak ada pembicaraan, mereka sibuk dengan pikiran masing-masing.

Sepuluh menit berlalu, dan akhirnya mereka sampai di rumah Raisa.

Raisa turun dari motor dan menyerahkan helmnya kepada Adam. “Makasih udah nganterin, Dam,” ucapnya dengan senyum tipis.

Adam mengambil helm itu dan membalas, “Iya, sama-sama. Besok aku jemput kamu lagi ya?”

Raisa mengangguk pelan, tapi wajahnya tampak bimbang. Ada sesuatu yang bergejolak di dalam dirinya.

Saat Adam bersiap menancap gas, tangan Raisa tiba-tiba menahannya. “Tunggu,” suaranya pelan, tapi tegas.

Adam menoleh, bingung. “Kenapa, Ra?”

Raisa menunduk sejenak, mencari kata-kata. “Ada... ada yang mau aku omongin ke kamu.”

1
Rose Skyler
mamanya masih 29?
Siti Nina
oke ceritanya,,,👍👍👍
Siti Nina
ceritanya bagus kak tetep semangat,,,👍💪
Iqhbal
tetap semangat bg🗿butuh waktu untuk ramai pembaca🗿
Iqhbal
semangat bg, jangan lupa share di komunitas agar orang pada tau
Iqhbal: mau dibantu share? 🗿
Keisar: gak ada waktu, tapi thank you udah komen
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!